Mohon tunggu...
Lanjar Wahyudi
Lanjar Wahyudi Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati SDM

Menulis itu mengalirkan gagasan untuk berbagi, itu saja. Email: lanjar.w77@gmail.com 081328214756

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Tips Mengelola Penghasilan dengan Prinsip "Jirolupat"

26 Februari 2021   20:50 Diperbarui: 1 Maret 2021   04:46 2260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Metode jirolupat jadi salah satu cara sederhana mengelola penghasilan| Sumber: Shutterstock/Adhis Anggiany via Kompas.com

Bulan ini ada dua daerah yang viral karena warganya mendadak berubah status dari orang biasa menjadi orang kaya baru (OKB), bahkan super kaya alias menjadi milyader. 

Yang pertama adalah warga Desa Sumurgeneng yang berada di Kecamatan Jenu, sekitar 20 km dari pusat kota Tuban. Di Desa ini dari 840 KK, ada 225 KK yang mendapat uang ganti rugi lahan yang digunakan untuk kilang minyak oleh Pertamina. Nominalnya beragam namun kebanyakan mencapai miliaran rupiah.

Dan yang kedua adalah warga dusun Temanggal 2 dan Kadirojo 2, Kelurahan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang mendapatkan ganti rugi pembebasan tanah untuk proyek jalan tol Solo-Jogja-Kulon Progo. 

Ganti rugi yang diterima per orang pemilik lahan mencapai kisaran 1 Miliar sampai dengan 9 Miliar khusus untuk warga dusun Temanggal 2 dan Kadirojo 2, sedangkan estimasi untuk satu Kelurahan Purwomartani sekitar 1 Triliun rupiah.

Entah mengapa dalam dua hari, Rabu (24/2) dan Kamis (25/2) kantor Kelurahan Purwomartani mendadak ada tenda mini showroom deretan mobil baru dan para sales yang penuh semangat menawarkan mobilnya. 

Bisa jadi aksi borong mobil baru warga Desa Sumurgeneng di Kabupaten Tuban, Jawa Timur menginspirasi dealer mobil di Jogja untuk melakukan hal yang sama kepada para penerima ganti rugi jalan tol. Sungguh sebuah tawaran yang sangat menggiurkan.

Ilustrasi deretan mobil baru dari dealer (sumber: harianjogja.com)
Ilustrasi deretan mobil baru dari dealer (sumber: harianjogja.com)
Limpahan rejeki berupa kompensasi ganti rugi bagi masyarakat di Tuban maupun di Jogja ini layak kita syukuri bersama, karena diharapkan dapat mengangkat perekonomian setiap KK yang menerimanya maupun mengangkat perekonomian di wilayah setempat. 

Orang tentu ingin mengelola keuangannya dengan baik dan bijak agar tujuan keuangannya bisa tercapai. 

Tujuan keuangan masing-masing orang berbeda-beda, ada yang ingin menunaikan ibadah haji, membeli sepeda, ada yang ingin berlibur ke luar negeri, membangun rumah, membeli mobil, membeli tanah, membeli properti, menguliahkan anak jenjang TK sampai Sarjana, memiliki tabungan pensiun, memiliki dana cadangan untuk kondisi darurat, menyiapkan warisan, membuat toko, memperbesar gedung persewaan, dan sebagainya.

Mengelola keuangan dengan bijaksana adalah sebuah keharusan agar tidak terjerumus dalam pemborosan yang bisa merugikan dan mengganggu tercapainya tujuan keuangan pada akhirnya nanti. 

Jangan sampai rejeki miliaran rupiah yang sudah ditangan menjadi hilang tak berbekas gegara tidak mampu mengelola dengan benar.

Sayangnya literasi keuangan tidak diajarkan secara terstruktur di sekolah maupun di rumah, kebanyakan orang belajar secara otodidak. Itu sebabnya sebagian masyarakat belum memiliki pemahaman yang benar untuk mengelola uang.

Metode Mengelola Penghasilan

Ada sebuah cara sederhana untuk mengelola keuangan kita khususnya mengelola penghasilan yang kita terima secara rutin di setiap bulan. Ini tidak terkait dengan besar-kecil gaji atau penghasilan, pada prinsipnya ini adalah masalah kedisiplinan mengelola penghasilan, berapapun besarnya penghasilan itu. 

Ilustrasi kaget membaca struk gaji (sumber: fimela.com)
Ilustrasi kaget membaca struk gaji (sumber: fimela.com)
Saya menamakannya metode "Jirolupat" kepanjangan dari "siji-loro-telu-papat" alias "1-2-3-4", angka ini mewakili proporsi 10%-20%-30%-40% yang selanjutnya dijadikan sebagai dasar untuk membagi penghasilan kita kedalam prosentase angka-angka tersebut. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

10% Penghasilan untuk Dana Sosial dan Keagamaan

Hidup kita tidak melulu masalah mencukupkan kebutuhan duniawi bukan? 

Ada hal-hal wajib dalam ajaran agama yang harus kita taati, misalnya membayarkan zakat bagi yang beragama Islam, bagi yang beragama Kristen ada persembahan persepuluhan, dalam agama Katholik ada persembahan atau kolekte mingguan secara sukarela, tentu dalam ajaran agama-agama lain ada juga kewajiban untuk melakukan kewajiban seperti derma, sumbangan, dan lain-lain. 

