Mohon tunggu...
Puisi

Ibu Guru Risa

24 Maret 2016   02:13 Diperbarui: 24 Maret 2016   15:07 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu guru Risa selalu memanggil kami dengan nama, ya seluruh siswa di sekolah yang mulai dari kelas satu sampai kelas tiga yang keseluruhannya berjumlah sekitar 100, dia mengingat semua namanya.

“Kalau kamu ingin menjadi guru maka hal pertama yang harus kamu lakukan adalah mengenal murid-muridmu. Kamu harus memanggil dengan nama mereka “ dia menasihatiku ketika aku mengutarakan keinginanku menjadi guru. Dia berpendapat bahwa dengan memanggil murid-muridnya dengan nama maka akan terjalin ikatan yang sangat kuat antara dirinya dengan murid-muridnya.

Ibu guru Risa selalu memuji apapun yang kami lakukan, entah itu benar atau salah maka hal pertama yang dilakukannya adalah memuji bahwa kami sudah berani bertindak. Jika kami melakukan kesalahan maka dia tidak akan menghukum sampai kami mengakui sendiri bahwa kami melakukan kesalahan.

“Tidak ada gunanya menghukum seseorang tetapi mereka tidak tahu kesalahan mereka. Suatu hari nanti mereka akan melakukan kesalahan yang sama lagi “

Kelas kami adalah kelas demokrasi. Ibu guru Risa selalu membebaskan kami duduk dimanapun kami merasa nyaman. Kelas bahasa Inggris Ibu Risa bukanlah kelas menghafal, dia membiarkan kami berbicara bahasa Inggris. Dia menyuruh kami belajar melalui lagu yang diputar melalui tape usang yang dibeli ibu guru Risa dari penjual barang bekas. Dia mengajari kami menulis pengalaman menggunakan bahasa Inggris lalu membacakannya di depan kelas. Lain hari dia mengajak kami memainkan drama. Begitulah dia membuat kami berbicara bahasa Inggris.

“Kalian harus berhasil dan membangun pulau ini “ begitu dia selalu menyemangati kami.

Suatu pagi bu guru Risa datang dengan sebuah bibit pohon.

“Ini mahoni, saya akan menanamnya di ujung lapangan. Kenang-kenangan dari saya kalau-kalau saya pergi dari pulau ini “ kata bu guru Risa membuatku tertegun.

“Saya tidak akan pergi besok, saya juga berharap bisa tinggal selamanya disini “ dia mengembalikan senyumanku. Dengan sigap aku mengambil alih bibit mahoni itu dan membantu ibu guru Risa menanamnya.  

***

Tahun – tahun berlalu dan ibu guru Risa sudah berhasil memberangkatkan satu per satu anak-anak dari kampung ini untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi di kota. Para orang tua yang tadinya pesimis akan anak-anak mereka yang mungkin berakhir menjadi sama seperti mereka perlahan sirna. Penduduk mengelu-elukan ibu guru Risa. Aku juga berhasil menjadi mahasiswa salah satu perguruan tinggi di kota. Berkat ibu guru Risa aku bisa mendapatkan beasiswa dari pemerintah daerah sedangkan untuk menambah uang saku aku bekerja serabutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun