Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Dirman

3 Mei 2016   00:48 Diperbarui: 3 Mei 2016   15:31 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ah ternyata aku hanya memilikinya sebentar

Dona telah menikah. Sedangkan Dora tetap pada kehidupannya, terkadang dia tertawa sendiri, terkadang dia berbicara kepada makhluk –makhluk tak kasat mata. Dirman semakin tua, rasanya tubuhnya sudah lebih sering mengirimkan sinyal-sinyal untuk beristirahat. Tak ada lagi yang dikhawatirkan Dirman, pula jika ajal menjemputnya. Hanya satu, ya hanya satu, bagaimana nasib Dora kelak. Anak gadisnya yang sekarang lebih sering tertawa sendiri sembari berbincang banyak hal dengan teman-temannya tidak bisa dilihat Dirman.

Akhirnya waktu yang dikhawatirkan Dirman tiba, tubuhnya tiba-tiba lumpuh. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk bekerja di ladang. Istrinya menggantikannya merawat tanaman pisang yang tak seberapa. Dora, putri yang sangat dikhawatikan Dirman itu membantu merawatnya. Tak lama Dirman menyerah kepada pemilik kehidupan, Dirman menyerahkan nyawanya dan juga kekhawatiranya tentang Dora.

Pemakaman Dirman dihadiri banyak orang, kerabat silih berganti meratapi kepergiannya. Satu dua orang kerabat membawa nama Dora sambil meraung. Sama seperti Dirman, para kerabat juga mengkhawatirkan kehidupan Dora.

 Jika ada yang bersukaria di hari itu maka orang itu adalah Dora. Gadis yang lugu itu tidak mengerti bapaknya sudah tertidur selamanya. Dia menikmati keramaian dan suara musik yang dimainkan untuk upacara pemakaman Dirman.

Bebebapa hari berlalu sejak kematian Dirman, kerabat sudah meninggalkan kediaman mereka. Hari itu Dora tampak gelisah. Dia berjalan kesana dan kemari. Lalu gadis itu ke dapur, menjerang air lalu membuat kopi, dimasukkannya ke dalam termos kecil. Tak lupa disertakannya satu cangkir yang terbuat dari aluminium.

“ Kau mau kemana ? “ mamaknya bertanya keheranan.

“ Sudah tiga hari bapak tidak pulang dari ladang sejak kita antarkan, aku ingin memberikan kopi ini untuknya dan menyuruhnya pulang “ jawabnya.

Demi mendengar jawaban anak gadisnya itu, istri Dirman menangis, meraung.

Dora tidak pernah mengerti, Dirman tidak akan pulang, pula dia tidak akan meminum kopi buatannya. Dirman sudah pergi selamanya menggenggam kekhawatirannya tentang Dora hingga akhir hayatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun