Mohon tunggu...
Trie Yas
Trie Yas Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sesajen dalam Tradisi

10 Oktober 2016   19:32 Diperbarui: 10 Oktober 2016   19:46 2620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hampir semua Adat pernikahan di Indonesia ada ritual turun temurun ajaran nenek moyang.

Di bumi Nusantara ini, hampir semua upacara adat menggunakan sesajen. Upacara pernikahan adat Jawa, misalnya. Dalam tradisi Jawa, sesajen biasanya akan disiapkan sebelum pemasangan tarub dan bekletepe. Sesajen yang disajikan diantaranya berupa nasi tumpeng, berbagai macam buah-buahan, lauk-pauk, penganan (kue jajan pasar), minuman, bunga, jamu, daging kerbau, gula kelapa dan sebuah lentera. Umumnya perangkat dan isi sesajen hampir serupa pada setiap daerah.

Sajen atau sesaji adalah tradisi yang masih menjadi perdebatan. Bukan karena dianggap kono dan aneh tetapi sesajen memiliki makna dan spirit unik, dinilai sangat sakral. Ritual yang merupakan warisan dari budaya Hindu dan Budha ini juga dilakukan sebagian masyarakat Jawa yang masih memegang teguh nilai-nilai tradisi. Lebih dikenal dengan Kedjawen.

Dalam Kedjawen, sesajen merupakan bentuk sopan santun kepada “Mahluk Halus” yang termasuk dalam kategori Pihak Lain (Alam, Mahluk Halus, Sesepuh, Orang Lain, dlsb) yang ada di sekitar kita. Oleh sebab itu, masih banyak yang menganggap tradisi sesajen kedjawen sirik dan dipandang mistik.

Budaya sesajen harus diluruskan, yakni makanan harus diberikan kepada orang lain agar tak mubazir. Selain itu stigma masyarakat akan tradisi sesajen harus diubah. Bukan lagi sebagai bentuk menghormati para sesepuh tetapi sebagai rasa syukur Kurunia_Nya.

Sehingga kegiatan dalam upacara adat, termaksud kedjawen bisa dimasukan sebagai sebuah kebudayaan yang patut dilestarikan dengan tujuhan menarik wisatawan. mengingat Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang memiliki beragam kebudayaan dan budaya yang masih berkembang hingga saat ini. Adanya beragam suku, dan agama di masyarakat jawa dan di temukan sistem nilai-nilai budaya.

Hampir semua Adat pernikahan di Indonesia ada ritual turun temurun ajaran nenek moyang.
Hampir semua Adat pernikahan di Indonesia ada ritual turun temurun ajaran nenek moyang.
Jika di jawa atau kedjawen sesajen masih menjadi perdebatan, bagi Buddahisme sesajen merupakan alat sarana untuk menghormat para makhluk-makhluk yang ada dialam neraka. Bentuk penghormatan yang ada dalam ajarannya karena agama Buddha mengajarkan tentang belas kasihan kepada semua makhluk.

Sedang bagi masyarakat Bali sesaji ialah bentuk rasa syukur kepada para Dewa yang telah memberikan kesejahteraan bagi kehidupan mereka. Jika datang atau berlibur ke Bali akan banyak ditemukan sesajen bunga di pantai, di teras rumah atau penginapan, di depan pintu masuk, di jalan ataupun di trotoar.

Di daerah Bali sesajen bukan hal yang asing.
Di daerah Bali sesajen bukan hal yang asing.
Bunga memiliki makna filosofis, harum semerbak bunga dikiaskan berkah yang berlimpah dari para leluhur, dapat mengalir kepada keturunan. Aroma bunga, dapat menjadi ciri khas masing-masing leluhur.

Bali memikat para wisatawan bukan hanya lewat pesona alam yang indah tetapi juga kebudayaan masyakatnya. Harusnya masyarakat jawa juga bisa memandang dan merubah tradisi Kedjawen menjadi suatu tradisi budaya yang menarik dan menghibur agar diera grobalisasi ini tradisi kedjawen tidak punah digerus zaman.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
img-6552-57fb892b06b0bd34204e87bb.jpg
img-6552-57fb892b06b0bd34204e87bb.jpg
img-2947-jpg-57fb8937b39273b017a372a5.jpg
img-2947-jpg-57fb8937b39273b017a372a5.jpg
Foto-foto Koleksi Prabadi (Trie yas/aka.lanang)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun