Mohon tunggu...
Lanjar Wahyudi
Lanjar Wahyudi Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati SDM

Menulis itu mengalirkan gagasan untuk berbagi, itu saja. Email: lanjar.w77@gmail.com 081328214756

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Perceptual Positions: Memulihkan Relasi yang Retak

11 Januari 2021   03:03 Diperbarui: 11 Januari 2021   17:48 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tidak tahu mengapa seiring berjalannya waktu hubunganku dengan  Asisten Manajerku menjadi renggang. Dalam enam bulan terakhir sering kali kulihat kesalahan dan cara kerja dia  yang biasa-biasa saja, yang berdampak pada tidak tercapainya KPI yang dipersyaratkan untuk jabatannya. Padahal dahulu kami adalah tim yang kompak, saling mengisi, dan berkali-kali teruji menghadapi situasi yang sulit.

Kesibukan sebagai eksekutif membuatku tidak lagi secara terjadwal melakukan komunikasi intens untuk sekedar memberikan perhatian dan memotivasi. Beberapa kali mengeluh dalam hati dan mencoba merumuskan  solusi namun tidak pernah tuntas mengurai benang kusutnya, justru semakin memunculkan keengganan menelaah sebuah konflik karena menguras perasaan.

Waktu berjalan seiring dinamika bisnis perusahaan, ada divisi yang nampak begitu sukses dalam pencapaian target-target kerjanya semester ini, beberapa sub divisi juga muncul sebagai tim yang kompak dan menginspirasi bagian lain.

Rada sedih menyadari divisi-ku kurang maksimal berkontribusi kepada perusahaan di tahun ini. Asisten Manajerku kurang fokus dalam bekerja, beberapa sasaran penting tidak dieksekusi, seolah dia sengaja abai, dan membiarkan semua mengalir dan mengharapkan selesai dengan sendirinya, entah benar-benar selesai atau hanya menguap oleh waktu.

Tentu kondisi ini tidak menjadi harapanku, bagaimanapun aku tidak bisa membiarkan prasangka yang menimbulkan kekecewaan semakin memperburuk relasi profesionalku dengannya. Bukan tipikalku menyerah pada keadaan, atau memilih diam demi tidak terjadi konflik, atau memilih diam karena tidak siap teraduk-aduk emosi dan perasaan ketika berusaha mendapatkan sebuah solusi.

Malam ini di tepi kolam kecil di sudut rumahku, diatas sebuah kursi rotan yang nyaman, tiba-tiba aku termenung ketika gemericik air bertemu dengan alunan lagu Terpurukku Disini-nya Kla project. Dan tiba-tiba pula aku mendapatkan sebuah pencerahan untuk mengurai masalahku, sebuah ide yang tiba-tiba melesat seperti cahaya kilat sebelum hujan masuk kedalam pikirannku yang gelap dan memberikan langkah-langkah yang begitu jelas untuk kulakukan.

thgmueller/pixabay
thgmueller/pixabay
Kupandangi kursi kosong diujung kolam tepat berhadapan dengan kursi rotan yang kududuki. Sementara disudut yang lain kursi rotan yang baru kubeli siang tadi masih nampak rapi dan bersih. Dengan sengaja kuhadirkan sosok imajiner asistenku itu duduk di kursi kosong tepat di depanku. 

Pikiranku berkecamuk karena pergulatan ingin menyelesaikan masalah ini secara cepat dengan powerku sebagai seorang Manajer namun disisi lain aku ingin mencoba memahami apa yang menjadi permasalahan anak buahku ini dan mencoba membantu memberikan solusi supaya dia kembali produktif dalam timku seperti yang lalu-lalu.

Kubiarkan sejenak dia memandangi kolam kecilku, nampak ia sedang berusaha menenangkan dirinya, agar bisa berkomunikasi dengan baik denganku.

Kucoba mengenali perasaan-perasaan yang muncul ketika aku memandang sosoknya, emosi yang hadir dalam hatiku mulai  bermunculan satu  per satu. Aku merasa kasihan sebab tiba-tiba kulihat dia seperti punya beban psikis terkait keluarganya. Sepertinya suaminya yang adalah seorang pebisnis tidak begitu memberikan dukungan terhadap karirnya. Bisnis suaminya memang nampak bertumbuh, tetapi tidak disertai dengan pertumbuhan kualitas hubungan mereka. Disisi lain, anak-anaknya membutuhkan bimbingan terkait pembelajaran daring yang masih terus berlangsung selama pandemi yang berkepanjangan ini, padahal dia hanya bisa melakukan  itu setelah jam kerja kantor  usai, artinya ketika energinya sudah habis terserap di kantor, dia harus menjadi guru bagi anak-anaknya yang seharian memilih  bermain  karena tak mungkin bisa mengerjakan semua proses pembelajaran daring  tanpa bimbingan orang tua. Jujur sebelum kehadirannya  malam ini, aku lebih banyak berpikir bahwa dia malas, tidak punya strategi eksekusi, tidak kreatif, dan tidak ada niat untuk berkembang. Yang ada dalam pikiranku kemudian hanya tuntutan, semata-mata task rekation antara atasan dengan anak buah, sama sekali mengabaikan perasaan sebagai sesama human being. Malam ini aku ingin membantunya kembali pada posisi seorang Asisten Manajer yang powerfull.

Hmmm..tidak mudah rupanya memainkan banyak peran, peran wanita karir, istri pebisnis, ibu dari dua anak, dan peran-peran lain yang aku tidak tahu. Beranjak kakiku melangkah ke kursi dimana dia sedang duduk, seolah diriku merasuki raganya, dan sekarang aku menjadi dirinya yang sedang termenung memandang ke arah kursi dimana aku duduk. Ya sekarang aku menjadi dirinya, menjadi Asisten Manajer yang sedang memiliki banyak problem dalam karir dan kehidupan keluarga. Aku si Asisten Manajer duduk dihadapan Manajer Divisi dan membiarkan perasaanku mengalir memenuhi kalbuku. Ia, Manajer Divisiku hanya duduk diam dengan pandangan tenang. Semakin dalam aku memandangnya, semakin deras pula emosiku mengalir. Rasa hormatku dan rasa sungkanku sering kali muncul setiap kali bertemu dengannya. Beberapa bulan ini banyak harapannya yang tidak bisa kupenuhi, dan itu membuatku ingin menghindar bertemu dengannya, sebab rasa kuatir, malu, tidak nyaman muncul campuraduk  jika ditanya mengenai progress pekerjaanku. Pernah aku bertekat menyelesaikan  semuanya sekaligus, tetapi ternyata ini membutuhkan waktu yang lama, seiring dengan itu ada pekerjaan-pekerjaan lain yang muncul, satu-dua-tiga masalah yang akhirnya bertumpuk dan stuck. Kejadian Resign-nya stafku hampir setahun yang lalu benar-benar membuatku keteteran, tapi entah mengapa aku tidak bisa mengajukan inisiatif agar kekosongan posisinya segera diisi, aku tahu tetapi aku ..entahlah.. Aku hanya berharap Manajerku mengerti, dan sabar sebab kali ini cara kerjaku menjadi lamban.

Gemericik air kolam, menyadarkanku untuk meninggalkan raganya dan kembali menjadi diriku sendiri seorang Manajer yang sedang duduk berhadapan dengan Asistenku. Rasanya gemericik air ini semakin riuh penuh semangat seolah mengingatkanku bahwa aku perlu sudut pandang orang ketiga untuk melihat masalah kami. Tetapi siapa orang ketiga yang bisa mengamati dan terlibat dalam diskusi imajiner malam ini. Tak sengaja aku melihat seekor  ikan koi berwarna putih merah berenang meninggalkan dua ekor kawannya ke ujung kolam tepat di dekat kursi kosong yang baru kubeli siang tadi. Tak berpikir lama, seperti terhipnosis aku melangkah menuju kursi itu dan duduk. Tepat tegak lurus  di hadapanku, di seberang kolam kecil ini mataku memandang kedua kursi dimana sedang duduk pula diriku sebagai seorang Manajer Divisi berhadapan dengan  Asisten Manajerku. Ah..pertanyaanku terjawab, akulah sekarang yang menjadi orang ketiga yang melihat situasi ini dari sudut pandang berbeda. Menjadi observer atas mereka berdua; Manajer dan Asistennya yang sedang duduk dihadapanku. 

Mendengar semua perasaan mereka tadi, aku merasa ada hal-hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki hubungan mereka agar menjadi lebih selaras. Hubungan di tempat kerja akan menjadi nyaman dan sehat bila didasarkan pada hubungan kerja dan hubungan antar individu yang harmonis. Maka saranku untuk mereka adalah : (1) Mengambil kesepakatan untuk menyelesaikan hal-hal yang tertunda secara bersama-sama sebagai satu tim. Bahwa ada resiko dan pengorbanan yang harus diambil, itu adalah konsekuensi yang harus dihadapi secara dewasa. (2) Kembali kepada pola kerja awal yaitu si  Manajer melakukan action coach secara periodik, misal 2 minggu sekali. Lakukan pertemuan 1 on 1 secara santai namun berkualitas; pekerjaan terpantau progresnya dan si Asisten Manajer tetap merasa diperhatikan secara manusiawi sebagai partner, bukan semata-mata sebagai bawahan..

Kutarik nafas panjang sambil berdiri agak menjauh beberapa langkah, mataku tak lepas memandang ketiga kursi di depanku dimana ada Manajer, Asisten, dan Observer. Sekarang aku menjadi orang keempat yang mengamati mereka. Melihat mereka bertiga aku merasa ada keyakinan mengalir dalam hatiku bahwa selepas ini hubungan mereka akan kembali baik dalam satu tim yang saling bersinergi kembali. Manajer itu memahami kondisi Asistennya, ia memiliki rasa kasihan dan ingin membantu si Asisten, ini adalah sebuah empati yang baik. Si Asisten menyadari bahwa ia memiliki tanggungjawab kepada Manajernya untuk semua tugas-tugas dan target-target yang harus dicapai, ia membutuhkan pengertian, sedikit waktu lagi,  dan juga  kesabaran sang Manajer. Dan menurutku apa yang disarankan oleh observer itu memang tepat, hubungan mereka akan kembali selaras, lebih hangat, dan lebih produktif dengan cara: (1) Mengambil kesepakatan untuk menyelesaikan hal-hal yang tertunda secara bersama-sama sebagai satu tim. Bahwa ada resiko dan pengorbanan yang harus diambil, itu adalah konsekuensi yang harus dihadapi secara dewasa. (2) Kembali kepada pola kerja awal yaitu  Manajer melakukan action coach secara periodik, misal 2 minggu sekali. Dengan pertemuan 1 on 1 secara santai namun berkualitas; sehingga pekerjaan terpantau progresnya dan si Asisten Manajer tetap merasa diperhatikan secara manusiawi sebagai partner, bukan semata-mata sebagai bawahan..

Pengalaman keberhasilan bersama menyelesaikan masalah-masalah rumit menjadi modal yang kuat untuk semakin menyatukan energi mereka; insight ini muncul dengan lugas di kepalaku, memberikan energi yang besar untuk menyelesaikan masalah ini.

"Pa, ini kopinya sudah hampir dingin loh, jangan lupa diminum". Suara istriku dari ruang tengah membuyarkan obrolan istimewa kami malam ini. Tetapi satu hal yang pasti, malam ini aku sudah mendapatkan solusi untuk memperbaiki relasi dengan Asistenku kembali. "Kopinya mantap, Ma...makasih", sahutku sambil beranjak meninggalkan tiga kursi kosong di tepi kolam ikan koi kesayanganku.

__________________

Perceptual Positions:

Sebuah metode NLP untuk 

menemukan solusi dari dalam

diri sendiri.

__________________

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun