Penampilan Jorge Lorenzo bersama Tim Ducati di seri perdana dan kedua MotoGP musim 2017 memang jauh dari kata mengesankan. Gagal finis di MotoGP Argentina(10/4) setelah pada seri pertama di Qatar (26/3) hanya mampu finis di urutan ke- 11.
Padahal pada awal kedatangan Lorenzo di Tim Ducati, banyak yang menaruh ekspektasi tinggi. Sempat digadang-gadang  bakal mengembalikan kejayaan Tim Ducati seperti saat diperkuat oleh Casey Stoner.
Karakter motor Ducati Desmosedici  menjadi kendala besar. Maklum saja, pembalap yang dijuluki Por Fuera ini sebelumnya sembilan musim memperkuat Yamaha.
Awal kepindahan Lorenzo ke Ducati sempat menimbulkan banyak tudingan. Pembalap asal Spanyol tersebut dinilai hanya ingin mendapatkan gaji yang lebih besar. Berbeda dengan Valentino Rossi saat memutuskan hijrah ke pabrikan asal Italia tersebut pada 2011. Saat itu, Rossi ingin memperkuat  pabrikan tanah kelahirannya.
Namun, Lorenzo membantah semua tudingan itu. Keputusannya hengkang ke Ducati murni karena ingin menjawab tantangan untuk bisa menjadi juara dunia bersama pabrikan berbeda.
Lorenzo tentu ingin mengungguli Valentino Rossi, sudah menjadi rahasia umum jika garasi Yamaha beberapa tahun terakhir ini tidak pernah dalam suasana bahagia. Pasalnya, kedua pembalapnya terlihat ingin menjatuhkan satu sama lain, bukan membangun chemistry yang baik sebagai sebuah tim.
Keputusan Lorenza keluar dari Yahama salah satunya ingin keluar dari bayang-bayang Rossi. Ingin membuktikan bisa melewati prestasi yang di torehkan -The Doctor -julukan rossi.
Valentino Rossi sendiri di Ducati jauh dari kata memuaskan. Selama dua musim memperkuat Ducati, tepatnya pada 2011-2012, Rossi mengalami momen terburuk sepanjang berkarier di MotoGP.
Di musim pertamanya, tepatnya pada MotoGP 2011, Rossi terlihat sangat kesulitan menggeber motornya dengan kecepatan terbaik dan hanya bertengger di posisi 7 di akhir klasemen. Di musim berikutnya, MotoGP 2011 The doctor hanya mampu mengakhiri musim di satu posisi yang lebih baik, yakni enam.
Hanya Stoner
Motivasi kedua Lorenzo tentu membawa Ducati kembali ke masa kejayaan. Sama seperti ketika Casey Stoner datang dan tampil luar biasa pada tahun 2007. Dimana pada tahun itu, Stoner mengawali musim dengan kemenangan spektakuler di Qatar yang kemudian dilanjutkan di Turki dan China. Lantas berhasil memenangi 10 lomba (diantaranya hattrick di AS, Ceko, dan San Marino) dan meraih 6 pole, yang kemudian mengantarnya pada gelar juara dunia MotoGP 2007 dengan selisih 125 poin atas peringkat kedua Dani Pedrossa.
Catatan Stoner itu membuat  Lorenzo ingin menjadikannya mentor pribadi. Namun sayangnya Stoner menolak. Meski tetap memberikan masukan tetapi tidak setiap menghadapi balapan.
MotoGp 2017 baru masuk dua seri, masih banyak sirkuit-sirkuit berikutnya yang menunggu. Masih banyak peluang Lorenzo untuk keluar dari bayang-bayang Rossi maupun kesuksesanStoner di Ducati.
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H