Mohon tunggu...
Trie Yas
Trie Yas Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita Ojek Online, Dulu dan Sekarang

6 Januari 2017   04:20 Diperbarui: 6 Januari 2017   11:35 5531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BUlan Agustus tahun 2015, Banyak yang antri daftar untuk menjadi mitra/pengemudi angkutan online. (sumber foto: Trie Yas)

“Saya memilih keluar dari kantor dan ikut gabung jadi pengemudi ojek online. Kata teman saya yang gabung duluan bisa dapat 10 juta per bulan.,” ujar Mamat pada pertengahan Agustus tahun 2015 lalu.

Mamat dan ribuan orang memadati pelataran parkir barat kompleks Stadion Utama Gelora Bung Karno. Ketika itu bulan Agustus PT Grab Taxi dan Go jek, salah satu angkutan berbasis online sedang melakukan perekrutan massal Grab Bike Kingdom. Mamat bukan satu-satunya yang meninggalkan pekerjaan demi menjadi mitra sebagai driver Grab Bike. Banyak orang dari berbagai profesi dari mulai office boy kantoran, mahasiswa, hingga karyawan bank pun ikut mendaftar.

Awal angkutan berbasis online masuk ke Indonesia, menawarkan standar keamanan, cepat, dijemput dari tempat pemesanan sampai ke tempat tujuan dengan biaya murah meriah. Waktu itu, Grab Bike menawarkan promo lima ribu ke seluruh Jabotabek.

BUlan Agustus tahun 2015, Banyak yang antri daftar untuk menjadi mitra/pengemudi angkutan online. (sumber foto: Trie Yas)
BUlan Agustus tahun 2015, Banyak yang antri daftar untuk menjadi mitra/pengemudi angkutan online. (sumber foto: Trie Yas)
Buat yang mendaftar sebagai mitra/pengemudi dijanjikan beberapa bonus,seperti penambahan saldo 50 ribu jika mengangkut lima kali sehari. Iming-iming bonus itu untuk memikat dan pendorong semangat berkompetisi menarik penumpang. Selain untuk mempopulerkan aplikasi Grab di kalangan masyarakat.

Awalnya, banyak ojek pangkalan keberatan hingga memicu pertengkaran, ada beberapa tempat yang tidak boleh dilalui ojek online. “Perusahaan trsnsportasi online itu sengaja memanfaatkan kami untuk memperkaya dirinya sendiri. Sistem promo yang mereka tawarkan itu sengaja buat bunuh kami para ojek pangkalan,” ujar Rojak yang pertengahan tahun lalu bersama tiga temannya masih tetap bertahan di pangkalan di dekat halte busway Al Alzhar.

Transportasi berbasis online berkembang pesat di Indonesia. Hampir di setiap sudut jalan kita akan menemukan. Keberadaan mereka juga menjadi angin segar buat masyarakat di tengah permasalahan transportasi di Jakarta yang tak kunjung terselesaikan.

Namun masalah satu persatu muncul, trotoar dijadikan tempat berhenti/pakir seraya menunggu customer. Karena banyaknya pengemudi harus bersaing untuk mendapatkan penumpang, sistem aplikasi yang mengutamkan ‘siapa dekat dan cepat dia dapat’. Membuat para pengemudi berkerumpul di tempat bersamaan.

Di sekitar kawasan mal, apartemen atau kampus menjadi targen para pengemudi menunggu pesanan. Sehingga kawasan yang biasanya sudah macet menjadi tambah semakin macet dan semrawut.

Tak sedikit pengemudi ojek online melanggar peraturan. (Sumber foto: Trie yas)
Tak sedikit pengemudi ojek online melanggar peraturan. (Sumber foto: Trie yas)
Kedua masalah kesejahteraan. Para pengemudi yang sedari awalnya digandeng sebagai mitra, bukan karyawan. Mulai banyak mengeluh karena penghasilan berkurang drastis. “Sebulan mendapat 3 juta saja susah. Apalagi akhir-akhir ini dengan adanya kisruh menjelang  pilkada.Saya baru narik satu sampai siang ini,” ujar Anto siang itu dalam perjalanan sambil bercerita, sepinya pemesan karena diduga mendukung salah satu pasangan calon.

Siang kemarin (5/1) pesan Grab tidak seperti biasanya yang tidak perlu menunggu 10 sampai 30 menit. Lamanya ini disebabkan banyaknya pengemudi Grab yang demo. Mereka yang tidak ikut demo mengantar penumpang tanpa seragam atau helm hjau identitas mereka. “Saya tidak ikut teman-teman demo, jadi saya ngga pakai seragam. Karena kalau ketahuan tak enak,” ujar Agus ketika ditanya kenapa tidak seperti standar biasanya.

Lebih lanjut Agus bercerita teman-teman Grab berdemo karena merasa sebagai mitra tidak didengar. Dengan adanya penurunan tarif per kilometer di bawah dari tetangga/pesaing sebelah membuat penghasilan mereka menurut, terlebih uang ganti promo sudah jauh menurun dibandingkan dulu waktu awal-awal gabung. “Dulu dari Blok M ke GBK tarif sepuluh ribu, kami dapat lima puluh ribu. Sekarang sudah ngga segitu”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun