Mohon tunggu...
Trie Yas
Trie Yas Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

[Resensi Buku] Mengingat Janda-Janda Korban Terorisme di Bali

22 Oktober 2016   20:01 Diperbarui: 23 Oktober 2016   14:59 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Janda-janda Korban Teroris Bom Bali dicetak dua bahasa yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Warga Bali mayoritas beragama Hindu taat dengan adat. Sebelum mereka menemukan jasad suaminya, ada yang melakukan ritual untuk mencari tanda-tanda yang membuka jalan sehingga suami mereka ditemukan.

Ni Made Kitik salah satu istri korba dan anak-anaknya yang sekrang sudah lulus sekolah dan bekerja.
Ni Made Kitik salah satu istri korba dan anak-anaknya yang sekrang sudah lulus sekolah dan bekerja.
Salah satunya, Ni Made Kitik dalam buku tersebut dia menerangkan melakukan upacara tertentu yang awalnya untuk mengobati kondisi tubuhnya yang kurang sehat, Ironisnya seperangkat banten yang seyogyanya disiapkan Ni Made Kitik sebagai sarana penyembuhan, akhirnya digunakan untuk menanyakan kondisi Almarhum Nyoman Mawa, suaminya.

Kisah Ni Luh Mendri membuat saya yakin perempuan Bali ialah perempuan yang kuat-kuat dengan segala adat yang mereka harus terima. Ketika Suaminya, Wayang Sukadana, salah seorang security di Sari Club tempat yang porak-poranda, diterjang bom.

Ia harus menjadi tulang punggung keluarga dengan dua orang anak dan nekat keluar rumah dari mertua karena keinganan anak-anak membangun rumah dari lahan yang sebelum suami meninggal mereka beli. Bagi masyarakat Bali perempuan tidak memiliki hak waris dan meskipun ditinggal suami, tidak bisa serta merta meninggalkan rumah, pulang ke rumah orang tua. Harus melalui adat 'memulangkan' (dikembalikan ke rumah orang tua). Akibat kenekatanya, Ni Lih Madri harus menerima kekecewaan dan pandangan kurang baik dari keluarga suami.

Terkadang dalam tekanan dan impitan ujian dari Sang Kuasa, akan timbul kekuatan besar tanpa kita sadari hingga kemudian hari kita baru sadar kita mampu melaluinya. Kisah mereka tidak menunjukkan kesedihan, melainkan sebuah kisah nyata inspirasi tentang bagaimana sekelompok janda menjalani hidup dan membesarkan anak-anak mereka dalam situasi sulit.

Telah 14 tahun berlalu dan pemerintah tidak boleh menutup mata. Menyembuhkan luka fisik itu masih bisa dalam waktu tertentu. Tapi kalau untuk menyembuhkan luka batin harus berkonsultasi terus dan terus. Untuk itu mereka mengharapkan pemerintah membangun trauma centre atau lembaga pendampingan tempat mereka menyampaikan yang mereka rasa.

Seperti yang mereka suarakan di buku yang melibatkan ketua tim penulis Thiola F Marpaung (Lina), penulis oleh Dwi Yani, desain sampul Slamet Melda dan penerjemah Anak Agung Lea. Buku ini diterbitkan pertama kali oleh PT Percetakan Bali dengan dua bahasa yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Buku yang sangat menarik, yang mengungkap pikiran, perasaan serta kisah-kisah keluarga korban yang belum terungkap. Menjadi salah satu sejarah sebagai bagian gelap dan terangnya Bali.

Buku Janda-janda Korban Teroris Bom Bali dicetak dua bahasa yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Buku Janda-janda Korban Teroris Bom Bali dicetak dua bahasa yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun