Santri identik dengan sebutan kepada orang yang menempuh pendidikan khususnya pendidikan agama di pesantren, mereka menetap disana hingga masa pendidikannya selesai. Sebetulnya banyak sekali asal-usul dari kata Santri ini. Dikutip dari https://tirto.id diantaranya adalah:
Salah satu versi mengenai asal usul istilah "santri", seperti dikutip dari buku Kebudayaan Islam di Jawa Timur: Kajian Beberapa Unsur Budaya Masa Peralihan (2001) karya M. Habib Mustopo, mengatakan kata "santri" berasal dari bahasa Sanskerta. Istilah "santri", menurut pendapat itu, diambil dari salah satu kata dalam bahasa Sanskerta, yaitu sastri yang artinya "melek huruf" atau "bisa membaca". Versi ini terhubung dengan pendapat C.C. Berg yang menyebut istilah "santri" berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India berarti "orang yang mempelajari kitab-kitab suci agama Hindu".
Karel A. Steenbrink, seperti dikutip oleh Zamakhsyari Dhofir dalam buku Tradisi Pesantren (1985), mendukung rumusan Berg dan meyakini bahwa pendidikan pesantren, yang kemudian lekat dengan tradisi edukasi Islam di Jawa, memang mirip dengan pendidikan ala Hindu di India jika dilihat dari segi bentuk dan sistemnya.
Nurcholis Madjid lewat buku Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (1999) menautkan pendapat tersebut dengan menuliskan bahwa kata "santri" bisa pula berasal dari bahasa Jawa, yakni cantrik yang bermakna "orang atau murid yang selalu mengikuti gurunya".
Ada pula yang mengaitkan asal usul istilah "santri" dengan kata-kata dalam bahasa Inggris, yaitu sun (matahari) dan three (tiga), menjadi tiga matahari. Dinukil dari tulisan Aris Adi Leksono bertajuk "Revitalisasi Karakter Santri di Era Milenial" dalam NU Online, maksud tiga matahari itu adalah tiga keharusan yang harus dimiliki oleh seorang santri, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan.
Istilah "santri" bisa pula dimaknai dengan arti "jagalah tiga hal", sebagaimana yang tertulis di buku Sejarah Pergerakan Nasional (2015) karya Fajriudin Muttaqin dan kawan-kawan, yaitu menjaga "ketaatan kepada Allah, menjaga ketaatan kepada Rasul-Nya, dan menjaga hubungan dengan para pemimpin".
Namun yang menurut saya paling menarik adalah makna santri per kata dari huruf hijaiyyah yaitu huruf sin, nun, ta', ro', dan ya'. Dan disini saya mencoba memaparkan satu-satu mungkin beberapa dari temen-temen belum mengetahuinya walau sebenarnya ini sudah sangat terkenal dan banyak ditulis hahaha.
Santri dalam bahasa arabnya diawali dengan huruf sin, yang dimaknai Salik fil ibadah. Menurut kiai yang berasal dari Desa Wonorejo itu artinya jalur beribadahnya harus lurus. Dalam hal ini ia menekankan orang tua harus memberikan contoh yang baik untuk keluarganya. Dimana seorang santri dituntut sebisa mungkin menerapkan apa yang telah dipelajarinya di pesantren sehingga ia dapat menjadi contoh yang baik dalam hal beragama bagi masyarakat sekitarnya.
Huruf kedua yaitu nun yang dimaknai dengan Na'ibun anis syuyukh. Santri, kata dia, harus mulai menata hati dan bercita-cita untuk meneruskan perjuangan para sesepuh. Santri harus menjadikan waktu adalah ilmu sehingga tidak ada waktu yang tersisa kecuali untuk menuntut ilmu. Tentunya niat pada saat mondok harus benar yaitu untuk mendalami ilmu agama agar dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Jangan sampai waktu yang telah dihabiskan di pesantren sia-sia begitu saja karena tidak digunakan dengan baik untuk hal yang bermanfaat.
Setelah nun, huruf ketiga ialah ta', Ta'ibun anid dzunub. Yang bermakna Tobat dari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Banyak orang yang berkeinginan masuk pesantren karena ia merasa bahwa dirinya mempunyai banyak dosa dan kesalahan, sehingga pada saat ia masuk pesantren dan mempelajari ilmu didalamnya ia menjadi mengetahui hal-hal apa saja yang diperbolehkan dan dilarang, ia juga jadi mengetahui hukum dari hal-hal tersebut sehingga dapat mengubah diri menjadi kebih baik dan bertaubat dari kesalahan-kesalahan di masa lalu yang telah diperbuatnya.
Huruf ra' yang menjadi huruf keempat dijabarkan menjadi Raghibun fil khairat, yang bermakna senang dengan hal-hal yang positif. Makna asli dari kalimat tersebut adalah mengharap kepada Allah agar dapat tempat terbaik di akhirat. Maskudnya disini adalah kita sebagai manusia tentunya menginginkan tempat terbaik di akhirat, caranya yaitu dengan melakukan hal-hal yang positif sehingga kita mendapatkan berkah. Karena itulah kemudian kita terus mencari ilmu agar bekal kita cukup untuk menghadapi dunia yang fana ini dan dapat menggapai surga nya Allah kelak nanti.
Yang terakhir adalah huruf ya' yang dijabarkan dengan yakin ala man an'amallahu ma'ah. Menjadi santri harus tegas, harus yakin jika Allah sudah memberikan jatah rizki tetapi wajib dibarengi dengan usaha. Maksud dari kata-kata ini adalah kita sebagai santri tentunya harus yakin kepada ketetapan Allah, masing-masing dari kita hidup di dunia ini sudah diberikan porsi rezekinya, akan tetapi dengan mengetahui hal itu jangan sampai membuat kita terlena sehingga kita bermalas-malasan. Karena pada dasarnya rezeki itu tetap harus dicari, kita harus tetap berikhtiar tentunya dengan diiringi do'a juga agar rezeki yang kita dapatkan lebih barokah lagi.
Menjadi santri tentunya merupakah sebuah pilihan, bukan kewajiban. Namun jika kita bisa mencoba sesuatu yang baik mengapa tidak? Tetapi jangan sampai kita menganggap enteng tanggungan sebagai santri, tentunya dengan menjadi santri pastinya banyak yang memandang kita sebagai orang yang berilmu agama. Jadi jangan sampai kita malah membuat pandangan masyarakat terhadap santri menjadi buruk karena perilaku kita yang tidak mencerminkan orang berilmu. Tetap semangat untuk para santri, karena menjadi santri itu selamanya, tidak hanya saat di pesantren. Jadi kita harus tetap berlaku dengan sebaik mungkin dengan menerapkan ilmu yang sudah didapatkan. Selamat Hari Santri! Terima kasih untuk para pembaca yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca tulisan ini, salam literasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H