Mohon tunggu...
Fiksiana

Rintik Turun Setelah Mendung

13 November 2015   09:23 Diperbarui: 13 November 2015   10:09 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasananya tidak seperti dua Mingu lalu. Hari itu, sore yang manis, Jus nangka yang segar. Hari itu dimana aku pertama kali mengenalnya. Ceritanya biasa saja.

Awalnya duduk sendiri-sendiri, saling tatap bla bla bla, lantas kenalan. Jadian.

Kini hal itu berbeda sekali. Hujan, angin berdesing kuat. Seakan hendak merontokkan genteng-genteng di cafe ini.

Gadis itu marah besar, sekaligus menyesal dan tak tahu harus bagaimana.

"Sumpah aku sendiri tidak tahu kalo kasus itu menyeret bapakmu," terangku pada gadis itu.

Gadis yang kukenal baru dua pekan itu menangis. "Anggota DPR itu...itu..." katanya terbata-bata.
***

Intimidasi, telepon intervensi, sms dan BBM bernada mengancam hampir tiap jam kuterima. Tak hanya pesan mencekam. Pesan yang dapat menggoyahkan jiwa dan iman pun berdatangan. Uang puluhan juta dan wanita dalam sekejap bisa dikirim. Tiap hari aku harus menuju Markas Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi untuk dimintai keterangan sebagai saksi.

"Kami minta identitas dari narasumber pertama Anda itu?" Pinta seorang penyidik.

"Tetap saya tidak bisa kasih pak, ini hak narasumber agar identitasnya tidak terekspose," ujarku.

"Ok, ok, coba perlihatkan rekaman videonya itu!,"

Kuberikan.

***
Lima hari lalu, seseorang datang padaku memberikan sebuah video rekaman. Dimana dalam video tersebut ada empat orang sedang terlihat melakukan transaksi.

Dua orang kukenal wajahnya. Seorang adalah anggota DPRD, dan seorang lagi aparat keamanan.

Iya, mereka sedang melakukan transaksi Narkoba di sebuah Café ternama di daerah ini. Cafe-talisme.

Orang itu sendiri mengaku adalah pegiat anti Narkoba. Yang memang fokusnya melakukan investigasi terhadap oknum-oknum pejabat. Dia juga sering bekerja sama dengan para wartawan. Dan kali ini ia menghubungiku.

"Tolong mas ini ditulis!"

Aku menatap matanya. Bisa kubaca, ia berharap besar agar isu tersebut ditulis.

Kutahu konsekuensi dari menulis berita ini.

Sebagai bahan konfirmasi, pihak BNN daerah, Kepala BNN kutemui.

***
Dua hari kemudian berita itu muat. Sehari sebelum muat, redaktur menelpon, dan bertanya: Sudah siap dengan konsekuensinya? Aku tidak menjawab.

Sifat media, sehari setelah dimuat, media-media lain memuatnya makin memanas.

***
"Anggota DPR itu adalah ayah," ujar gadis itu menangis, terpaku di tempatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun