Mohon tunggu...
Trie Yas
Trie Yas Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Bamboo Biennale II; Rebung yang Tumbuh & Berkembang Secara Mandiri

31 Oktober 2016   20:59 Diperbarui: 1 November 2016   08:22 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bamboo Biennale merupakan event bambu 2 tahunan dan satu-satunya di dunia. Memamerkan karya dengan materi bambu dengan melibatkan ahli bambu, arsitek, komposer, musisi, perajin dan pengiat bambu dari dalam maupun luar negeri.

Setelah pertama kali dihelat tahun 2014 dengan tema utama BORN/ LAHIR yang merupakan kelahiran dari kebudayaan dan sekaligus memuliakan bambu kembali beserta manusia dan masyarakatnya. Tahun 2016 ini Bamboo Biennale II sukses diadakan di Benteng Vastenburg, Solo, Jawa Tengah (8-30 Oktober). Mengangkat tema HOPE yang diibaratkan dengan rebung yang merepresentasikan sebuah kesiapan. Tumbuh dan berkembang secara mandiri.  Di usia muda, rebung sudah memiliki manfaat bagi manusia.

Memamerkan instalasi-Intalasi dari perajin dan pengiat bambu. (Foto: Trie yas).
Memamerkan instalasi-Intalasi dari perajin dan pengiat bambu. (Foto: Trie yas).
Bamboo Biennale diharapkan akan terus berkelanjutan dengan membawa inovasi baru sekaligus dapat mempertahankan bambu di Indonesia. Mengingat bambu sebagai material masa depan yang mampu meningkatkan ekonomi masyarakat dengan menggali potensi, menstimulasi dan menghimput ide kreatif dari para penggiat bambu kepada masyarakat luas.

Ironisnya, seiring perjalanan waktu penggunaan bambu mulai pudar dan berkurang. Misalnya, di banyak pedesaan, rumah bambu sudah tidak populer lagi, dianggap tidak bergengsi/ prestisius. Beberapa produk dan perkakas sudah mulai menggunakan material modern lain seperti metal dan sintetis. Di perkotaan, kita banyak lihat bambu sebagai bahan baku sumpit. Alat bantu penyangga dalam pembangunan gedung/ rumah.

Pameran Bamboo Biennale menarik masyarakat sekitar maupun dari luar kota Solo. (Foto: Trie yas)
Pameran Bamboo Biennale menarik masyarakat sekitar maupun dari luar kota Solo. (Foto: Trie yas)
Bamboo Biennale dikemas dengan menarik sehingga tidak hanya memikat para perajin dan pengiat bambu untuk unjuk gigi dengan memamerkan karya-karya mereka. Namun, mampu menarik masyarakat datang dan ikut terinspirasi.

Bamboo Biennale II 2016. (Foto Trie yas)
Bamboo Biennale II 2016. (Foto Trie yas)
Tempat-tempat pameran dan workshop tidak sembarangan dipilih. Workshop jembata di Taman Pakir Mayor dipilih untuk menghidupkan kembali arena pakir dan menghubungkan dengan Pasar Gedhe. Sedangkan taman baca Banjarsari menghidupkan area yang biasanya digunakan sebagai tempat edukasi untuk lebih mendorong warga berkunjung.

Pengunjung banyak yang datang dan foto selfi.(Foto: Trie yas)
Pengunjung banyak yang datang dan foto selfi.(Foto: Trie yas)
Meski Bamboo Biennale II baru saja selesai, Bamboo Biennale III dan IV sudah dirancang. Bamboo Biennale III mengambil tema GROWING/TEMA akan diselenggarakan pada tahun 2018.  Sedang tahun 2020 mengangkat tema SUSTAIN/RUMBUN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun