Mohon tunggu...
Teacher Adjat
Teacher Adjat Mohon Tunggu... Guru - Menyukai hal-hal yang baru

Iam a teacher, designer and researcher

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menakar Eksistensi Gerakan Literasi Nasional di Era Post Truth

16 Maret 2022   13:22 Diperbarui: 16 Maret 2022   13:28 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Fakta-fakta tersebut seharusnya menjadi cambuk bagi pemerintah untuk semakin serius dan totalitas dalam menggalakkan gerakan literasi di masyarakat dan keluarga, bukan hanya di sekolah saja. Karna ketiga ranah tersebut tentunya saling berhubungan. Dengan demikian masyarakat kita baru akan siap bertransformasi menjadi masyarakat 5.0.

Fenomena post truth tidak saja menghasilkan produk berupa fake news dan hoax, namun juga produsennya yaitu apa yang kita kenal dengan Buzzer atau pendengung. Istilah buzzer awalnya marak dipakai di ranah politik yaitu saat terjadinya pilkada DKI. Namun ternyata, setelah gelaran politik tersebut berakhir, profesi sebagai buzzer justru malah semakin ramai dibicarakan. Buzzer yang dulunya hanya menyentuh ranah politik, kini beralih ke isu-isu sosial bahkan agama. Akibatnya masyarakat yang belum paham mengenai literasi digital, yang menjadi korban pembelahan para buzzer. Terciptalah istilah cebong, kampret, kardun, dan lain-lain.

Alih-alih menekan laju pergerakan para buzzer, pemerintah justru disinyalir memanfaatkan jasa buzzer untuk melawan pihak-pihak yang kritis terhadap kebijakan rezim. Tak tanggung-tanggung pemerintah juga mengucurkan dana yang cukup besar untuk membiayai aktivitas digitalnya. Tahun lalu Indonesian Corruption Watch (ICW) menemukan anggaran senilai 90,4 milyar yang mengalir kepada para Influencer guna mempromosikan kebijakan pemerintah selama tujuh tahun terakhir.

Mencermati fakta tersebut jelas sekali bahwa tantangan Gerakan Literasi Nasional ternyata bukan hanya dari pihak eksternal saja, tetapi juga dari pihak penyelenggara GLN itu sendiri yang memanfaatkan era post truth demi memuluskan kekuasaannya. Tantangan yang semakin besar, ditambah dengan perhatian pemerintah serta masyarakat yang rendah jelas akan mengancam eksistensi GLN kedepannya. Namun, selalu ada secercah cahaya di tengah kegelapan malam. Semangat literasi justru kini mulai tumbuh dan berkecambah di jiwa para pemuda, mereka membuat taman-taman baca bagi anak-anak yang memiliki keterbatasan akses bahan-bahan bacaan. Semangat itu memancar dari wilayah yang jauh dari ibukota.

Kurniadi Sudrajat
(Anggota Agupena DKI/Guru SD)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun