Mohon tunggu...
Lanjar Wahyudi
Lanjar Wahyudi Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati SDM

Menulis itu mengalirkan gagasan untuk berbagi, itu saja. Email: lanjar.w77@gmail.com 081328214756

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kekuatan Cinta Yu Ratmi, Buruh Bangunan yang Gigih

22 Desember 2020   17:20 Diperbarui: 22 Desember 2020   17:39 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yu Ratmi, begitu sehari-hari orang menyebutnya. Seorang wanita setengah baya yang sudah puluhan tahun bekerja sebagai buruh bangunan di Sleman, Yogyakarta.

Mengamati kesehariannya Yu Ratmi bekerja di proyek bangunan bersama dengan suaminya yaitu Kang Sugi sangat menarik. Kang Sugi adalah tukang dan Yu Ratmi berperan sebagai pembantu tukang. 

Tugas pembantu tukang adalah menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan tukang saat bekerja. Misal tukang sedang melakukan pekerjaan plesteran dinding, maka pembantu tukang bertugas menyiapkan adukan semen-pasir dan mengantarkan kepada tukang agar pekerjaan tukang berjalan lancar tidak tertunda karena terlambat dipasok bahan material dan alat. Begitulah Yu Ratmi memerankan diri dalam pekerjaan sehari-hari bersama suaminya.

Dalam dunia pekerjaan proyek bangunan, ada perbedaan kelas atau kasta antara pembantu tukang, tukang, mandor, dan seterusnya. Perbedaan dari sisi jenis pekerjaan sampai dengan upah harian yang diterima. 

Sebagai pembantu tukang Yu Ratmi harus rela mengerjakan pekerjaan paling kasar, seperti mengangkat bata, memecah batu, mengaduk semen, menggelar gulungan wiremesh untuk cor, dan sebagainya. Geleng-geleng kepala juga menyaksikan seorang wanita yang posturnya biasa, jauh dari kekarnya sosok lelaki yang biasanya mendominasi pekerja bangunan.

Yu Ratmi, memang tidak pintar, bahkan lulus SD pun tidak, namun jangan meragukan semangatnya sebagai pejuang ekonomi keluarga tandem dengan suaminya. Kebutuhan ekonomi menjadi faktor utama terjunnya Yu Ratmi ke dunia buruh bangunan seperti suaminya. 

Bagaimana lagi, jika hendak bertani hanya ada sepetak tanah yang berada dilereng bukit sehingga bisa ditanami padi hanya saat musim penghujan tiba. 

Artinya hanya setahun sekali bisa ditanami padi, selebihnya ditanami tanaman lain bahkan seringkali dibiarkan saja karena tidak ada air yang cukup untuk mengairi tanaman. Sementara kebutuhan harian untuk makan-minum, kegiatan sosial, dan biaya sekolah anak harus mereka penuhi berdua. 

Tidak ada kebutuhan barang mewah yang mereka inginkan seperti mobil atau barang-barang mahal lain, ia turut bekerja membanting tulang membantu suaminya semata-mata untuk mencukupi kebutuhan standar saja agar keluarganya bisa hidup, tentu saja hidup sederhana di kampung.

Saat bekerja Yu Ratmi ini sosok yang pendiam, lebih senang bekerja dari pada bercanda atau bicara dengan sesama pekerja bangunan yang mayoritas adalah para pria. Adalah hal yang lumrah ketika para pekerja pria sambil bekerja kadang melontarkan candaan satu sama lain, saling menyahut dengan berteriak, sehingga bisa membuat suasana cair. 

Kadang materi guyonannya rada mengarah ke hal-hal yang berbau porno, ini menyenangkan bagi paara pekerja pria, tetapi tidaklah demikian bagi Yu Ratmi. 

Walau secara fisik ia bekerja seperti halnya para pria, namun sejatinya dia adalah wanita yang berhati lembut. Seorang ibu yang tidak punya niat dan keinginan neko-neko kecuali hanya bekerja, untuk mendapatkan uang agar keluarganya bisa hidup selayaknya. 

Sekalipun pendiam Yu Ratmi juga bisa bersikap tegas bila ada hal-hal yang dia rasa melebihi batas. Justru ini yang bisa membuat kawan-kawannya terkejut, dan akhirnya tidak sembarangan dalam bersikap kepada Yu Ratmi.

Bagaimana menyiasati pengeluaran agar upah harian yang ia dan suaminya kumpulkan tidak boros? Pertama, berangkat kerja ia membonceng suaminya. Dulu mereka naik sepeda onthel, seiring waktu mereka bisa membeli motor bekas untuk dipakai berdua. Pilihan sederhana yang cukup menghemat biasa transportasi. 

Kedua, Yu Ratmi selalu memasak bagi keluarganya sewajarnya para ibu, setelah semua sarapan ia menyisihkan bekal makan siang untuk dibawa ke lokasi proyek. Sehingga ketika tiba waktunya makan siang, ia akan membuka bekal tersebut dan menikmati makan siang seadanya bersama sang suami.

Saya melihat kekuatan cinta dan kasih sayang yang ada dalam hati Yu Ratmi bagi keluarganya sehingga ia memiliki semangat yang luar biasa untuk terus bekerja di proyek bangunan. Rasa lelah, panas matahari, gerimis hujan, terpaan angin adalah hal yang biasa harus diterimanya. 

Bagaimanapun ia harus cuek dengan hal-hal susah yang bisa menyurutkan semangatnya, alih-alih mengeluh ia memilih menerimanya denga tulus. Itulah kekuatan cinta dari Yu Ratmi untuk suaminya, untuk anak-anaknya, untuk keluarga kecilnya.

Selamat Hari Ibu untuk Yu Ratmi dan setiap Ibu yang turut berjuang bersama suaminya demi cinta dan kasih sayang bagi keluarga. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun