Suatu sore istri saya kirim WA message minta tolong agar sepulang kerja saya jemput anak pertama kami yang sedang les di rumah bimbel sekalian mengambil TV di tempat reparasi.Â
Bergegas saya meluncur menuju tempat les si kakak, kurang lebih lima belas menit perjalanan. Sampai di tempat les saya bilang ke kakak bahwa kita harus ambil TV di tempat reparasi baru kemudian pulang ke rumah.Â
Hari mulai gelap karena mendung dan rintik hujan turun membuat cuaca menjadi dingin dan perut saya mulai kelaparan. Jadi saya tawarkan untuk makan bakso dulu, bakso pikul yang sudah lama tidak kami sambangi. Si kakak setuju dan akhirnya kami merapat ke bakso pikul, yang menggelar lapaknya jam lima sore sampai sembilan malam di emperan toko yang sudah  tutup satu jam sebelumnya.Â
Setelah memesan bakso kami pilih meja yang paling pojok, menunggu bakso disiapkan sambil ngobrolin pengalaman les kakak hari ini. Tak menunggu lama bakso dua mangkok, segelas es jeruk dan segelas teh panas manis sudah siap di meja kami, untuk langsung dinikmati di suasana sore yang dingin karena gerimis.
Belum lama menyantap bakso, saya melihat ada pengamen datang dan menghampiri dua pembeli di meja paling ujung. Bicara sopan minta ijin untuk menyanyi, lalu mulai menembangkan lagu diiringi gitarlele-nya. Saya amati waktu bernyanyi ia melepas masker, mungkin dengan tujuan agar suara merdunya bisa terdengar, masalahnya bagaimana dengan dropletsnya, hadeh..Â
Saya sudah menduga pasti pengamennya akan bergeser dari meja ke meja, ke setiap pembeli yang sedang menyantap bakso. Saya lihat semua mengulurkan tangan memberi uang logam, nampaknya seperti kepingan 500 rupiah, mirip yang sering saya berikan ke pak ogah yang setiap hari standbye membantu menyeberangkan jalan.
Tapi masa saya mau marah-marah, wong dia cari makan dengan mengamen, masa suruh pakai masker waktu menyanyi, mana terdengar suaranya, masa saya akan usir dia, kejam sekali.Â
Wah berseliweran  pikiran di dalam kepala. Namun mendadak secepat kilat ada ide untuk segera memberi uang kepada mas-nya, tujuannya agar tidak terlalu lama di dekat meja kami, sekali lagi demi tidak terpapar droplets.Â
Langsung saya ambil dompet, saya pikir masih ada selembar uang dua ribu rupiah didalamnya, namun ternyata tidak ada. Uang paling kecil adalah sepuluh ribu rupiah, wah sayang kalau mau dikasihkan, bisa buat bayar  semangkok bakso.Â
Pikiran saya berkata lagi, "Dia sedang cari makan loh, sudah jam 05.30 sore belum pulang, kamu sudah makan bakso dengan anakmu". Wah kalau suara hati sudah intervensi jangan ditolak, jadi saya berikan selembar uang sepuluh ribu rupiah kepada mas pengamen.Â