Lane duduk di kafe Night, ia duduk di meja yang sama ketika pertama kali mengijakan kakinya di kota ini, Jakarta. Tiga tahun lalu. Ini kunjungan yang ke sebelas, duduk di samping jendela yang sama. Ia selalu menikmati Bau samar dengan kopi dan kayu manis.
Lantas pelayan kafe pun akan mendatanginya dengan secangkir secangkir teh herbal, selalu mint. Lembar-lembar daun hijau itu mengendap di dasar gelas. Selalu minuman itu yang Lane pesan tiap kali mampir ke kafe Night.
Lane menemukan Kafe ini ketika baru beberapa bulan bekerja di Sinar.com sebagai jurnalis. Ketika itu ia lelah seharian mengejar narasumber seorang pengusaha. Sekarang setelah tiga tahun, pengusaha itu menjadi seorang politikus ternama bahkan sudah masuk ke dalam jajaran penting pemerintahan. Sangat beralasan sebab sebagaian pengusaha memang harus dekat dengan pengusaha, konon prinsip itu pakai untuk memuluskan usaha bisnisnya. Ketika mulai menanjak pengusaha tak lagi sungkan tampil di media dan setelah kepopuleran di dapat, barulah bersiap siap terjun ke kegaduhan politik. Motivasi membantu masyarakat miskin dan berguna bagi bangsa menjadi dalih.
Selalu ada keresahan tiap kali berhasil mewawancarainya. Antara kegemasan dan amarah, namun sebagai jurnalis, Lane harus bisa menjaga kepalanya tetap dingin dan netral. Tugasnya hanya menyampaikan kebenaran. Bukan mencampurkan sentimentil pribadi. Tak bisa dibayangkan bagaimana Banyu, atasannya selalu dingin itu akan menumpakan seember penuh air di mukanya.
Kafe inilah yang akan menjadi persembunyian Lane setelah bertemu dengan pengusaha dan sekarang politikus itu. Lane akan melihat keluar jendela, ke jalan yang selalu sibuk. Mencoba mengusir kegelisahan atau sebatas merubah kegelisahan menjadi kegelisahan lainnya.
Terdengar dering ponsel, Lane mengangkatnya, terbit seulas senyum di bibirnya yang selalu dibiarkan tanpa tempelan lipstik.
"Hay, Leila Lara Lane...." Nada suara dari ponsel seperti mengeja tiga nama.
"Harry..."
"Dan kau disitu memakai nama Lane. Kenapa bukan Lei...."
"Io sono una donna",jawab Lane seenaknya.
"Tu sei una donna",lantas mereka tertawa. Selalu begitu.