[caption caption="Metropolis merupakan salah satu karya penting dalam sejarah dan memiliki biaya produksi termahal pada masanya. Film bisu eskpresionis Jerman ini disutradarai oleh Fritz Lang dari mulai tahun 1925-1926."][/caption]
Indonesia mendapatkan kesempatan untuk menjadi tamu kehormatan dalam “Frankfurt Book Fair”, ajang sastra dan kebudayaan taraf internasional di Jerman pada 14 – 18 Oktober 2015. Tetapi sebelum menjadi tamu kerhormatan, Jerman fest akan lebih dulu datang menyapa masyarakat Indonesia.
Jerman Fest, sebuah festival Indonesia–Jerman dalam rangka merayakan hubungan baik antara kedua negara diselenggarakan berkat kerja sama antara Goethe-Institut Indonesien, Kedutaan Besar Jerman di Jakarta dan EKONID di buka Sabtu (5/10) dengan sebuah pemutaran film bisu yang epik, “Metropolis“ di Teater Jakarta. Pertunjukan tersebut juga disiarkan secara langsung di pelataran terbuka yang dapat mengakomodasi hingga ribuan penonton.
“Metropolis“ adalah film bisu ekspresionis Jerman yang disutradarai oleh Fritz Lang dari mulai tahun 1925 sampai 1926. Berlatar kota masa depan dengan tingkat sosial yang terbagi-bagi, film ini adalah film panjang bergenre fiksi ilmiah pertama.
"Film ini mengandalkan kehidupan kota dengan masyarakat dan lingkungan modern, juga ketegangan sosial seperti Jakarta saat ini," tuturnya Heinrick Blomeke. Direktur Goethe-Institut Indonesien.
Dianggap sebagai salah satu karya terpenting dalam sejarah, “Metropolis” merupakan film dengan biaya produksi termahal pada masanya. Musik skor yang digubah oleh Gottfried Huppertz adalah hasil dari banyaknya pengaruh yang ia terima dan merupakan sebuah terobosan baik dalam pendekatan maupun realisasinya.
[caption caption="Orkes Film Jerman Babelsberg (Filmorchester Babelsberg) membawa 60 musisinya untuk tampil mengiringi "Metropolis" di Indonesia. Musik skor yang dibawakan Orkes Film Babelsberg adalah karya Gottfried Huppertz. Setelah penampilan di Jakarta, orkes film asal Berlin tersebut juga akan turut mengiringi pemutaran Metropolis di Bandung dan Surabaya."]
Penayangan perdana versi durasi asli bersama 60 musisi dari Orkes Film Jerman “Babelsberg“ yang didatangkan langsung dari Berlin. Orkes ini dikenal karena konser film yang biasa mereka suguhkan mampu menghidupkan film dan musik skor bagi penonton seluruh dunia dengan cara yang sangat mempesona dan memikat. Orkes Babelsberg mewujudkan sebuah sejarah yang kaya dan pada saat yang bersamaan membukukan sejarah dari perfilman Jerman.
"Kami ingin melakukan kombinasi antara film dan musik, jadi kami membawa orkes ke Jakarta untuk pembukaan Jerman Fest. Tidak hanya visual, tapi juga kami ingin memberikan pengalaman musik untuk penonton," ujar Heinrick.
“Kami ingin membawa suasana festival musim panas Jerman ke Jakarta dengan orkesnya main di dalam teater, di panggung, tapi suaranya akan diperdengarkan sampai ke halaman depan teater. Begitu juga filmnya disiarkan untuk penonton di luar teater,” tutur Klaus Peter Beye. Pendiri Orkes Film Jerman Babelsberg.
Kolaborasi besar di bidang seni, sains, olahgara, politik dan ekonomi antara Indonesia dengan Jerman, yang mengusung tema ‘Bersama Menuju Masa Depan’. Siap hadir selama 3 bulan di Banda Aceh, Medan, Bandung, Balikpapan, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan Makasar.
[caption caption="Area Pelataran TIM Cikini (05/09) ?- Pembukaan Jerman Fest turut menyulap area pelataran TIM Cikini menjadi area "layar tancap"?, yang didasari semangat festival musim panas di kota (summer-in-the-city)."]
Jerman Fest dirancang untuk mendorong pertukaran informasi yang bermanfaat antara Indonesia dan Jerman, termasuk di dalamnya partisipasi dari para tokoh, institusi dan pelaku budaya penting dari kedua negara –dengan demikian, hubungan antara Indonesia dan Jerman akan diperkuat dan menjadi fondasi yang kokoh untuk masa depan yang kreatif.
Seperti di selenggarakan Ruang Suara, sebuah ensamble modern yang akan digelar di Salihara, Jakarta pada 2 Desember, ISI Yogyakarta 4 Desember dan Selasar Sunaryo Bandung 6 Desember. Selain itu ada 17 produksi terbaru Jerman yang siap menyambangi bioskop di berbagai kota sepanjang September ini. Antara lain ‘Labyrinth of Lies’ karya Giulio Ricciarelli dan ‘The Salt of the Eart’ karya Wim Wenders dan Juliano Ribeiro Salgado. Film pemecah rekor penjualan tiket bioskop di Jerman, ‘Fuck Ju Gohte (Suck Me Shakespeer)’, dan film berjudul ‘As We Were Dreaming’ karya salah satu sutradara terpenting Jerman saat ini, Andreas Dresen.
Bidang ilmu pengetahuan, bisa menyaksikan pameran bertajuk ‘Jerman Negeri Penemuan’ yang digelar di Goethe Institut, Jakarta mulai 6 hingga 27 September. Pameran sains yang digelar di Museum Nasional, Jakarta pada 5-15 Oktober. film Sains juga bisa dinilmati dalam sesi Science Film Festival yang digelar di sejumlah kota pada 12-26 September.
Konser Dalam Dekapan Damai yang merupakan kolaborasi antara Paduan Suara Paragita UI, PSM Unpad dan e Deum Voice Medan bersama dengan Rundfunkchor Berlin digelar di Aula Simfonia Jakarta (21/10), Aula USU Medan (24/10) dan Aula Unpad Bandung (27/10).
Sebelum Indonesia bertandang ke Jerman dalam memperkenalkan karya literatur sastrawan dalam menggambarkan keragaman kebudayaan, tak ada salahnya kita juga melihat dan menikmati kolaborasi di bidang seni, sains, olahgara, politik dan ekonomi dengan negara berjuluk “Panser” ini.
*
Foto-foto hak cipta dari Ramos Pane
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H