Mohon tunggu...
Lanjar Wahyudi
Lanjar Wahyudi Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati SDM

Menulis itu mengalirkan gagasan untuk berbagi, itu saja. Email: lanjar.w77@gmail.com 081328214756

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Membingkai Ulang Makna Idiom "Usul Mikul"

23 Januari 2021   15:52 Diperbarui: 28 Januari 2021   03:35 1313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi memikul | Gambar oleh Sasin Tipchai dari Pixabay

Semua orang sama, hanya apa yang mereka yakini yang membedakan mereka, tidak penting apa yang orang lain pikirkan. -Miyamoto Musashi-

Usul mikul adalah sebuah ungkapan bahasa Jawa yang bermakna barang siapa menyampaikan ide atau gagasan maka ia pula yang harus menjalankannya.

Idiom ini berasal dari kata usul yang artinya adalah mengajukan ide, gagasan atau pendapat, dan mikul yang artinya memikul beban atau memanggul beban dengan pundaknya. 

Makna ini berkesan bahwa jika Anda mengajukan ide atau gagasan tentang sesuatu maka Anda harus siap untuk menjadi orang yang melaksanakannya dan menanggung segala kerepotan yang timbul dari usaha-usaha untuk merealisasikan ide tersebut. 

Contoh dalam suatu organisasi atau kelompok, Anda memiliki usul untuk mengadakan acara piknik bersama bagi seluruh anggota kelompok, maka biasanya 90% bisa dipastikan bahwa Anda akan menjadi ketua panitia pelaksana acara piknik tersebut, berat bukan? Walaupun sebenarnya menjadi ketua panitia masih rada ringan sebab hal-hal teknis akan dikerjakan oleh seksi-seksi yang dibentuk kemudian. 

Ketua panitia bertanggungjawab untuk mengkoordinasi, dan mengarahkan agar seksi-seksi bisa bekerja sesuai rancangan yang dibuat dan diharapkan oleh ketua panitia atas sepengetahuan pembina atau tetua organisasi.

Yang berat justru ketika organisasi tidak terbiasa bekerja secara sistematis alias tidak memiliki sistem kerja yang baik, sehingga praktis Anda akan menjadi pemikir dan pelaksana dari kegiatan tersebut. 

Akibatnya Anda menjadi sangat sibuk, dan akhirnya kelelahan sendiri. Selain itu apabila terjadi ketidak sempurnaan atau kekurangan di sana-sini yang mengakibatkan ketidakpuasan orang lain, maka resiko akan Anda tanggung sendiri. Sudah penat, capek dan lelah, masih ditambah sakit hati dan perasaan karena dikritik dan dikomplain banyak orang.

Fenomena ini berlangsung di masyarakat sudah sangat lama, sehingga muncullah idiom dalam bahasa Jawa "Usul Mikul" tersebut. Biasanya dampak dari fenomena sosial ini adalah tumbuhnya sikap pasif dan apatis dalam diri individu-individu pada kelompok atau organisasi, maupun pada masyarakat secara luas. 

Sehingga jangan heran apabila dalam suatu momen pertemuan, ketika pemimpin menyampaikan kesempatan apakah ada ide solusi atas sebuah permasalahan maka kebanyakan orang akan diam. Mengapa diam? Sebab tidak mau repot. 

Lebih enak mengikuti saja apa yang menjadi keputusan pemimpin toh yang repot juga dia sendiri. Walhasil kemudian pertemuan bubar dengan tidak ada keputusan baru yang signifikan untuk menyelesaikan masalah atau terobosan baru untuk mencapai sesuatu yang lebih baik. 

Sekali lagi karena jika usul harus memikul sendirian, tentu ini sungguh bikin repot, maka lebih baik diam, mengalir ikut arus saja, menghindari menanggung sengsara seorang diri.

Sekarang mari kita lihat dari sudut pandang lain yang berbeda, supaya kita bisa melihat keindahannya dan bukan hanya sisi keburukannya saja, mendapat semangatnya dan bukan kelesuannya. 

Sebab jika kita melihat sesuatu hanya dari satu sudut pandang saja, kita akan selalu merasa benar dan cukup puas dengan pemahaman yang kita peroleh sebagai dasar memutuskan sebuah gagasan atau solusi. 

Sedangkan sebuah masalah bisa disolusikan dengan lebih baik bila kita mampu melakukan pendekatan dari berbagai sisi alias dari berbagai sudut pandang yang berbeda, sehingga kita mampu menemukan gagasan solutif atau pemaknaan yang lebih berbobot atas sesuatu yang belum kita mengerti sebelumnya.

Mari kita lihat sebuah sisi positif yaitu bahwa siapapun yang memiliki ide maka ia memiliki pemahaman yang lebih dulu atas sebuah persoalan dari pada orang lain dalam kelompok atau dalam masyarakat tersebut. 

Orang yang memiliki ide atau gagasan adalah orang yang memiliki kemampuan untuk berpikir dan kemauan untuk berkontribusi walaupun masih dalam tataran konsep. Ingat bahwa individu yang mau berkontribusi untuk tim, kelompok kerja, maupun masyarakat adalah individu yang termasuk dalam kategori Contributing Team Member yaitu anggota tim yang mampu memberikan kontribusi kepada kelompok dan mampu bekerja secara efektif bersama-sama anggota lain untuk mencapai tujuan bersama. 

Dalam bukunya yang berjudul Good to Great, Jim Collins menyebut ini sebagai level kedua dari 5 tingkat hirarki kepemimpinan, sebuah rahasia yang membuat organisasi atau perusahaan bisa membuat lompatan besar untuk meraih kesuksesan.

Dalam gaya kepimpinan lain kita mengenal gaya kepemimpinan lead by example yaitu memimpin dengan memberi teladan, yang dalam bahasa Menteri Pendidikan pertama Republik Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara dikenal dengan istilah "Ing ngarsa sung tuladha" yang artinya memimpin di depan dengan memberikan contoh keteladanan untuk semua anggota atau pengikut sehingga mereka terinspirasi untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh pemimpinnya.

Jika dilihat dari kedua hal diatas, maka seseorang yang berani menyampaikan sebuah ide dan gagasan adalah seseorang yang didalam dirinya tumbuh nilai-nilai kuat yang membawa pada karakter kepemimpinan yang baik, minimal ia mampu memimpin dirinya sendiri dengan merespon sebuah masalah dengan cara berpikir, merenung, menimbang, dan memutuskan berani menyampaikan pendapatnya dengan konsekuensi ditolak mentah-mentah, atau diterima dengan segala tanggungjawab yang menyertainya.

Orang yang seperti ini mengerti betul, bahwa "usul mikul" bukanlah sebuah beban yang mesti dihindari, namun "usul mikul" adalah sebuah jalan yang harus diambil ketika seorang pemimpin hendak menggerakkan pengikutnya atau siapapun yang ada disekitarnya untuk melakukan sebuah gerakan perubahan untuk mencapai tujuan bersama yang lebih baik. 

Sehingga dengan menyadari bahwa tujuan dari dirinya menyampaikan ide atau gagasan adalah sesuatu yang mulia, maka dengan ikhlas ia mengambil jalan ini, jalan "usul mikul", setulus Miyamoto Musashi, seorang Samurai ronin yang mengambil jalan pedang dan menjalani pilihannya dengan segenap hati, sehingga mencapai tataran kualitas terbaiknya dan menjadi inspirasi bagi banyak orang. 

Pilihan atas jalan "usul mikul" dalam konteks yang lebih dalam dan religius, sesungguhnya merupakan sebuah perwujudan dari kepercayaan mendasar (beliefs) yaitu segala sesuatu yang dikerjakan adalah bentuk ibadahnya kepada Sang Khalik.

Baca: Bu Risma Sang Transformational Leader

Siapa yang sudah melakukan hal seperti ini? Banyak. Lihat para pemimpin dunia yang dalam bulan-bulan ini menjadi volunteer untuk menerima vaksin corona pertama di negaranya dalam rangka memberikan teladan dan edukasi kepada rakyatnya sehingga mereka memahami pentingnya proses vaksinasi untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap virus corona, dan selanjutnya bersedia mengikuti jejak pemimpinnya untuk mendapatkan vaksin corona pula. Anda mau contoh yang lebih sempurna lagi, lihatlah contoh keteladanan Nabi, dan jangan bertanya lagi.

Baca juga Jangan Ragu Divaksin: Raja Salman, Presiden Jokowi, lalu kita.

Nah sekarang saatnya bagi kita untuk merenung kembali, berpikir ulang kembali, dan menelaah dengan penuh kesadaran diri agar bisa memaknai idiom "usul mikul" dengan benar demi kemaslahatan masyarakat luas.

Sebab masyarakat perlu diberikan edukasi, dan praktik keteladanan, sehingga pada akhirnya mampu kembali menangkap makna sejati dari idiom "usul mikul" dalam kehidupan pribadi, organisasi, dunia pekerjaan, lingkungan jamaah, kehidupan umat, maupun sebagai bagian dari anggota masyarakat luas. 

Yang pada akhirnya nanti akan mampu memberikan kontribusi positif antara satu dengan yang lainnya sehingga kebaikan demi kebaikan akan terjadi diberbagai tempat akibat munculnya kesadaran baru, kesadaran yang benar mengenai hal ini. 

Kapan harus kita mulai? Jawabannya adalah sekarang. Darimana kita harus memulainya? Jawabannya adalah dimulai dari dalam diri kita sendiri. Semoga kita semua berubah menjadi lebih baik. Salam rahayu wilujeng.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun