Bila tidak bahagia dalam hubungannya, seorang wanita tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. Bila tidak bahagia dalam pekerjaannya, seorang pria tidak dapat berfokus pada hubungannya. - Pease & Pease
Di awal menjalin hubungan dengan pacar alias calon istri sekitar 20 tahun yang lalu, saya ingat banyak sekali penyesuaian yang kami alami, tepatnya yang saya harus lakukan. Kerap kali pacar saya ngambek ketika kami ada kesempatan makan bersama sepulang kuliah, atau saat hangout berdua di malam minggu, atau sepulang gereja.Â
Pangkal masalahnya sederhana, ketika sudah memesan makanan kami menunggu di meja makan yang sudah kami pilih, biasanya di meja tersebut ada majalah atau koran yang disediakan untuk dibaca oleh pelanggan, saat itu gadget masih barang mahal dan langka jadi belum bisa baca berita online menggunakan gadget.Â
Saya adalah orang yang senang membaca, sebab dengan banyak membaca maka saya akan mendapat banyak informasi, mendapat banyak pengetahuan, dan itu menjadi modal berharga untuk bahan ngobrol dengan siapapun termasuk pacar saya.
Jadi pasti saya langsung baca koran atau majalah yang ada di meja makan tersebut, bahkan tanpa saya sadari saat makanan sudah disajikan saya menyantapnya sambil membaca koran.
Disinilah bencana terjadi, pacar saya yang sedari awal merasa saya cuekin, menjadi marah (lebih tepatnya dia ngambek manja), momen yang semestinya menjadi berharga untuk menjalin komunikasi yang indah menjadi hambar baginya tanpa saya menyadari.Â
Menyadari kesalahan ini buru-buru saya meletakkan koran dan makan sambil mencoba ngobrol walaupun saya sendiri bingung mau ngobrol apa, jadi saya lebih banyak mendengar, mengiyakan, dan sesekali menyahut dengan kalimat yang saya sengaja pro dengan apa yang diomongkan pacar saya.
Untunglah kejadian ini sudah membuat saya jera, dari pada kehilangan rasa sayangnya lebih baik merubah diri agar kedepannya bisa harmonis dalam hidup berkeluarga.Â
Dan benar rupanya kami hanya bisa menjalin hubungan pacaran selama setahun bersama, dan lima tahun berikutnya kami harus "long distance relationship" alias pacaran jarak jauh, sampai akhirnya menikah dan tinggal bersama.
Mungkin dari antara kita ada juga memiliki pengalaman serupa dengan saya, atau sedikit berbeda tetapi masih berkisar pada relasi pasangan yang surut-naik atau timbul-tenggelam tiada henti.
Mungkin kita perlu menemukan salah satu rahasia unik dalam perbedaan alamiah antara pria dan wanita yang diciptakan Tuhan sedemikian rupa untuk saling mengisi kekurangan satu sama lain.Â
Saya menemukan guru literasi yang sangat bagus untuk memahami permasalahan ini. Pease & Pease, 2001, Mengapa Pria Tidak Bisa Mendengarkan dan Wanita Tidak Bisa Membaca Peta, memberikan uraian menarik untuk membuat hati dan pikiran kita lebih tercerahkan: Masyarakat modern hanyalah sekedar kedipan singkat dilayar evolusi manusia.
Hidup dalam peran tradisional selama ratusan ribu tahun telah membuat wanita dan pria modern dibekali dengan sirkuit otak yang menyebabkan banyak dari kesalahpahaman dan masalah dalam hubungan kita.Â
Pria selalu mendefinisikan diri mereka melalui pekerjaan dan pencapaian mereka dan wanita mendefinisikan harga diri mereka melalui kualitas hubungan mereka. Pria adalah pemburu dan pemberi solusi---ini haruslah menjadi prioritasnya untuk bertahan hidup.Â
Wanita adalah pelindung sarang---perannya adalah memastikan keberlangsungan hidup generasi selanjutnya. Semua studi yang dilakukan terhadap nilai-nilai yang dimiliki pria dan wanita di tahun 1990-an terus menunjukkan bahwa 70%-80% pria di mana saja masih mengatakan bahwa bagian terpenting dari hidup mereka adalah pekerjaan mereka, dan 70%-80% wanita berkata bahwa prioritas terpenting adalah keluarga mereka.
Konsekuensinya: Bila tidak bahagia dalam hubungannya, seorang wanita tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. Bila tidak bahagia dalam pekerjaannya, seorang pria tidak dapat berfokus pada hubungannya.
Saat berada dibawah tekanan atau stress, wanita memandang waktu yang dihabiskan untuk berbicara dengan pasangannya sebagai sesuatu yang berharga, tetapi pria memandang itu sebagai interferensi terhadap proses pemecahan masalah yang sedang dilakukannya. Sang wanita ingin berbicara dan bermanja-manja, dan yang pria ingin menonton sepak bola.Â
Bagi wanita tersebut, pria tersebut mungkin terlihat acuh dan masa bodoh, dan sang pria akan melihat wanita tersebut sebagai orang yang menjengkelkan atau suka bertele-tele. Persepsi ini adalah cermin dari prioritas dan tatanan otak mereka yang berbeda.Â
Inilah sebabnya mengapa wanita selalu berkata bahwa hubungan mereka tampaknya lebih penting baginya daripada bagi pasangannya---karena itu memang benar.
Memahami perbedaan ini akan melepaskan pundak kita dan pasangan kita, dan kita tidak akan terlalu keras menghakimi perilaku masing-masing.
Nah, dari penjelasan tersebut setidaknya kita mulai mengerti perbedaan pria dengan wanita dalam memandang sebuah hubungan. Jadi selanjutnya bagi anda yang sedang menjalin hubungan pertemanan, pacaran, atau sudah menjadi suami-istri wajib memahami hal ini.Â
Demikian pula didalam pekerjaan jika ada permasalahan terkait semangat kerja, motivasi yang naik-turun atau pola komunikasi yang tidak baik jangan buru-buru menghakimi rekan kita sebagai kesalahan yang tak dapat diperbaiki, mungkin saja mereka sedang ada masalah dalam relasi dengan pasangannya.
Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga daripada permata. Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan.
Salam sehat selalu..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H