Aku diwajibkan berhianat. Sungguh aku menjadi penghianat. Aku menikungmu. Menebang pohon kepercayaan disanubarimu dan menanam benih permusuhan. Jika aku dapat memutar waktu maka akan kujelaskan pada mu sebelum hari itu dengan alasan yang tidak muluk, karena ada orang ketiga dan keempat yang menjadi sutradara dalam sejarah kita.
Kita hanya wayang – wayang yang bertugas memainkan lakon dari sang dalang. Semua ditentukan dalang. Bocah – bocah ingusan seperti kita yang belum banyak mengenal strategi perencanaan gerakan seperti yang ku uraikan diatas mana mampu menjadi agen perubahan ?
Semua berakhir dengan ketidakpastian dan dengan cinta yang pernah kecewa. Dan dalam pemberangkatan (pergerakan) ketitik selanjutnya akan kubawa kekecewaan ini supaya kau mengerti. “Bagaimanapun telur itu pecah, telur tetaplah telur. Hanya saja tidak berbentuk telur !”
Yogyakarta, 05 Desember 2016
[1] Bahasa yang kode yang sering kita ucapkan menjelang Pemilwa dan RTA
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI