Nisan bagi orang Yahudi (Bangsa Israel) adalah bulan penuh keajaiban. Dalam kitab Torah bulan ini dinamakan bulan Adar. Dikemudian hari barulah dinamakan bulan Nisan.Â
Dua kali dalam Alkitab disebut nama bulan Adar untuk Nisan, yakni dalam kitab Ester 3:7 dan kitab Nehemia 2:1. Nisan adalah bulan pertama dan terutama dalam kalender ibadah orang Yahudi.Â
Ini adalah bulan dimana orang Israel melakukan perjalanan keluar dari Mesir, sebuah negara yang telah menjadikan mereka budak selama ratusan tahun.
Bagi orang Yahudi, Paskah atau Pasah merupakan peringatan Hari Pembebasan mereka keluar dari Negeri Mesir. Bebas merdeka dari perbudakan Raja Firaun yang mencengkeram mereka selama lebih dari 400 tahun.Â
Hari itu adalah hari kelahiran baru bagi sebuah bangsa untuk eksis diantara bangsa-bangsa lain di muka bumi sampai saat ini.Â
Sebuah perjalanan ajaib penuh mujizat yang menjadi sejarah tak terlupakan bagi Bangsa Israel mulai dari melangkah meninggalkan rumah mereka di mesir dalam intimidasi dan kejaran pasukan Kerajaan Mesir yang menginginkan mereka kembali, menyeberangi Laut Merah yang terbelah oleh tongkat Nabi Musa.
Menghadapi berbagai tantangan, peperangan disepanjang perjalanan 40 tahun menuju negeri Kanaan tanah yang dijanjikan, semua itu menjadi sebuah proses alam yang mengantarkan mereka bermetamorfosis dari bangsa budak menjadi bangsa merdeka dan eksis di dunia.
Kondisi siaga ini ditandai dengan harus melakukan segala sesuatu dengan cepat, mereka harus mempersiapkan makan malam dengan cepat karena sewaktu-waktu mereka harus berangkat.Â
Itu sebabnya roti yang mereka makan hanya terbuat dari adonan tepung dan air yang langsung dibakar pada tungku api sehingga hasilnya kurang enak, gosong, dan keras.Â
Sayur yang dibikin juga seadanya, tanpa dipilah dengan baik mana yang masih bagus dan mana yang tidak pokoknya masukkan kuali, tanpa bumbu maupun penyedap rasa, sehingga sayur ini rasanya hambar bahkan pahit.Â
Memang ada domba muda yang wajib mereka sembelih atas perintah Nabi Musa dengan dua tujuan: yang pertama darahnya dioleskan di atas kusen pintu sebagai pertanda bagi Malaikat maut ketika melihat tanda itu.
Sang Malaikat akan melewati atau melompati rumah itu sehingga nyawa anak sulung orang Yahudi selamat dari kematian sedangkan anak sulung orang Mesir dan setiap rumah yang tidak ada tanda merah darah anak domba diatas kusen pintu rumahnya pasti mati.
Dan tujuan kedua adalah untuk dimakan bersama keluarga sampai habis secara cepat sebab mereka akan menempuh perjalanan jauh. Itu sebabnya memasak dagingnya juga tidak sempurna, rasa bukanlah yang utama lagi, namun ketaatan untuk melakukan adalah hal yang pokok.
Dalam merayakan paskah orang Yahudi masih melakukan tradisi ini, makan domba paskah, roti tanpa ragi, dan sayur pahit. Ketiga makanan itu adalah simbol makanan budak, yang memberikan peringatan bahwa sekali waktu di jaman dahulu mereka adalah budak, yang hidup dalam kepahitan, penderitaan, kesusahan dan ketidakadilan. Paskah mengajak mereka untuk tidak lagi hidup menjadi budak, dan tidak memperlakukan orang lain sebagai budak.
Ribuan tahun kemudian seorang Yahudi bernama Yesus Kristus hadir dengan misi keselamatan-Nya yang IIlahi, ajaran yang kemudian dikenal menjadi pokok iman agama Kristiani (Katholik dan Kristen).Â
Agama Kristen mengamini semua yang diyakini dalam makna Paskah Yahudi. Namun secara khusus agama Kristen mendapatkan pembaharuan dalam keimanan tentang menerima keselamatan kekal melalui iman kepada Yesus Kristus yang telah menjadi "domba paskah" bagi umat Kristen.
Sama seperti domba paskah Yahudi, dikorbankan untuk keselamatan mereka dari kematian saat Malaikat maut melintasi rumah demi rumah di negeri Mesir untuk mencabut nyawa setiap anak sulung mereka.
Yang pasti adalah ketika seseorang semakin mengenal Khalik-nya maka ia akan semakin membumikan cahaya Illahi. Membawa pancaran sifat-sifat Khalik-nya di bumi dimana dia hidup bersama sesamanya manusia, alam dan isinya.Â
Pancaran sifat-sifat Illahi itu akan menghidupkan orang yang mati rohaninya, hilang semangat hidupnya, memberikan warna dan kegairahan bagi lingkungannya, menimbulkan pengharapan bagi yang berputus asa, keberanian bagi yang tertindas, damai bagi yang terpinggirkan, dan mengembalikan nilai  kemanusiaan yang hilang.
Jika Paskah Yahudi mengingatkan seluruh Bangsa Israel agar tidak lagi hidup sebagai budak dan jangan memperlakukan orang lain sebagi budak, demikian pula Paskah bagi umat Kristen adalah pembebasan dari "kehidupan budak", budak dari dosa berupa hawa nafsu, kemarahan, dendam, permusuhan, kebencian, keinginan untuk menindas, dan keangkaramurkaan.Â
Pengorbanan Kristus di kayu salib juga bermakna dimatikannya bentuk-bentuk kehidupan yang diperbudak oleh dosa. Sedangkan kebangkitannya dari antara orang mati selain bukti dari keillahian-Nya juga sebagai lambang dari bangkitnya hidup baru yang merdeka dari penindasan dan perbudakan dosa.
Ketika jiwa ini telah dibebaskan dari penindasan dan perbudakan dosa, maka saat itulah terjadi kembali hubungan erat antara umat dan Tuhannya, antara penyembah dengan yang disembah.Â
Sehingga rahmat Illahi turun dalam kedamaian bagi semua orang di bumi yang mau menerimanya. Untuk menata kembali kehidupan masing-masing dengan baik, memberikan ruang kepada pribadi maupun kelompok dengan seimbang.Â
Menjalani kehidupan ini dengan sudut pandang yang berbeda, bukan dunia ini milikku semata, tetapi dunia ini milik Sang Pencipta yang harus dirawat dan dikelola bersama-sama  sebagai bentuk ucapan syukur dan terimakasih. Maka hidup bersama dengan berbagai orang yang berbeda etnis, agama, dan pandangan politis bukanlah sebuah hal yang harus dibenci.
Namun ditata dan diatur bersama agar setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menunjukkan kebermanfaatan dirinya dan tanggungjawab sosialnya.
Maka di masa pandemi yang berkepanjangan ini, dimana banyak orang menjadi susah hidupnya, terlilit masalah ekonomi karena PHK maupun gagalnya usaha, terjebak dalam kejatuhan moral, dan kehilangan semangat hidup, Paskah mengajak kita untuk merefleksi diri.Â
Demikian pula dengan berbagai aksi kekerasan, persekusi, pemaksaan kehendak, intimidasi dan teror bom yang dilakukan orang-orang tertentu, Paskah mengajak kita untuk merefleksikan diri.Â
Merefleksi diri sejauh mana kita sudah melewati semua kesusahan hidup ini, namun tetap hidup. Merefleksi bahwa saat ini kita masih ada, eksis, hidup, adalah semata-mata karena anugerah Illahi yang memampukan kita untuk melewati semuanya.Â
Pengorbanan Yesus Kristus Sang Domba Paskah menjadi bukti sebuah kepedulian untuk menyelamatkan manusia yang mau menerima-Nya. Bukti bahwa anugerah keselamatan Illahi tidaklah disimpan dilangit yang jauh disana sehingga susah diraih, tidak pula untuk kenikmatan diri sendiri, Â tetapi untuk dibagikan kepada orang lain yang mau percaya.
Kita hidup bersama dengan semua orang di muka bumi ini, maka semangat kepedulian, dalam aksi berbagi, mau memperhatikan, mau memberi, dan berbagai kebaikan-kebaikan lainnya hendaklah menggelora di dalam hati.Â
Dengan demikian rahmat Illahi turun melalui semua kebaikan itu, membawa damai dan keseimbangan di muka bumi yang semakin tua ini.
***
Referensi:
Membuat Langit Tersenyum, oleh Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H