[caption id="attachment_417008" align="aligncenter" width="614" caption="Pintu masuk Keraton Yogyakarta"][/caption]
Indonesia terdiri dari aneka ragam budaya, setiap daerah, penduduknya memiliki ciri khas tersendiri dan kepercayaan yang sudah terlanjur mengakar. Mochar Lubis pernah menuliskan lewat pidato 1988 tentang ciri-ciri manusia Indonesia dengan mitos-mitos (baca).
Mungkin di tahun sekarang ada sebagian masyarakat yang tak sreg atau bahkan tidak habis pikir dengan tradisi kita. Atau hanya akan menganggap sebatas proses dari kehidupan dari zaman ke zaman. Namun disisi lain juga ada rasa sayang dengan kebudayaan namun tak terlalu mau mengenal. Contohnya dengan keberadaan kerajaan.
Ya, di Indonesia masih ada kerajaan mungkin yang masih berdiri eksis adalah kerajaan atau Keraton Yogyakarta, dimana Sang Raja sangat dicintai bahkan melebihi kepala negara. Jika tak percaya, coba datang ke kota budaya tersebut. Di keraton masih banyak Abdi Dalem (baca) dan tanyakan alasan mereka mengabdikan diri kepada rajanya. Sekarang dimana kita akan menemukan seseorang yang ikhlas mengabdikan dirinya, hidupnya kepada pimpinan yang mereka yakini akan membawa kedamian, ketentraman dalam hidup.
Abdi Dalem berpendapat dengan dekat dengan raja merasa senang dan dalam kenyataannya meski usia mereka sudah bisa dibilang lanjut (60-80) tapi ada pancaran kebahagian dalam berkegiatan di lingkungan keraton. Seorang priseden RI tak ada yang melayani mereka seperti hal yang dilakukan para abdi dalem. Kita bisa lihat ketika kampanye  ada tim sukses dan pendukung setia tetapi ternyata dibalik dukungan tersebut ada tujuhan. Minta jatah jabatan.
[caption id="attachment_417009" align="aligncenter" width="614" caption="patung Abdi Dalem"]
Tak heran sekarang Keraton Yogyakarta sedang disorot karena Sang Raja, Sri Sultan HB X mengeluarkan Sabda Raja untuk pertama kalinya. Banyak para sesepuh menghubungkan Sabda Raja dengan karya pujanga Rangga Warsita yang diyakini dalam karya-karyanya tersebut adalah ramalan. Kerajaan di Jawa akan terbelah dan tidak lagi harum dan berjaya. Konon setelah keroton Surakarta sudah pecah dengan perebuatan kekuasaan akan disusul dengan Keraton Yogyakarta. Dimana masih ada hubungan darah (saudara dengan keraton Surakarta). Para sesepuh (orang tua) menyakini di bawah pimpinan Sri Sultan HB X inilah masa kejayaan kerajaan di Indonsia akan runtuh. Sebab Sang Raja tidak memiliki penerus. Semua anak Sri Sultan HB X perempuan dan di Jawa ada semacam pantangan perempuan menjadi Raja/Ratu. Jadi tahta akan turun kepada Adiknya atau anak laki-laki dari adik Sang Raja.
Keluarnya Sabda Raja yang memuat tiga poin penting memulai babak baru Keraton Yogyakarta, yaitu: Memutus tradisi. Mengganti gelar 'Buwono' menjadi 'Bawono', 'Kaping Sedasa' menjadi 'Kaping Sepuluh', dan penghilangan 'Khalifatullah'. Dengan kata lain Sri Sultan sudah memutus tradisi sebab gelar tersebut sudah dipakai sejak Sri Sultan HB I.
Sri Sultan sendiri mengaku dapat bisikan sehingga harus cepat menyampaikan Sabda Raja untuk pertama kali ia ucapkan selama menyandang sebagai Raja. Bisikkan itu yang oleh orang awan mungkin dikira mengada-ngada tetapi orang-orang jawa akan mengerti meski hanya orang orang sepuh saja yang mengakui kehebatan Sang Raja sedang orang-orang jawa yang terlahir sekarang akan menganggapnya aneh atau hanya mengada-ngada, bagian dari tradisi dan bagian dari politik sebab dalam Sabda tersebut Sang Raja mengganti nama putri sulungnya GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi yang diartikan sebagai pengganti raja.
Masalah Tahta Raja, tentu Sri Sultan lebih paham. Dia sudah memimpin kota Jogja selama 27 tahun dan tetap menjadi kota istimewa. Pernah diwacanakan Jogja akan dipimpin oleh seorang Gubernur tetapi dalam kenyataannya warga Jogja tidak mau. Dia sangat menghormati Rajanya melebih Presiden. Pemimpin suatu bangsa.
Tentu Sri Sultan sudah melihat dan belajar dari saudaranya Keraton Surakarta yang terbelah karena perebutan kekuasaan. Dan ramalan Rangga Warsito pasti sudah tak asing di telinga beliau. Jadi Sang Raja akan bisa bijak dalam memainkan politiknya dan kekuasaan yang diembat.
Keraton Yogyakarta dalam kepimpinan Sri Sultan HB V pernah mengalamai gejolah politik dan perebutan kekuasaan, dimana Sang Raja terbunuh di tangan istrinya. Sehingga Tahta berpindah ke Sang Adik peristiwa itu terjadi ketika nama Indonesia belum terlintas. Tanah air kita masih terjajah Belanda. Jika sekarang Sri Sultan HB X memulai dengan perang saudara perebutan kekuasaan. Mungkinkah Yogyakarta masih bisa menjadi Provinsi Istimewa yang terkenal dengan kepimpinan Raja yang dieluh-elukkan rakyatnya?
Tentu kita masih ingin melihat Jogja dipimpin oleh Raja bukan seperti kota lain, Gubernur. Kota Jogja meski identik dengan keraton tetapi juga kota budaya, kota pelajar dan Sri Sultan HB X selama 27 tahun mampu memimpin dan mengubah wajah Jogja dengan warna, mengikuti perkembangan zaman tetapi tetap tak melupakan dan menjaga tradisi.
Ramalan Rangga Warsito tidak bisa lepas dari masyarakat Jawa, sebagian besar masyarakat masih meyakini. Mungkin ramalan itu jatuh di masa kepimpinan Sri Sultan HB X? tentu kita masih ingin melihat keraton Yogjakarta tetap kokoh seperti sekarang dan Sang Raja tetap memimpin masyarakat Jogja.
*
Â
 Â
[caption id="attachment_417014" align="aligncenter" width="369" caption="Silsilah Raja"]
[caption id="attachment_417015" align="aligncenter" width="700" caption="foto-foto Putri Sri Sultan Hamengkubuwono X"]
[caption id="attachment_417017" align="aligncenter" width="491" caption="Sri Sultan Hamengkubuwono IX"]
Foto-foto: Koleksi pribadi (Trie yas) www.kompasiana.com/lannang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H