Setiap kali hari Natal menjelang, selalu ada saja yang bertanya, "Apa makna natal tahun ini bagimu?" Kerap kali orang sudah begitu terbiasa dengan hari natal sehingga lupa menangkap makna natal yang bisa memberikan essensi mendalam sehingga memberikan semangat baru dalam menjalani kehidupannya di tahun depan.
Pencarian makna natal membawa saya melamunkan tentang sekelompok ahli perbintangan dari Timur Tengah yang sedang mencari jawaban atas tanda besar yang mereka terima yaitu sinar bintang terang.Â
Dalam tradisi Kristen, Orang Majus (dari bahasa Latin: magus) atau Orang Bijak juga Raja-raja dari Timur sering dianggap sebagai orang dari kerajaan Media, mungkin pendeta Zoroastrian, atau mungkin juga magi (bentuk plural dari magus) yang mengenal astrologi dari Persia kuno. (Sumber)
Pada jamannya mereka ini adalah orang-orang yang memiliki kelebihan, bukan orang sembarangan. Memiliki ilmu pengetahuan, dan kemampuan untuk menerjemahkan berbagai makna dari ilmu perbintangan.Â
Mungkin juga mereka ini ahli dalam ilmu-ilmu agama, ilmu kerohanian, sehingga menjadi panutan bagi banyak orang untuk menjalani kehidupannya dengan benar sesuai tatanan masyarakat yang berlaku saat itu.Â
Orang Majus saat ini mungkin setara dengan para ilmuwan dengan gelar doktor bahkan profesor yang memiliki keahlian spesifik dibidangnya masing-masing, atau mereka serupa dengan para pemimpin spritual atau pemimpin agama yang bukan hanya pandai dalam hal ilmu agama dan ilmu sosial namun juga memiliki pengetahuan yang luas tentang sains. Mereka juga termasuk dalam kasta kelas atas, golongan kaya dan terhormat.
Disinilah saya terkagum dengan keberadaan para Orang Majus ini, dengan posisi dan status sosialnya yang begitu tinggi di mata masyarakat, mereka yang kaya harta dan berilmu tinggi ini melangkah untuk mencari makna atas tanda ajaib dari bintang yang mengarahkan mereka keluar dari zona kekuasaannya, zona nyamannya, menuju Yerusalem.Â
Suatu negeri yang jaraknya bisa sebulan perjalanan naik kuda atau onta. Dan mereka patuh dipimpin oleh bintang terang untuk menemukan bayi mungil yang telah lahir untuk menyelamatkan dunia.
Maka pelajaran pertama adalah dari para Orang Majus ini adalah: Orang-orang kalangan elit, kalangan atas, orang kaya, orang-orang pintar dan berkuasa biasanya diidentikkan dengan kelas sosial yang eksklusif, borjuis, sombong, dan egois. Menjulang tinggi seperti menara gading.
Namun bagi mereka yang menggunakan segenap kekayaan, kemampuan dan kelebihannya dengan tulus, dengan sungguh-sungguh, untuk mencari dan mendapatkan pencerahan batin melalui pemahaman tentang makna natal, maka mereka akan mendapatkannya. Ini benar-benar anugerah. Anugerah keselamatan kekal bagi yang tulus mencarinya.
Pelajaran kedua dari pencarian makna natal adalah ketika saya mencoba mengkontraskan kelas sosial Orang Majus dengan kelas sosial sekelompok orang yang berada jauh dibawahnya, yang tidak sebanding, yaitu para Penggembala Domba atau Penggembala Kambing. Sebab dikisah lain dari Kitab Suci Injil, para penggembala ini juga mendapat anugerah kemurahan Tuhan dari kisah yang unik ini.
Penggembala domba dan kambing didalam kultur masyarakat Timur Tengah adalah kasta sosial yang rendah. Bukan hanya di Timur Tengah, di Indonesia pun demikian. Dan sepertinya di seluruh Asia, penggembala adalah profesi yang tidak terhormat dibanding pegawai pemerintah, pengusaha, atau pedagang.
Menyebut pengembala kambing maka orang akan memberikan konotasi sebagai pekerjaan yang tidak terlalu terhormat dan apalagi mulia. Pekerjaan sebagai penggembala kambing tidak memerlukan persyaratan yang sulit dipenuhi, misalnya harus berlatar belakang pendidikan dan kualitas karakter tertentu, ketrampilan yang tinggi, dan lain-lain. Siapa saja, asalkan mau dengan upah rendah, boleh menjadi penggembala kambing.
Jenis pekerjaan yang tidak memerlukan persyaratan dan berpenghasilan terbatas itu menjadikan penggembala kambing dianggap berstatus sosial rendah.Â
Jika seseorang melakukan sesuatu yang kurang pantas, miskin, dan bahkan bodoh, maka seringkali disebut seperti penggembala kambing. Tentu, seseorang yang diberi sebutan seperti itu biasanya juga tidak suka, karena merasa direndahkan dan atau dihina. (Sumber)
Para penggembala yang polos, sederhana, tidak berpikir neko-neko, hidupnya pas-pasan bahkan lebih tepat disebut miskin, tidak pintar, tidak memiliki pengaruh sosial di masyarakat bahkan cenderung terpinggirkan justru mendapatkan prioritas Illahi untuk mendengar kabar natal, kabar lahirnya bayi Yesus Sang Penyelamat.
Jadi pelajaran kedua adalah, makna natal diberikan kepada orang-orang yang hatinya sederhana, polos, yang hidup dalam "penderitaan", tidak memiliki harapan dan membutuhkan pembebasan.Â
Pembebasan dari masalah-masalah yang membelit sehingga membuat mereka seolah tidak mampu untuk hidup lagi, pembebasan dari sakit-penyakit bahkan seperti  ganasnya dampak pandemi Covid-19 yang meruntuhkan sendi-sendi ekonomi mereka, pembebasan dari belenggu pikiran yang membuat potensi hidup mereka tumpul, pembebasan dari segala hal yang membuat mereka tidak bisa menjadikan hidupnya berarti.
Logika manusiawi sering kali bertolak-belakang dengan logika Tuhan, Sang Pencipta, Yang Maha Kuasa. Itu sebabnya jika saat ini kita sedang berwujud Orang Majus janganlah menjadi lupa diri, sebab semua kehebatan dan kelebihan yang kita miliki hanya semata-mata anugerah-Nya saja.Â
Pun demikian apabila saat ini kita berwujud para penggembala domba atau kambing, tidak perlu berkecil hati sebab dibalik rasa tidak nyaman atas pekerjaan kita, penampilan yang tidak meyakinkan, dan kelas sosial yang rendah ada kebahagiaan yang disediakan-Nya.
Selamat merayakan natal bagi saudara-saudari umat Kristiani dimanapun berada. Kiranya damai di surga turun ke bumi, ke dalam hati setiap umat-Nya. Salam sukacita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H