Mohon tunggu...
Teacher Adjat
Teacher Adjat Mohon Tunggu... Guru - Menyukai hal-hal yang baru

Iam a teacher, designer and researcher

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Salah Kaprah Tentang Bullying

8 Oktober 2023   00:28 Diperbarui: 8 Oktober 2023   06:55 1249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maraknya kasus perundungan (bullying) yang terjadi belakangan ini membuat sebagian besar pemangku kebijakan di sekolah berbenah, mengintrospeksi diri apakah perilaku bullying juga terdapat di sekolah mereka. Jika pun ada, mereka mengevaluasi apakah prosedur penanganan yang selama ini dijalankan sudah efektif.

Tidak hanya pihak yayasan atau manajemen, fenomena bullying yang tengah booming saat ini juga membuat para guru lebih aware terhadap siswa-siswi mereka, hal yang sama juga oleh para orangtua dan wali murid. Namun, sayangnya sikap kehati-hatian dari para guru dan orangtua tidak dibarengi oleh pemahaman yang utuh mengenai apa itu bullying, apa saja perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perilaku bullying, dan bagaimana cara menyikapi anak/siswa yang mengadu telah menjadi korban bullying.

Hal tersebut penulis temukan baik secara langsung maupun dari cerita rekan-rekan sesama pengajar pada momen pembagian raport beberapa waktu yang lalu. Rekan penulis bercerita bahwa pada momen tersebut beberapa orangtua "curhat" dan mengeluhkan kejadian-kejadian yang menimpa anaknya di sekolah, orangtua tersebut yakin bahwa buah hatinya telah menjadi korban bullying. Dan karena kekurangpahaman rekan saya tentang bullying membuat dia diam mendengar curhatan-curhatan para wali murid tersebut.

Penulis sendiri pernah mengalami hal serupa beberapa tahun yang lalu. Penulis ingat betul, malam hari itu tiba-tiba ada pesan yang masuk melalui Whatsapp, pesan yang cukup panjang dan berisi kalimat-kalimat yang menandakan bahwa si pengirim pesan sedang dalam kondisi marah. 

Dalam pesan tersebut, orangtua murid tersebut bercerita bahwa sepulangnya ia dari kerja, sang anak menghampiri dia lalu tiba-tiba menangis dan menceritakan kejadian yang telah dia (anaknya) alami saat di sekolah hari itu. 

Anaknya bercerita bahwa ia baru saja diintimidasi oleh teman sekelasnya. Mendengar "aduan" dari anaknya tersebut, sang orangtua lantas marah dan mengklaim bahwa anaknya telah menjadi koran bullying di sekolah lalu mengirim pesan ke penulis yang kebetulan saat ini sebagai wali kelas anaknya.

Sumber; Vstock LLC / Tetra images / Getty Images 
Sumber; Vstock LLC / Tetra images / Getty Images 

Realita yang terjadi sebagaimana di atas penulis yakin juga terjadi di berbagai sekolah, baik sekolah swasta maupun negri. Banyak pihak yang salah kaprah mengenai apa itu bullying sehingga menyamaratakan semua jenis intimidasi yang terjadi di sekolah sebagai perilaku bullying. Padahal terdapat perbedaan yang mendasar antara act of violence dengan bullying. 

Meskipun keduanya merupakan perilaku buruk dan tidak bisa disepelekan namun pen-generalisasian tersebut jelas berdampak terhadap siswa, guru dan juga sekolah secara umum.

Beda antara Bullying dan Act of Violence

Beragam definisi yang dapat kita temukan tentang bullying, namun yang paling disepakati oleh para pakar pendidikan dan psikologi yaitu definisi yang dikeluarkan oleh The Anti Bullying-Aliance yakni,

"Bullying is repetitive, persistent and intentional hurting of one person or group by another person or group, where the relationship involves an imbalance of power."

Dari definisi di atas, penulis menggaris bawahi beberapa kata yang menjadi ciri khas perilaku bullying yaitu repetitive, persistent and intentional hurting. Maka dari itu sebuah tindakan dapat dikategorikan sebagai perundungan (bullying) jika dilakukan secara terus menerus (repetitive) oleh pelaku atau kepada korban yang sama. 

Selain itu juga tindakan tersebut dilakukan dengan gigih (persistent) dan disengaja dengan tujuan menyakiti korban (intentional hurting) baik secara fisik maupun psikis. 

Sementara Act of Violence merupakan perilaku kekerasan yang dilakukan secara random tanpa sebab dan maksud yang jelas, seringkali dilakukan karna bercanda atau iseng. Singkatnya, semua bentuk bullying merupakan act of violence, sedangkan tidak semua act of violence merupakan bullying.

