Dalam kehidupan sehari-hari kita pasti sering berpikir tentang suatu hal dan mengapa hal tersebut dapat terjadi atau ada. Di sekitar kita pasti banyak kejadian atau fenomena yang membuat kita bertanya-tanya serta penasaran tentang sesuatu yang menyebabkannya. Dari sinilah filsafat muncul dan menjawabnya.
Definisi Filsafat
Pada dasarnya filsafat adalah cara manusia dalam menafsirkan suatu hal yang dilihat atau dirasakannya kemudian dari hal tersebut muncul pemikiran yang membuatnya ingin mencari dan menemukan kebenaran. Filsafat sendiri dapat timbul ketika seseorang merasa takjub akan keindahan alam.
Prof. Darwis A. Soelaiman, Ph.D dalam bukunya yang berjudul "FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN Perspektif Barat dan Islam" merumuskan filsafat sebagai ilmu yang mempersoalkan segala sesuatu dalam alam semesta ini secara keseluruhan, mendalam, dan sistematis, untuk menemukan kebenarannya yang hakiki.
Definisi tersebut menegaskan bahwa filsafat sebagai sebuah ilmu, yang bersifat umum karena obyek pemikirannya mencakup segala sesuatu yang ada (realitas) dalam alam semesta ini, baik yang berkenaan dengan alam fisik dan manusia, maupun alam metafisik termasuk mengenai Tuhan pencipta alam semesta itu. Filsafat membahas hal-hal itu secara keseluruhan, artinya bukan bagian-bagian tertentu dari suatu realitas sebagaimana yang biasanya dilakukan oleh ilmu pengetahuan positif.
Filsafat memikirkannya secara mendalam, sampai keakar-akar masalah yang paling dalam atau disebut juga secara radikal (radix=akar), karena tujuannya ialah untuk menemukan kebenaran yang sesungguhnya atau kebenaran yang hakiki, sekalipun kebenaran yang hakiki itu tidak mudah ditemukan atau ada yang tidak pernah dapat ditemukan. Namun dengan berpikir demikian seseorang menjadi semakin sadar akan makna kehidupan, dan pemikiran filsafat biasanya dijadikan oleh seseorang sebagai pandangan hidup atau pedoman hidupnya (way of life).
Jadi filsafat bukan hanya sebagai suatu disiplin ilmu yang dapat dipelajari, tetapi juga sebagai pandangan hidup. Sebagai pandangan hidup maka filsafat melekat pada diri seseorang, yang merupakan cerminan dari kepribadiannya. Filsafat yang dianutnya menjadi landasan dan pedoman bagi setiap perbuatan dan tindakannya sehari-hari dalam hidupnya. Sekalipun seseorang tidak mempelajari ilmu filsafat namun setiap orang memiliki filsafat tertentu yang dijadikan pedoman hidupnya, karena filsafat berisi nilai-nilai kehidupan. Dengan mempelajari ilmu filsafat maka seseorang akan terbantu dalam upayanya memilih atau menentukan filsafat hidup yang cocok baginya.
Ruang Lingkup Filsafat
Ontologi membahas tentang yang ada atau tentang realitas (reality), dalam alam semesta ini, yang meliputi: alam (kosmos), manusia (antropos), dan Tuhan (Theos), sehingga dikenal adanya filsafat alam (kosmologi), filsafat manusia (antropologi filsafat), dan filsafat ketuhanan (theologi). Ontotologi disebut juga filsafat Metafisika karena yang dipersoalkan itu termasuk juga realitas non-fisik atau di luar dunia fisik (beyond the physic), seperti hal-hal yang gaib.
Epistemologi atau teori pengetahuan, membahas tentang kebenaran (truth) meliputi: dasar atau sumber pengetahuan, luas pengetahuan, metode pengetahuan, dan kebenaran pengetahuan. Ada juga memasukkan logika ke dalam ruang lingkup epistemology karena logika merupakan bagian filsafat yang membahas tentang sarana berpikir logis.
Aksiologi, membahas tentang nilai-nilai kehidupan. Aksiologi disebut juga filsafat nilai, yang meliputi meliputi: etika, estetika, dan religi. Etika adalah bagian filsafat aksiologi yang menilai perbuatan seseorang dari segi baik atau buruk. Estetika adalah bagian filsafat yang menilai sesuatu dari segi indah atau tidak indah. Sedangkan religi merupakan sumber nilai yang berasal dari agama atau kepercayaan tertentu. Dengan demikian, sumber nilai bisa dari manusia (individu dan masyarakat) dan bisa dari agama atau 13 kepercayaan.
Jadi, kalau ontologi adalah filsafat mengenai yang ada, maka epistemologi adalah filsafat mengenai cara mengenal yang ada, dan aksiologi adalah bagian filsafat mengenai cara menilai yang ada itu. Ontologi disebut juga filsafat spekulatif, epistemologi disebut filsafat analitis, dan aksiologi disebut filsafat preskriptif.
EKSISTENSI FILSAFAT DALAM DUNIA KAMPUS
Pada eksistensinya, filsafat di dalam instansi kampus dipandang sebagai suatu ilmu yang menjadi dasar atau landasan berpikir khususnya bagi mahasiswa. Bagi mahasiswa, filsafat itu penting karena bukan hanya untuk tujuan membangun kesadaran mahasiswa tentang posisi dan cara kerja ilmu pengetahuan tapi juga membangkitkan daya kritis mahasiswa, memupuk rasa ingin tahu dan menjadikan mereka berpikiran fleksibel dan terbuka.
Namun hal tersebut belum sepenuhnya terlihat di kalangan mahasiswa pada umunya. Hal ini dikarenakan faktanya di dunia akademisi khususnya dalam dunia kampus, metode pengajaran filsafat yang diajarkan para dosen filsafat hanya bersifat historiografi filsafat semata, seperti mengetahui sejarah para filsuf Yunani seperti Socrates, Descartes, Platon, Aristoteles dan lain-lain. Sangat jarang bahkan tidak sama sekali kita dapati suatu metodik yang mempelajari alur pemikiran para tokoh secara sistematis dan kritis untuk menggali makna filsafat lebih dalam lagi, tetapi malah sebaliknya.
Sehingga jati diri filsafat menjadi terasing dalam metode pembelajarannya. Filsafat hanya dapat diterima secara instan dan kontekstual oleh para mahasiswa-mahasiswi. Tepat di situlah filsafat terjadi pergeseran identitas dan makna. Filsafat tidak menjadi suatu ilmu yang di poles dengan perenungan (tafakkur) untuk meningkatkan potensi pikir bagi setiap orang dan khusunya para mahasiswa-mahasiswi.
Filsafat yang pada dasarnya adalah suatu disiplin ilmu yang sangat metafisika (non indrawi) menjadi seakan-akan adalah sebuah disiplin ilmu yang hanya menyentuh hal-hal fisika (indrawi) semata. Padahal tujuan mempelajari filsafat adalah untuk menggali dan mengetahui hakikat kehidupan itu dan untuk menciptakan manusia yang mampu mencintai kebijaksanaan. Filsafat, ketika ditinjau secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Philo yang berarti cinta dan Sophi yang berarti kebijaksanaan. Ketika filsafat hanya menjadi suatu ilmu yang hanya menyentuh hal-hal yang yang bersifat historiografi semata, maka mustahil filsafat dapat melahirkan sosok manusia yang mencintai kebijaksanaan.
Filsafat tidak hanya sebagai ilmu dasar dalam berpikir dan mencari kebenaran tentang makna kehidupan, tetapi juga ilmu yang mempelajari bagaimana menjadi manusia yang mencintai kebijaksanaan atau manusia yang mempunyai sikap bijaksana. Oleh karena itu, maka perlu pengkajian lebih dalam tentang makna filsafat di dunia kampus agar hal tersebut tidak hanya dipahami secara kontekstual tapi mampu berpikir fleksibel, terbuka, kreatif serta kritis sehingga dalam penerapannya dapat memberikan manfaat bagi dirinya maupun oranglain.
Sehingga dalam hal ini, di dunia pendidikan khususnya di dunia kampus diperlukannya dosen yang mampu berpikir fleksibel, terbuka, kreatif dan mampu berpikir kritis. Hanya dosen seperti ini yang akan mampu membekali Mahasiswanya untuk menghadapi tantangan kehidupan baru di masa depan.
Penulis: La Ode Saleh Fahrun R, S.PÂ
(Mahasiswa Magister Agribisnis Departemen Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H