Alokasi 10% penghasilan ini juga bisa diperuntukkan membiayai kegiatan sosial seperti menyumbang ke Panti Asuhan, fakir miskin, atau siapapun yang perlu disantuni, tetapi bukan untuk kegiatan sosialita yang tidak ada aspek sosial-keagamaannya.

20% Penghasilan untuk Ditabung

Beberapa teori mengatakan bahwa usia manusia di kisaran 70-80 tahun, selebihnya akan banyak masalah fisik dan kesehatan, walaupun ada juga satu dua orang yang memiliki usia 90-100 tahun dan tetap sehat secara fisik. 

Bila usia manusia kita asumsikan 80 tahun maka secara periode waktu bisa dibagi menjadi:

  • 0-20 tahun adalah usia tidak produktif, pada masa ini yang dikerjakan adalah bermain dan belajar, belum menghasilkan pendapatan.
  • 20-40 tahun adalah usia produktif pertama, di mana orang mampu berkarya secara maksimal dan mulai memiliki penghasilan.
  • 40-60 tahun adalah usia produktif kedua, puncak pencapaian seseorang dalam hal karya maupun pencapaian kepemilikan.
  • 60-80 tahun adalah usia tidak produktif, dalam arti sudah memasuki masa pensiun. Masih bisa berkarya namun ada keterbatasan.

Menyadari bahwa kita akan memasuki masa tidak produktif maka penting sekali menabung sedari dini, tentu sedari kita memiliki penghasilan. 

Menabung harus memiliki tujuan untuk investasi jangka panjang termasuk menyiapkan dana pensiun secara mandiri, sekalipun misalnya dari perusahaan sudah ada. 

Dan juga bertujuan untuk proteksi atau perlindungan atas dana tersebut, agar tidak habis karena faktor risiko sakit yang membutuhkan biaya banyak, atau kejadian-kejadian fatal yang tidak diinginkan. 

Secara praktis alokasikan 10% penghasilan untuk investasi jangka panjang melalui tabungan, emas, deposito, saham, dan lain-lain. Serta alokasikan 10% penghasilan untuk premi asuransi yang bermanfaat sebagai proteksi.

30% Penghasilan untuk Angsuran Utang

Kadang-kadang kita perlu juga berutang untuk memenuhi tujuan keuangan tertentu bukan? Berutang atau memiliki pinjaman kepada lembaga keuangan adalah hal yang sah-sah saja selama hak dan kewajiban bisa dipenuhi dengan baik. Utang pada dasarnya dibagi menjadi 2 kategori:

  • Utang Produktif; yaitu utang yang dipakai untuk meningkatkan produktivitas seperti membeli mobil untuk usaha Grab atau Gocar, membeli mesin las untuk membuka bengkel konstruksi, membeli mesin jahit untuk mengerjakan proyek masker kesehatan, menyewa gudang untuk pusat distribusi barang dagangan, membeli mobil van untuk sarana berjualan keliling, dan lain-lain.
  • Utang Tidak Produktif; yaitu utang yang tidak menghasilkan apa-apa, alias uang habis untuk memenuhi gaya hidup saja. Misalnya masih memiliki hanphone bagus tapi sudah membeli lagi yang baru, memiliki mobil yang masih baik tapi membeli mobil lagi karena ingin seri terbaru, membeli sepatu baru padahal masih ada 5 koleksi sepatu yang belum usang, memiliki sepeda yang masih baik dan fungsional tetapi berutang puluhan juta agar bisa membeli sepeda seri terbaru yang sedang nge-tren, dan sebagainya.

Karena ada utang produktif dan utang tidak produktif maka harus dipahami bahwa persentase penghasilan untuk angsuran atau cicilan utang produktif mestinya lebih besar, biasanya 20% untuk angsuran utang produktif dan 10% untuk utang tidak produktif. 

Untuk memastikan bahwa kita sanggup mengangsur maka pastikan bahwa total angsuran tidak lebih dari 30% penghasilan, jangan terlalu bernafsu untuk berutang besar dan ternyata cicilannya lebih dari 30%, biasanya akan banyak menimbulkan kesulitan dalam perjalanan panjang masa angsuran.

40% Penghasilan untuk Belanja Bulanan

Tips yang terakhir adalah 40% penghasilan untuk belanja bulanan. Ya untuk belanja bulanan kebutuhan makan-minum keluarga kita harus membiasakan diri dengan anggaran 40% dari penghasilan bulanan, cukup? Ya harus belajar mencukupkan. 

Belanja bulanan ini juga termasuk biaya lain-lain terkait kehidupan bermasyarakat. Karena ada relasi sosial yang harus kita jaga agar terjadi hubungan harmonis dengan orang lain, dan itu kadang-kadang membutuhkan biaya. Misalnya: sumbangan resepsi, kado pernikahan teman, arisan, uang sekolah anak, iuran sampah, iuran satpam, dan iuran-iuran lain.

Mungkin konsep "jirolupat" dengan proporsi 10%-20%-30%-40% ini terasa susah untuk dipraktikkan di awal, akan tetapi sebenarnya konsep ini membantu kita untuk bisa mengelola keuangan dengan baik dan bijak. 

Merencanakan pengeluaran secara cermat, bukan dadakan yang bisa mengganggu tujuan keuangan kita jangka pendek maupun jangka panjang. Kebiasaan ini akan menjadi perilaku yang melekat dalam hidup kita sehingga tidak mudah mengubah porsi-porsi pengeluaran anggaran untuk hal-hal yang tidak ada dalam perencanaan.

****

Referensi: A, B

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun