Tunjukkan video apa yang terjadi saat proses aborsi. Tunjukkan video nasib mereka yang berurusan dengan hukum karena melakukan aborsi atau buang bayi. Itu jauh lebih efektif ketimbang menakut-nakuti mereka dengan sorga dan neraka. Tunjukkan dampak-dampak mereka yang hancur hidupnya karena kehamilan di luar nikah. Dari aborsi, buang bayi, hingga bunuh diri. Jujur, saya sangat berharap edukasi kesehatan reproduksi ini jangan dengan cara konvensional lagi harus dengan pendekatan yang radikal. Supaya para siswa ini benar-benar melek. Lakukan sehari penuh untuk menggedor jiwa mereka. Kalau perlu dibikin mirip pelatihan kecerdasan emosional yang berbandrol mahal itu.
Kembali ke soal Valentine, jangan dipandang sebagai sesuatu event romansa yang sakral. Anggap saja seperti harbolnas misalnya atau April Mop. Valentine hanyalah sekedar persoalan coklat batangan, bukan batangan berwarna coklat. Valentine bukanlah hal yang mesti diakhiri dengan ereksi dan ejakulasi.
Anggap Valentine sebagai event lucu-lucuan saja. Seperti halnya kalau kita menentukan suatu hari kita harus memberikan kado silang pada teman-teman kita.
Kalau memang Valentine mesti memberikan coklat, maka saya akan berikan ampyang dari Pasar Demangan yang dibuat dengan sepenuh cinta dari mbok bakulnya. Tapi kalau ada yang mau kasih saya coklat Swiss sih silakan.
Jadi gimana? Ya, pokoknya jangan sampai perayaan Valentine ini jadi semacam toxic dalam hidup kita. Mau setuju atau ndak, nggak usah gaslighting. Boleh aja sih kalau mau ghosting saat Valentine.
Lebaran identik dengan ketupat. Biarkanlah Valentine identik dengan coklat, bukan kondom.
"Mau ikut merayakan Valentine nggak, Mas?"
"Palentin, Palentin? Pala lu peyang ...."
WYATB GBU ASAP.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI