Mohon tunggu...
LAODE. M. JUNAIM
LAODE. M. JUNAIM Mohon Tunggu... Konsultan - Pegiat Desa/Jurnalis MoJo Indonesia/Pengurus Relawan Pegiat Desa Nusantara (RPDN)

Menulis dan terus menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Stunting : masalah Gizi yang Mengancam Masa Depan Bangsa @KompasianaDESA

26 Januari 2025   19:29 Diperbarui: 26 Januari 2025   19:29 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Stunting adalah salah satu permasalahan serius yang hingga kini masih membayangi masyarakat Indonesia. Sebagai kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis, stunting tidak hanya berdampak pada tinggi badan yang lebih pendek dari anak seusianya, tetapi juga pada perkembangan otak, kecerdasan, dan produktivitas di masa depan. Dalam jangka panjang, stunting dapat menghambat kemajuan bangsa, sehingga dianggap sebagai "musuh bersama" yang harus segera dituntaskan.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan target nasional untuk menurunkan angka stunting menjadi 14% pada tahun 2024. Target ini menunjukkan komitmen besar untuk memastikan generasi mendatang memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Namun, kenyataannya, angka stunting nasional saat ini masih jauh dari target tersebut. Hal ini menandakan bahwa berbagai upaya yang dilakukan selama ini belum maksimal dan masih memerlukan perhatian serius.

Faktor Penyebab Stunting Masih Tinggi di Indonesia

Meskipun pemerintah pusat telah menetapkan program-program strategis untuk menekan angka stunting, implementasi di lapangan sering kali menghadapi berbagai kendala. Berikut adalah beberapa faktor utama yang menyebabkan stunting masih tinggi di Indonesia:
1.Minimnya Keseriusan Daerah
Penurunan angka stunting memerlukan kerja sama yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah. Sayangnya, di beberapa daerah, keseriusan dalam menjalankan program stunting masih kurang. Banyak daerah yang tidak mengalokasikan anggaran secara optimal, sehingga program-program yang direncanakan tidak berjalan efektif.

2.Transparansi Anggaran yang Buruk
Setiap tahun, pemerintah daerah menganggarkan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk program stunting. Namun, realisasi kegiatan di lapangan sering kali tidak transparan. Contohnya, fasilitas puskesmas di banyak daerah masih minim, padahal peran puskesmas sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan dan edukasi tentang gizi kepada masyarakat.

3.Keterbatasan Infrastruktur Dasar
Akses air bersih yang masih terbatas, terutama di daerah pesisir dan pelosok, menjadi salah satu faktor yang memperparah kondisi stunting. Sanitasi yang buruk dan kurangnya air bersih menyebabkan anak-anak rentan terkena penyakit infeksi, yang pada akhirnya menghambat penyerapan gizi.

4.Kurangnya Edukasi kepada Masyarakat
Pemahaman masyarakat tentang bahaya stunting dan pentingnya gizi seimbang masih rendah. Program sosialisasi tentang stunting sering kali belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama di daerah terpencil. Akibatnya, banyak keluarga yang tidak menyadari pentingnya asupan gizi selama 1.000 hari pertama kehidupan anak.

5.Ketimpangan Penggunaan Dana Desa
Di sisi lain, anggaran yang bersumber dari dana desa sering kali lebih efektif dalam mengatasi masalah stunting. Misalnya, program pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil dan balita di beberapa desa telah menunjukkan hasil positif. Pengelolaan dana desa yang transparan ini seharusnya menjadi contoh bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan akuntabilitas penggunaan anggaran stunting.

Tantangan Penanganan Stunting di Daerah

Selain faktor-faktor di atas, tantangan lain yang dihadapi dalam penanganan stunting adalah pola pelaksanaan program yang cenderung seremonial. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk program-program konkret, seperti pembangunan fasilitas kesehatan atau penyediaan makanan bergizi, malah dialokasikan untuk kunjungan kerja atau acara formal yang tidak berdampak langsung pada penurunan angka stunting.

Ironisnya, di beberapa wilayah dengan angka stunting tinggi, masyarakat masih kesulitan mendapatkan akses layanan kesehatan dasar. Puskesmas kekurangan tenaga medis, peralatan, bahkan suplai makanan tambahan untuk anak-anak. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan yang perlu segera diatasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun