Mohon tunggu...
Lanjar Wahyudi
Lanjar Wahyudi Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati SDM

Menulis itu mengalirkan gagasan untuk berbagi, itu saja. Email: lanjar.w77@gmail.com 081328214756

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemimpin yang Ber - Kurban

7 Agustus 2019   23:33 Diperbarui: 10 Agustus 2019   18:21 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemimpin tidak perlu merasa antipati terhadap orang lain atau pihak-pihak yang tidak sependapat dengan idenya. Seperti siang yang tidak bisa menolak datangnya malam namun menerimanya dengan ikhlas, karena perbedaan itu justru menimbulkan keseimbangan alam semesta. 

Demikian pula pemimpin hendaklah ia  menerima fakta bahwa ada pihak-pihak yang bertolak-belakang dengannya, manakala itu mampu diolah dengan baik maka akan menjadi penyeimbang dari setiap pola pikir, ide, dan kehendaknya supaya tidak terjerumus dalam kesalahan yang berujung kepada kegagalam dalam memimpin dan mencapai tujuan.

Poin keempat adalah : Tidak takut menderita dijalan yang dipilih.

Ketika pemimpin sudah menetapkan sebuah tujuan seringkali berhadapan dengan hambatan, dan ujian-ujian. Tidak ada  perjalanan yang berlangsung mulus selamanya, kadang ada jalan terjal yang harus dilalui dengan sabar dan tekun  untuk menuju sebuah akhir yang didambakan. 

Pun demikian dengan perjalanan seorang pemimpin, bahkan jika pengurbanan seorang pemimpin itu harus disertai dengan penderitaan janganlah merasa itu sebagai sebuah kegagalan, tetapi sebuah teladan hidup dalam  mengamalkan jiwa pemimpin yang melayani. 

Seperti curahan hati  Presiden RI yang pertama, Ir. Soekarno,"Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian bahwa kekuasaan seorang Presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanya kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa".

Pemimpin memiliki batas waktu kekuasaan dan kewenangannya, namun manakala ia adalah pemimpin yang mendedikasikan hidupnya untuk kebaikan orang-orang yang dipimpinnya maka sekalipun secara formal ia sudah tidak menjabat sebagai pemimpin ia masih terus memberi manfaat bagi banyak orang karena nilai-nilai (value) di dalam dirinya terus hidup dan menggerakkan dirinya untuk terus melayani, berkurban memberi manfaat kepada siapapun disekitarnya. 

Value itu akan menjadi alarm yang terus berdering manakala ia tidak menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain, serupa dengan kompas dimana utara bermakna manfaat dan kebaikan bagi sesama maka value itu akan terus konsisten menjadi kompas penunjuk arah utara manakala pemimpin mulai bergeser dari arah jalan bernama "menjadi manfaat bagi sesamanya".

Selamat memimpin, selamat memberi diri menjadi kurban yang memberi manfaat perubahan hidup yang lebih baik kepada orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun