Selama anda tidak mampu mencontohkan caranya, maka segala keahlian anda dalam berbicara sama halnya dengan sebuah speaker aktif saja. - Â LW
Suatu kali, seorang pengusaha furnitur metal bercerita kepada saya tentang pengalamannya dalam hal memimpin perusahaannya. Ia bercerita betapa pentingnya seorang pemimpin tahu kondisi lapangan, bukan hanya semata-mata percaya pada laporan anak buah saja. Tidak berarti tidak percaya kepada kinerja anak buah, ini lebih kepada pemimpin harus mengkonfirmasi laporan anak buah dengan kondisi riil di lapangan.
Dan hal pertama yang harus dilakukan adalah turun ke lapangan itu sendiri, untuk melihat langsung kondisi terkini. Dengan harapan tidak ada masalah operasional yang mengganggu, namun jika terpaksa ada masalah maka sebagai pemimpin tertinggi ia tahu persis masalah itu, akar masalahnya, dan memikirkan solusinya.
Inilah kisahnya. Ia tidak akan pernah bisa lupa akan kegundahannya ketika suatu hari bagian keuangan melaporkan bahwa biaya pembelian cat dalam 6 bulan terakhir  terus melonjak naik, ia merasa ada yang tidak beres,  hasil penjualan relatif sama setiap bulannya tetapi mengapa biaya produksinya naik. Ini menggerus keuntungannya dalam beberapa bulan terakhir. Akhirnya ia turun gunung, melihat langsung  ke jalur produksi, dan ketika tiba di bagian pengecatan ia menemukan bahwa ada berkarung-karung cat bubuk bekas yang menumpuk.
Ia bertanya kepada salah satu tukang cat disana, mengapa ada banyak tumpukan karung cat bekas seperti itu. Si tukang cat menjawab bahwa ia belum menemukan cara pengecatan yang paling baik sehingga jumlah cat bubuk yang gagal menempel pada produk lalu jatuh ke lantai bisa sesedikit mungkin. Ia bertanya kepada tukang cat berapa karung cat terbuang setiap bulan, dan si tukang cat menjawab kurang lebih 10 karung dengan berat per karung 5 kg.
Pak Pengusaha ini  kemudian berkata bahwa  harga cat bubuk itu adalah 100 ribu rupiah per kilogram, artinya dalam sebulan ada 5 juta rupiah uang yang dibuang dalam bentuk cat bubuk  yang tidak terpakai. Jika harga beras per 1 kilogram adalah 10 ribu rupiah maka dalam sebulan sama saja dengan membuang-buang 500 kilo gram beras. Jika 1 kilogram beras bisa untuk makan 5 orang, maka ada 2.500 orang yang kehilangan jatah makannya.
Mendengar itu, si tukang cat terperanjat. Lalu bertanya, apa yang harus dilakukannya agar tidak terjadi lagi pemborosan bubuk cat yang sia-sia. Sang pengusaha menjawab dengan sebuah pertanyaan, maukah kamu tahu caranya?
Kemudian ia mengajak tukang cat itu ke ruangan kerjanya, ia membuka laptop dan googling: cara mengecat powder coating yang efektif. Dan tak terasa 3 jam sudah mereka larut dalam diskusi yang sangat hidup dan cair, Â untuk menemukan cara kerja baru yang efektif dan efisien.
Jika kita cermati kisah pengusaha ini, ada beberapa pelajaran penting berupa tindakan nyata yang langsung bisa dipraktekkan oleh para pemimpin  ketika ada masalah. Mari kita cermati:
Turun ke lapangan
Lapangan adalah tempat semua hal terjadi, ini adalah area kerja, area terjadinya operasional perusahaan, disanalah ada data dan fakta yang selalu jujur apa adanya. Kalau di organisasi istilah lapangan yang dimaksud bisa berupa keadaan masing-masing anggota organisasi, hubungan antar personal, pola komunikasi yang terjadi antar pimpinan, atau hal lain yang mempengaruhi organisasi.
Turun ke lapangan atau tempat kerja dalam konteks budaya industri di Jepang disebut dengan istilah Gemba. Sedangkan di barat dikenal dengan nama management by walking arround (MBWA), dalam bahasa kita dikenal dengan istilah Turba alias turun ke bawah.
Jika anda ingin mendapatkan fakta riil dari sebuah masalah jangan hanya mendengar dari cerita orang, turunlah ke bawah, ke lapangan dan lihatlah fakta masalahnya dengan mata kepala sendiri. Jika anda ingin melengkapi masalah yang sudah anda temukan tersebut dengan data, maka ambillah data-data yang ada dilapangan sebab data dilapangan hampir 100% jujur tanpa dusta.
Menemukan Akar Masalah dan Solusinya
Mengetahui ada masalah itu sangat penting bagi seorang pemimpin. Tidak boleh seorang pemimpin tidak memiliki kepekaan untuk mendeteksi adanya sebuah masalah, sangat berbahaya jika pemimpin selalu berasumsi bahwa semua baik-baik saja. Masalah yang tidak terdeteksi bisa menjadi bom waktu, yang jika meledak sudah tidak mungkin lagi ditanggulangi karena sangat parah dampak kerusakannya.
Jika mengetahui ada masalah adalah level pertama, maka level kedua yang lebih dalam adalah menemukan akar masalah. Akar masalah ibarat akar pohon. Ketika ada masalah daun rontok pada pohonnya, bisa jadi karena akar-akar yang bertugas mencari makanan sedang sakit bahkan membusuk atau mati. Jika akar sakit tidak segera diobati, maka matilah seluruh; pohon bisa cepat, bisa lambat, tergantung  sikap dan tanggungjawab anda dalam menanganinya.
Akar masalah bisa ditemukan dengan berbagai cara, misal melalui pengamatan pada proses yang terjadi. Atau ada cara sederhana yang lebih mudah yaitu dengan bertanya. Bertanya  kepada pelaku peristiwa. Kalau dalam contoh pak Pengusaha diatas adalah ia bertanya kepada si tukang cat, anda akan bertanya kepada siapa?
Mencontohkan Caranya
Inilah yang terakhir dari semua proses, dan ini juga akhir dari tulisan ini. Pemimpin yang efektif adalah yang mampu menginspirasi anak buahnya, dan salah satu caranya adalah dengan memberikan contoh. Mencontohkan cara dalam menyelesaikan sebuah masalah, cara baru dalam melakukan pekerjaan yang lebih efektif dan efisien, cara berbicara yang lebih elegan, cara berpikir yang sistematis, dan berbagai cara-cara yang lain yang bisa ditemukan dan diolah.
Ketika pemimpin mampu mencontohkan cara baru kepada anak buahnya, yakinlah dampak yang terjadi pada diri anak buah akan membekas luar biasa. Ini juga berdampak pada kepercayaannya kepada anda, sedangkan kita semua tahu bahwa kepercayaan adalah dasar dari sebuah kualitas hubungan. Semakin baik dampak kepercayaan yang mampu anda berikan, semakin kuat pula kualitas hubungan anda dengan anggota-anggota anda.
Tapi kadang terjadi pula bahwa pemimpin tidak memiliki keterampilan  teknis untuk mencontohkan caranya; bagaimana ini? Jangan kuatir. Selama anda tidak malu untuk mengakui bahwa anda juga manusia biasa, anda akan tetap berharga di mata anggota anda. Namun jika anda mencitrakan diri sebagai si serba bisa, superman atau superwoman, sekali anda tidak mampu mencotohkan caranya, anda akan malu dan bisa jadi akan ditinggalkan anak buah anda karena kecewa.
Maka kuncinya adalah, jika itu terlalu teknis, terlalu spesifik, dan diluar kemampuan anda, contohlah yang dilakukan pak Pengusaha dalam kisah ini. Ia mengajak si tukang cat ke ruang kerjanya, membuka laptop, googling, menemukan di youtube, diskusikan bersama, lalu pilih cara terbaik yang sesuai konteks masalah yang sedang dihadapi. Bangun komitmen kebersamaan; dia mengerjakan, anda mendukung yang dibutuhkan.
Jadi anda tidak harus  memberikan contoh yang sangat teknis bukan? Anda bisa membawa anggota organisasi anda, atau anak buah anda untuk mencari solusi teknis yang di perlukan. Ibarat gembala sapi, anda cukup membawa mereka ke padang rumput hijau yang berisi berbagai sumber informasi solutif yang tersedia untuk disepakati mana yang akan dipilih sebagai solusi bersama; mereka mengerjakan, anda mendukung atas apa yang dibutuhkan.
Selamat mencoba.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H