Tidak hanya sebagai wacana yang tidak sesuai dengan tujuan awal, yaitu mengentaskan masyarakat borderline (terpinggirkan). Dari salah satu beritadetik.com terkait fakta buruk kades. Menurut Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengaku banyak yang protes kepadanya karena penerima bantuan sosial (bansos) Program Keluarga Harapan( PKH) tidak tepat sasaran.
Dengan adanya Bantuan PKH Risma memperbaiki data DTKS untuk bisa merekap ulang supaya semua stekholder (RT, RW, dan rakyat) bisa bersinergi dalam pendataan kemiskinan dan mengentaskan kemiskinan di setiap daerah dan setiap wilayah. Dari sini pemerintahan desa harus transparan dalam regulasi pendataan. Jangan sampai pendanaan dan bantuan salah sasaran. Apalagi prioritas keluarganya dan tim suksesnya.
Ungkap kasus Kades
Karena dana desa yang di gelontorkan lumayan banyak dalam Peraturan Pemerintah nomor 47 tahun 2015 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang desa. Di jelaskan dalam pasal 81 ayat 1, anggaran dana desa atau disebut dengan ADD penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa di anggarkan dalam APB desa bersumber ADD.
Sebenarnya masa jabatan yang di gugat-nya tidak relevan dengan sebagaimana yang di maksudkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang desa, pasal 47 terkait jabatan kepala desa dalam ayat 2 Â "kepala desa dapat menjabat paling lama 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut- turut atau tidak berturut- turut ". Berarti jika di kalikan 6 (enam) di tambah 3 (tiga) kali dapat menjabat 18( delapan belas) tahunan.
Masyarakat tidak tahu harus mengadukan kemana jika " ada " yang menyelewengkan dan mengelapkan bantuan sosial terutama yang setiap bulan dan tahun pasti berdatangan. Walaupun sudah di larikan kedalam fasilitas baru ke ATM dan Bank/ Pos. Itu belum bisa mengindetifikasi kejahatan sudah selesai. Karena data bantuan seperti PKH dll masih hangat di bicarakan terkait salah sasaran.
Salah satu kasus dari tidak kelihatan ada salah satu kasus yaitu, korupsi dana desa 15 Milyar daerah Muara Enim Sumatera Selatan. Dan baru- baru ini pemerintah desa dapat panggilan dari Polres Sumenep Jawa Timur terkait penyelewengan dana bantuan sosial.
Kesimpulan
Penulis tidak menyalahkan adanya aturan perpanjangan jabatan. Akan tetapi penulis mengkhawatirkan implementasi yang di wacanakan akan menjadi keburukan bagi kaum borderline (masyarakat terpinggirkan). Gejola padangan masyarakat melawan arah atas adanya bantuan sosial bahwa bantuan sosialnya untuk orang dalam saja.
Menyikapi Kritis
Selain itu, Wawan menemukan para aparat desa tersebut minim pengetahuan soal gratifikasi, konflik kepentingan hingga proses pengadaan barang dan jasa di wilayahnya. Tantangan terakhir menurut KPK, kata Wawan, dia menilai budaya lokal dan hukum adat yang ada sudah semakin tergerus. "Namun terdapat dari data yang ada, hampir 600 orang kades yang terlibat tindak pidana korupsi," imbuhnya.
Pandangan penulis hanya sebagai argumen terhadap apa yang ada di berita yang di publik oleh beberapa media. Untuk menyikapi perihal kasus perlu adanya kebijakan dalam Undang Undang Desa yaitu desa antikorupsi. Untuk menghilangkan bualan kepala desa terhadap tahta/jabatan yang sering dan di lakukan penyelewengan anggaran dan bantuan sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H