Mohon tunggu...
N L Lani Iswarini
N L Lani Iswarini Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengais Rupiah di Tangga Pasar Beringharjo

6 Oktober 2011   04:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:17 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

YOGYAKARTA(3/10) Pasar Beringharjo terlihat ramai seperti biasanya. Penjual dan pembeli sibuk bertransaksi demi memperoleh keuntungan yang mereka inginkan, tak ayal rupiah demi rupiah bergulir dari banyaknya transaksi yang terjadi di dalam pasar. Transaksi tidak hanya terjadi pada kios-kios yang dibuka di dalam pasar, tapi juga di pinggiran dan sudut pasar yang sering terlewati, yakni tangga pasar.

Seperti halnya Ibu Wati (50), wanita asal Gunung Kidul ini bekerja sebagai penjual Adang-adang atau pakaian bekas di tangga sebelah selatan Pasar Beringhar. Ibu Wati sehari-hari berjualan di tangga Pasar Beringharjo dari pukul 08.00 sampai 14.00 WIB.

Pasar Beringharjo merupakan pasar terlengkap yang ada di kota Yogyakarta. Mulai dari menjual pakaian sehari-hari, pakaian batik, perlengkapan wanita, perlengkapan masak, sepatu, tas dan lain sebagainya. Pasar ini seolah menjadi sentra bisnis kota Yogya sekaligus jantung kehidupan ekonomi rakyat Yogyakarta dan sekitarnya. Maka tidak dipungkiri, banyak masyarakat mengais rupiah di pasar ini, mulai berdagang layak pada tempatnya maupun di emperan dan di tangga pasar.

“Mau punya lapak tidak ada modal, jadinya jualan di tangga sini saja,” ujarnya sembari tertawa renyah. Ibu Wati mengakui kalau berjualan di tangga pasar tidak ada pungutan apa pun dari petugas.

Wanita berkerudung ini sudah 10 tahun berjualan Adang-adang di tangga Pasar Beringharjo. “Kalau tidak sedang ada kerjaan di kampung, saya jualan di sini,” ungkapnya.

Pakaian-pakaian bekas yang Ibu Wati jual merupakan pakaian-pakaian bekas yang memang sengaja dijual pemiliknya karena sudah tidak dipakai lagi. Sehelai baju atau kemeja dijual dengan harga Rp 2.000,- sementara kalau hendak menjual pakaian kepada Ibu Wati, ia harus melihat dulu jenis pakaiannya, baru ia bisa menentukan harga.

“Tidak hanya pakaian, kalau mau ada celana, tas, sepatu dan alat-alat rumah tangga lainnya, tapi semua bekas. Kalau mau yang baru, saya bisa carikan,” katanya sembari memilin-milin Adang-adang jualannya.

Dari hasil jualannya, dalam sehari Ibu Wati biasanya memperoleh keuntungan Rp. 20.000,-

“Lumayanlah untuk beli kebutuhan dapur, biar tidak minta suami lagi,” sahutnya santai.

Susahnya ekonomi saat ini membuat Ibu Wati mau tidak mau mencari penghasilan sendiri untuk kebutuhan dapur, agar penghasilan suami yang katanya pas-pasan pun bisa menutupi kebutuhan keluarga yang kenaikannya kadang tidak menentu.

Lain lagi dengan Mbah Riyem (65), wanita yang sudah berumur ini masih semangat untuk berjualan pernak-pernik perempuan bekas berwarna-warni seperti gelang, cincin dan lain sebagainya.

Mbah Riyem mengaku sudah 10 tahun juga berjualan Adang-adang di tangga pasar Beringharjo tersebut dan sehari-hari keuntungannya tidaklah sebanyak Ibu Wati, “Rp 10.000,- , tidak dapat apa-apa juga pernah,” tuturnya sembari tersenyum.

Mbah Riyem yang memang asli Yogyakarta ini senang berjualan di tangga pasar Beringharjo, “biar ada kerjaan saja, sudah tua bingung mau kerja apa,” tuturnya kemudian memanggil beberapa orang pembeli perempuan yang lewat di tangga, menawarkan barang jualannya dengan lincah. (lani)



Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun