Wayang Potehi di mainkan di tempat yang agak luas, dibuat panggung lengkap dengan atap (seperti bedeng). Di sisi depan dibuatkan panggung kecil tempat boneka-boneka dimainkan.
Di masa Presiden Soekarno, wayang potehi cukup populer di tengah masyarakat. Tetapi pada awal era Orde Baru, seni wayang ini menghilang dari kehidupan masyarakat. Sesuai Inpres Nomor 14 Tahun 1967, tidak dibenarkan melaksanakan ibadah yang berbau leluhur (Cina) secara mencolok, tetapi boleh dilaksanakan secara intern di lingkungan sendiri. Pada masa itu, wayang potehi hanya dipertunjukkan di kalangan terbatas saja. Padahal kesenian ini telah mengalami akulturasi, tumbuh bersama budaya lokal dan menjadi budaya Indonesia. Dalam masa suram, Wayang Potehi sangat sulit untuk melakukan pementasan meskipun wayang ini dimainkan oleh penduduk pribumi. Setelah reformasi wayang Potehi dapat dipentaskan kembali, namun masyarakat sekitar sulit untuk memahami dan menerima budaya ini. Mereka lebih senang mengembangkan kesenian barongsay yang lebih atraktif.
Wayang sekarang mulai berkembang menyesuaikan jaman. Banyak dalang memainkan wayang modern dengan menyesuaikan alat dan bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat khususnya kaum muda atau anak-anak sekolah. Jadi sudah saatnya wayang Potehi lahir kembali setelah sekian lama di bungkap oleh kekuasaan.*
Foto-foto: Koleksi Pribadi (Trie yas)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H