Mohon tunggu...
Lanjar Wahyudi
Lanjar Wahyudi Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati SDM

Menulis itu mengalirkan gagasan untuk berbagi, itu saja. Email: lanjar.w77@gmail.com 081328214756

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Jangan Terjebak Politik Identitas

17 Desember 2020   16:30 Diperbarui: 17 Desember 2020   17:27 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: detik.com

"Kualitas SDM itu harus dibangun sejak di dalam kandungan. Oleh sebab itu, tidak boleh ada lagi stunting pada anak. Kesehatan ibu dan anak menjadi kunci, terutama pada usia emas, sampai tujuh atau delapan tahun. Lalu, kita tingkatkan kualitas pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Bukan hanya untuk membuat generasi muda menjadi pintar dan mampu berkarya, tetapi juga mencetak generasi Pancasilais, yang toleran, yang kokoh bergotong royong," Joko Widodo.

Sebagai satu bangsa, kita sepakat bahwa tujuan pembangunan SDM adalah menciptakan SDM yang unggul sehingga membawa kemajuan bagi Bangsa Indonesia yang besar ini. Itu sebabnya slogan SDM Unggul-Indonesia Maju mengemuka dalam HUT RI ke 74 setahun lalu. 

Apa yang dikatakan oleh Presiden tentang pembangunan SDM bukan hanya untuk membuat generasi muda menjadi pintar dan mampu berkarya, tetapi juga mencetak generasi Pancasilais, yang toleran, yang kokoh bergotong royong, adalah sebuah tujuan yang jelas, jelas untuk dibedah oleh setiap stake holder yang terlibat di negara ini supaya bisa tercapai. 

Guru sebagai salah satu stake holder tentu memahami hal ini, terlebih lagi hal ini menjadi bagian yang terkait dengan cita-cita luhur pendiri bangsa yang termaktub dalam konstitusi kita UUD 1945. Maka sungguh ironis menyaksikan oknum Guru terjebak mengikuti aliran politik identitas, sehingga profesi mulia sebagai pendidik anak-anak bangsa terkotori oleh kepentingan politik atau kepentingan kelompok yang memiliki agenda tertentu. 

Mereka lupa bahwa para orang tua menitipkan anak-anaknya untuk dididik dengan baik agar akal budi pikiran mereka terbangun dengan benar sehingga kelak menjadi manusia dewasa yang unggul dan siap menjalani kehidupannya dengan bekal kecerdasan kognisi yang memadai dan karakter ke-Indonesia-an yang kuat.

Politik Identitas adalah politik yang menekankan pada perbedaan-perbedaan yang didasarkan pada asumsi fisik tubuh, kepercayaan, dan bahasa yang menjadi ciri atau tanda khas dari seseorang. Contoh terkenal adalah Politik Apertheid di Afrika yang membagi warganya menjadi dua golongan masyarakat berdasarkan ciri fisik, yakni mereka yang berkulit hitam dan mereka yang berkulit putih. 

Di Indonesia sendiri, politik identitas sering didasarkan pada kepercayaan dan suku bangsa. Contohnya adalah ujaran kebencian yang bersifat SARA yang digunakan sebagai alat untuk menjegal pihak lawan politik seperti yang marak terjadi saat pemilihan Gubernur Jakarta kemarin. 

Selain itu, politik identitas juga digunakan sebagai salah satu strategi kampanye untuk para kandidat dalam Pemilu, dan juga menjadi alasan beberapa orang untuk memilih. (kompasiana.com/angelsari)

Dalam tiga bulan terakhir ada 2 kali kasus yang mengemuka di media ketika oknum Guru di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta melakukan tindakan politik identitas dalam proses pembelajaran anak didik. 

Kasus yang pertama adalah TS oknum Guru SMAN 58 Jakarta yang bertindak rasial dengan mengajak siswanya untuk memilih Ketua OSIS berdasarkan agama yang diyakini calon Ketua OSIS dan mayoritas siswa. 

Sedangkan kasus yang terjadi pada 12 Desember 2020 adalah perbuatan S oknum Guru SMPN 250 Cipete yang bertindak politis dengan membuat soal ujian sekolah menggunakan nama tokoh politik nasional yang memiliki basis masa yang kuat dan sering berlaga dalam panggung politik kita. 

Dalam soal tersebut dua nama tokoh politik yaitu Anies dan Mega digambarkan sebagai sosok yang berlawanan sehingga dinilai soal tersebut mendiskreditkan nama Mega dan membuat citra nama Anies naik, (kompas.com).

Hal ini merisaukan, sebab Guru adalah sosok yang diberikan amanah untuk membentuk jiwa dan watak peserta didik. Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. 

Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan negara. Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen disebutkan bahwa Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevalusi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan menengah. (Guruberbagi.kemdikbud.go.id)

Demi memastikan Guru bisa menjalankan tugas pokok, fungsi dan perannya negara tak kurang-kurang dalam menyiapkan perangkat-perangkat yang diperlukan. Salah satunya negara sudah mengatur dan menuntun Guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya dalam UU No 14 tahun 2005 Pasal 20 huruf c-d-e yang berbunyi dalam menjalankan tugas keprofesionalan, Guru berkewajiban bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik Guru, serta nilai-nilai agama dan etika, dan memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Ketidakmampuan oknum Guru untuk memahami essensi keberadaannya ditengah masyarakat pendidikan dan masyarakat luas, membuatnya mudah dipengaruhi oleh ideologi berbagai partai politik dan golongan yang memiliki agenda-agenda tertentu. 

Itu sebabnya Guru harus terus belajar, bukan hanya apa yang ia kuasai sebagai seorang Guru mata pelajaran saja tetapi juga mengenai hal-hal umum dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Senantiasa menggunakan keseimbangan antara kejernihan hati (rasa, emosi) dan pikiran (rasionalitas) dalam memberikan respon atas setiap fenomena politik yang terjadi didalam negara ini, dan bukan semata-mata berdasarkan emosi sesaat yang semu akibat pengaruh permainan agen-agen partai atau kelompok tertentu yang memancing reaksi sesuai apa yang ia kehendaki. 

Jika Guru terjebak dalam permainan ini maka sah sudah Guru menjadi agen partai, agen kelompok, yang efektif untuk mencuci otak para siswanya dengan ideologi yang dianut. Hasilnya bisa dipanen dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang. 

Dalam jangka pendek setidaknya para siswa sudah memiliki bibit-bibit yang tersemai dalam hati dan pikirannya sebagai kelompok yang benar yang memiliki tujuan perjuangan mulia vers mereka. 

Dalam jangka menengah tentu yang diharapkan adalah suara elektoral yang berlipat seiring usia mereka memenuhi syarat untuk menentukan pilihan atau hak suaranya. Dan dalam jangka panjang tentu saja mudah ditebak, kelanggengan partai atau kelompok dalam memegang tampuk kekuasaan dalam sistem kenegaraan.

Sebagai orang tua, mengerikan membayangkan hal ini. Kita mengirim anak-anak untuk masuk sekolah bukan dengan tujuan menjadikan mereka obyek cuci otak oleh oknum Guru yang keblinger menjadi agen politik identitas, kita ingin anak-anak kita menjadi manusia yang unggul seutuhnya. 

Manusia Indonesia yang memegang teguh nilai-nilai luhur yang telah terbukti menjadi pemersatu dari berbagai perbedaan yang ada di antara kita. Kita ini berbeda-beda, tetapi kita berdiri bersama menyatukan diri untuk hidup bersama dalam bingkai NKRI. Maka kesepakatan bersama untuk hidup sebagai satu bangsa, menjalani setiap dinamika kehidupan bermasyarakat berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila, dalam tatanan kenegaraan dibawah konstitusi UUD'45 haruslah terus disemai dengan tekun dan terus-menerus. 

Guru memiliki proporsi yang besar dalam hal ini, sebab setidaknya 20 tahun pertama dalam kehidupan anak-anak kita adalah masuk sekolah, belajar, menjadi murid. Murid para Guru, dan murid para Dosen. Cucilah otak mereka sampai bersih dan isilah dengan ilmu dan pengetahuan, bentuklah karakter mereka dengan benar, sampai akhirnya mereka menjadi orang-orang berkualitas di masa depan yang menopang keberlangsungan negeri ini. Tetap semangat untuk para Guru, kami mendukungmu menjadikan generasi penerus bangsa yang semakin baik. Salam hormat.

REFERENSI:
kompas.com
detik.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun