Pada kesempatan kali ini saya akan meyeritakan keluh kesah juga suka duka dari pembelajaran mata kuliah Kewarganegaraan pada semester 2 yang diajar oleh dosen yang sama seperti mata kuliah Pancasila pada semester 1, beliau adalah Pak Edi Purwanto. Sejak semester 1 Pak Edi merupakan dosen yang menurut saya unik karena cara mengajarkan beliau yang berbeda dari dosen lainnya.
Pada semester pertama, beliau awalnya menugaskan kepada kita untuk membagi kelompok untuk presentasi materi per-minggunya, kemudian akan ada tugas individu bagi masing-masing mahasiswa untuk membuat artikel berisi minimal 800 kata tentang materi tersebut.Â
Pada semester kedua, beliau sedikit merubah sistem penugasan karena merasa kurang efektif dengan mengadakan diskusi materi lewat zoom atau google meet.Â
Jadi pada semester kedua ini beliau hanya menugaskan kami untuk menulis artikel saja tanpa adanya zoom atau google meet. Namun, artikel yang kami buat pada semester dua ini tidak menulis tentang materi dari mata kuliah kewarganegaraan, melainkan kami lebih ditugaskan untuk banyak melakukan wawancara tentang tema yang diberikan oleh Pak Edi.Â
Mungkin maksud dari Pak Edi menugaskan demikian karena ingin mahasiswanya untuk memiliki inisiatif lebih baik dalam mengutarakan sesuatu, dan ingin agar kami memiliki rasa keingintahuan yang tinggi dengan mencari apa yang akan ditanyakan untuk wawancara kepada orang yang bersangkutan dengan tema yang diminta.
Sejujurnya tugas ini tidak terasa berat jika tidak ada kendala pada saat melaksanakannya. Kendala yang paling sering terjadi adalah rasa malas yang memuncak hehe.Â
Terkadang rasanya kasur menjadi magnet kutub utara dan punggung menjadi magnet kutub selatannya, sehingga akan terjadi gaya tarik-menarik yang sangat kuat dan sulit untuk melepasnya.Â
Atau kadang ada aura dalam jiwa yang mengeluarkan mindset 'belum dekat deadline' yang membuat saya sendiri menjadi semakin jauh dari keyboard untuk mulai menulis mengerjakan tugas artikel, dan malah melanjutkan kegiatan yang entah apa gunanya.Â
Bahkan disaat gempuran tugas yang bertubi-tubi pada saat mendekati UAS, seringkali diri ini merasa gabut dan lanjut melakukan kegiatan tak berguna lainnya padahal banyak tugas yang mengantri untuk diselesaikan. Dasar saya dan kebanyakan mahasiswa lainnya.Â
Tetapi hal yang paling menghambat saya pada saat semester dua ini adalah laptop saya yang rusak sehingga tidak dapat digunakan untuk mengerjakan tugas, benar-benar hal yang membuat tugas artikel saya menjadi semakin numpuk dan tak terselesaikan.
Sampai pada akhirnya saya baru mengservis laptop saya setelah lebaran karena orang tua saya yang datang ke Malang hehe. Setelah itu baru saya mulai mengerjakan semua tanggungan tugas yang ada secara semangat dan tergesa-gesa, ditambah panik dikit juga.
Untuk kendala pada saat wawancara sebetulnya tidak terlalu banyak sih, mungkin lebih ke bingung mau bertanya apa. Namun, jika sudah berjalan wawancaranya biasanya akan terasa lancar dan lanjut terus kepada topik-topik lainnya dan memperlancar kegiatan wawancara.Â
Tetapi ada kendala yang cukup menyulitkan pada saat materi yang mengharuskan untuk mewawancarai pemuka agama dari agama lain karena harus mendatangi tempat peribadatan mereka.Â
Bahkan pada saat itu saya sampai mendatangi tiga gereja di Kota Malang karena memang kebanyakan tempat ibadah seperti itu membutuhkan izin untuk masuk. Apalagi harus mewawancarai pemuka agamanya, tentu mebutuhkan izin yang jelas untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.Â
Beruntung pada saat saya mendatangi gereja di Jalan Ijen saya dapat langsung bertemu dengan Romo yang ada disana tanpa harus mengajukan surat izin terlebih dahulu, sehingga saya dapat langsung berbicara dan menagendakan acara wawancara dengannya dilain hari bersamaan dengan kesempatan memasuki gereja.Â
Begitupun dengan klenteng, saya sempat mendatangi klenteng namun menerima penolakan seperti saat mendatangi tiga gereja sebelumnya karena tidak membuat izin perjanjian.Â
Akhirnya saya datang kembali ke klenteng karena ternyata disana ada teman saya yang sudah mendapatkan izin untuk wawancara , jadi saya ikut-ikutan kesana deh agar dapat ikut mendengarkan penjelasan tentang klenteng.Â
Jujur ini merupakan pengalaman yang paling menyenangkan pada saat melakukan wawancara karena saya dapat kesempatan untuk memasuki tempat ibadah agama lain dan mendapatkan ilmu yang banyak darisana.Â
Saya pun mengabadikan foto untuk dijadikan kenang-kenangan untuk pengalaman memasuki tempat ibadah agama lain yang entah kapan lagi datangnya. Sungguh pengalaman yang menyenangkan dan mungkin tak akan terlupakan.
Untuk keseluruhan dari sistem pembelajaran kewarganegaraan dari Pak Edi terasa menyenangkan, hanya saja memang kebanyakan malas ini yang membuat tugas dari Pak Edi terasa berat.Â
Padahal jika kita melakukannya dengan enjoy maka akan terasa mudah dan akan ada banyak sekali pelajaran yang kita dapatkan dari wawancara yang dilakukan, karena kebanyakan dari tugas Pak Edi adalah mewawancara orang yang bisa dibilang memiliki sudut pandang dan cara berpikir berbeda dari diri kita.Â
Mungkin cukup itu saja hal yang dapat saya ceritakan dari pembelajaran mata kuliah kewarganegaraan. Saya ingin mengucapkan entah berapa banyak terima kasih kepada Pak Edi atas keunikan beliau dalam membimbing kami, karena atas tugas-tugas dari beliau lah banyak ilmu dan pengalaman baru yang saya dapatkan dengan mewawancarai dan bertanya langsung kepada orang-orang spesial dari tema yang diberikan.Â
Terima kasih juga untuk para pembaca yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca artikel yang saya buat ini, jika ada manfaat yang dapat diambil ya Alhamdulillah, jika ada buruknya dibuang saja, salam literasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H