Bullying; Tindakan yang melibatkan banyak pihak

Di samping tiga ciri khas yang telah dipaparkan di atas, tindakan bullying juga umumnya melibatkan beberapa pihak. Hal tersebut dijelaskan oleh Dr. Olweus melalui karyanya, Bullying at school: What we know and what we can do. (Oxford;1993). 

Olweus menggambarkan keterlibatan beberapa pihak pada tindakan bullying sebagai sebuah siklus yang dinamakan The Bullying Circle.

Sumber; From book Bullying at school: What we know and what we can do. (Oxford;1993)
Sumber; From book Bullying at school: What we know and what we can do. (Oxford;1993)

Melalui siklus di atas Olweus ingin menjelaskan bahwa selain pelaku dan korban ada beberapa pihak yang juga terlibat dalam sebuah tindakan perundungan tentunya dengan perannya masing-masing, antara lain;

  • Bully/Bullies, yaitu pelaku utama, inisiator perundungan
  • Follower or Henchmen, yakni pelaku perundungan namun bukan sebagai inisiator
  • Active Supporters, yaitu pendukung perundungan dan ikut menyoraki korban
  • Passive Supporters, yaitu pendukung perundungan meskipun tidak menampakkannya secara terbuka
  • Disengaged Onlooker, yaitu pihak yang menyaksikan perundungan namun acuh dan menganggap hal tersebut bukan urusannya.
  • Potential Defenders, yaitu pihak yang tidak menyetujui tindakan perundungan namun tidak bisa atau tidak berani berbuat apa-apa
  • Defender, yaitu pihak yang tidak menyetujui perundungan dan melakukan sesuatu untuk menyelamatkan korban.

Melalui lingkaran bullying di atas, Olweus menyadarkan kita bahwa perilaku bullying dapat tumbuh subur dan membudaya jika peran sebagai Defender sedikit atau bahkan tidak ada. Contoh yang paling nyata yaitu pada kasus perundungan yang terjadi di Cilacap beberapa waktu lalu. 

Dalam video bullying yang sempat viral beberapa waktu lalu itu, nampak salah seorang siswa yang tengah dikelilingi oleh siswa-siswa yang lain, lalu ada satu siswa bertopi yang merupakan pelaku nampak mengintimidasi orban sejak awal, mulai dari mencaci, mengdorong, memukul hingga menendang korban secara membabi buta. 

Sementara siswa-siswa lainnya nampak berperan sebagai follower, active supporter, passive supporters, disengaged onlooker dan mungkin ada pula potential defender-nya. Namun sayangnya di video tersebut nampaknya tidak ada siswa yang berperan sebagai Defender sehingga sampai dengan akhir video tidak ada pihak yang menyelamatkan korban dari amukan pelaku.

Sumber; detik.com
Sumber; detik.com

Pada akhirnya, penulis berharap melalui penjelasan di atas pemahaman kita mengenai bullying semakin tercerahkan dan mendalam, baik sebagai guru maupun orangtua siswa. Sehingga jika buah hati atau siswa kita mengadu kepada kita perihal kekerasan yang dialaminya di sekolah tidak serta merta kita klaim sebagai tindakan perundungan sebelum kita amati dan pahami secara menyeluruh permasalahnya.

Do and Don't When Your Child If They Come Home and Say They Have Been Bullied

Di akhir tulisan ini, penulis ingin berbagi tips jika suatu ketika buah hati atau siswa kita mendatangi kita lalu ia bercerita dengan serius bahkan dramatis bahwa ia telah dibully, maka;

Sumber; Doc Pribadi
Sumber; Doc Pribadi

Sudah sewajarnya, kita sebagai orangtua sangat menyayangi buah hati kita, tidak ingin hal buruk terjadi pada dirinya. Namun perlu kita sadari, dalam kehidupan di alam dunia ini tidak mungkin tidak ada friksi dan konflik. Hal demikian pasti ada dan bakal dialami oleh mereka (buah hati kita), tinggal bagaimana kita sebagai orangtua membekali mereka dengan prinsip-prinsip hidup yang dapat membuat mereka tidak hanya bertahan tapi juga memberikan nilai-nilai kebaikan bagi orang-orang di sekitarnya. Prinsip-prinsip tersebut tidak lain dan tidak bukan harus berasal dari nilai-nilai ketuhanan (baca; agama). Wallahu'alam

Kurniadi Sudrajat

(Guru SD/Anggota RPI Pusat Bidang Pendidikan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun