Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Musim Gugur di Bali

20 November 2021   19:03 Diperbarui: 20 November 2021   19:07 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Satu. Ya, hanya satu, wakil Indonesia yang tersisa di semifinal Daihatsu Indonesia Masters 2021. Kevin Sanjaya/Marcus Fernaldi Gideon menjadi penyelamat muka Indonesia.

Padahal ini turnamen di negeri sendiri. Sebagai tuan rumah mestinya bisa mengoptimalkan prestasi dan menjadi ajang unjuk gigi para pemain muda. Tapi malangnya yang senior saja sudah bertumbangan sejak babak pertama.

Seperti dejavu beberapa tahun lalu, ketika "rutinitas" tersebut dijalani The Minions. Setiap ada turnamen, ditanya apa targetnya, maka jawabnya adalah semacam , "Kami menargetkan satu gelar". Ya iyalah, satu gelar itu dari Kevin/Marcus. Lha terus yang lainnya ngapain?

Benar, kita baru saja mengalami euphoria merebut Piala Thomas. Benar, Olimpiade lalu, WD kita sukses merebut medali emas. Tetapi bila kita mencermati realitas kekuatan skuad kita di semua sektor, sebenarnya kita sedang dalam tahap yang mengkhawatirkan.

Greysia Poli/Apriyani, mungkin tahun depan adalah tahun terakhir mereka berpasangan. Apriyani perlu segera dipikirkan pasangannya. Sementara Hendra/Ahsan sudah memasuki "masa persiapan pensiun". Memang Hendra/Ahsan sempat mengalami "puber kedua" dengan menjuarai All England dan Kejuaraan Dunia pada 2019. Tapi momen itu sepertinya tak akan terulang lagi. Bisa dibilang mereka saat ini hanya menikmati permainan saja. Mungkin saja mereka akan berhenti bermain saat peringkatnya sudah berada di luar sepuluh besar.

Kekalahan Ginting di babak pertama memang menjadikan tanda tanya besar. Adapun Jonathan Christie sepertinya mukanya bakal terselamatkan dengan kenyataan bahwa para MS India memang sedang on fire hingga mampu menggilas "sang monster" Victor Axelsen. Perlu dipastikan memang apakah masih ada sisa-sisa cedera yang membebani kedua MS kita.

Untuk ganda putra, kita memang punya banyak amunisi muda yang potensial. Tapi di sektor lainnya praktis kita kedodoran.

Terhenti di babak pertama dari XD non unggulan jelas tidak bisa diterima. Masa-masa "bulan madu" Praveen/Melati sepertinya sudah berakhir. Pelatih perlu segera bersikap tegas. Kalaupun pahit berakhir dengan "perceraian", ya demi kebaikan semua pihak. Tidak bisa dibiarkan "perang dingin" ini berlarut-larut. Sementara Hafid/Gloria masih angin-anginan, dan belum mampu mengimbangi "The Big Four" (Siwei/Yaqiong, Wang Yilyu/Huang Dongping, Yuta/Arisa, Dechapol/Sapsiree). Rinov/Pitha memang progressnya menjanjikan namun belum cukup signifikan.

Saya khawatir PBSI ketularan penyakit PSSI. Jangan sampai kepengurusan menjadi tempat mereka yang cuma ingin numpang hidup dan numpang beken. Jangan pula dijadikan pengurus mereka yang hanya bisa memberikan sisa-sisa waktunya karena kesibukan menjadi pejabat. Ngurus bulutangkis itu pekerjaan serius, Bro ...

Apakah para pengurus PBSI sadar betul bahwa saat ini kita makin jauh tertinggal. Jangan bandingkan dengan negara "superpower" bulutangkis seperti China. Dengan "new-emerging-force" seperti Jepang pun kita tertinggal di banyak sektor. Sementara kita saat ini seolah berpuas diri, menganggap semuanya sedang baik-baik saja. Padahal seharusnya kita perlu melakukan perubahan besar, jangan organisasi dijalankan "bussines as usual" saja.

Sebenarnya kita sudah jauh tertinggal

Beberapa turnamen lalu kita tidak mendapati nama-nama para jagoan WD Jepang seperti Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi, Yuki Fukushima/Sayaka Hirota, Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara. Ayaka Takahashi pensiun, sehingga Misaki menjajal berkiprah di XD bersama Yuki Kaneko. Sementara Sayaka Hirota dan Wakana Nagahara sedang dibekap cedera.

Tapi kekuatan WD Jepang seperti tak berkurang. Pada Hylo Open 2021 awal November lalu, dua WD yang namanya masih asing bagi kita berhasil naik  ke podium. Chisato Hoshi/Rin Iwanaga dan Aoi Matsuda/Kie Nakanishi seolah menunjukkan kalau barisan WD Jepang memang tak ada habisnya.

Sementara di DIM 2021, belum lama Nami Matsuyama/Ciharu Shida berhasil menembus babak final. Tanpa 3 WD terbaiknya, Jepang masih sangat powerful.

Bagaimana dengan barisan WD kita? Di belakang Greysia/Apriyani praktis hanya ada Siti Fadia/Ribka, yang peringkatnya masih di kisaran 20-an. Kita benar-benar jauh tertinggal.

Lupakan dulu China dan Korea. Lihatlah sekarang perkembangan Thailand yang dulu hanyalah negara "dunia ketiga" di peta bulutangkis. Di tunggal putri misalnya, memang Ratchanok Intanon masih menjadi andalan. Tetapi selain Busanan Ongbangrungphan, kini mereka memiliki Pornpawee Chochuwong. Pornpawee Chochuwong ini memiliki progress yang cukup bagus dan mampu mengalahkan sejumlah pemain di jajaran elit seperti Carolina Marin dan Tai Tzu Ying. 

Sementara Gregoria Mariska masih jauh dari itu. Jorji memang punya teknik pukulan yang bagus. Tetapi stamina dan footwork masih menjadi PR Jorji. Thailand juga masih punya Phitayaporn Chaiwan, pemain muda yang mampu menembus semifinal Hylo Open 2021 dan DIM 2021.

Belajar dari negara lain

Tak perlu malu belajar dari negara lain, meski kita pernah menjadi dedengkot bulutangkis dunia. Karena perkembangan teknologi, sport science juga menjadi hal yang penting. Mungkin kita perlu belajar dari Jepang, bagaimana para atlet putri mereka mempunyai stamina yang tinggi. 

Lihatlah bagaimana Akane dan para WD Jepang mempunyai tenaga kuda, tak gentar bermain rubber set. Sementara banyak atlet putri kita gampang kedodoran di set ketiga. 

Kita juga bisa belajar dari Thailand yang saat ini mempunyai barisan tunggal putri muda potensial. Kalau di Korea ada An Se Young, di Thailand saat ini banyak "calon An Se Young" yang siap melejit.

Memang sejak dulu ganda putra selalu menjadi andalan untuk menyelamatkan muka Indonesia. Tetapi bagaimanapun kita perlu keseimbangan. Setiap sektor harus bisa menjadi andalan di setiap turnamen. Sehingga setiap turnamen kita tak lagi menjawab, "hanya menargetkan satu gelar". Kapan lagi kita bisa merebut kembali Piala Sudirman kalau andalannya hanya ganda putra saja?

Dulu sebelum "demam Olimpiade", meski masih kalah dari China, tapi di sektor putri kita masih menjadi penguasa di Asia Tenggara. Kini, kita tidak bisa hanya menunggu keajaiban, pemain bertalenta tinggi seperti Susi-Sarwendah-Mia bakal muncul begitu saja.

Menjaga aset terbaik kita

Para pelatih kita adalah aset bangsa yang sangat penting. Dulu kita pernah punya Tong Sin Fu. Dulu kita pernah punya Mulyo Handoyo. Dulu kita punya Liang Chiu Sia. 

Para pelatih bertangan dingin yang melejitkan Alan Budikusuma, Ardy B. Wiranata, Joko Suprianto, Hariyanto Arbi, Taufik Hidayat, Susi Susanti. Di luar Indonesia, Tong Sin Fu melahirkan Xia Xuanze, Lin Dan, Cai Yun, Fu Haifeng, sementara Mulyo Handoyo melejitkan Srikanth Kidambi.

Tentu saja untuk bisa ngemong dan nguwongke para pelatih ini adalah tugas para pengurus PBSI. Jangan ada lagi pelatih yang kabur ke luar negeri karena ada konflik dan ketidakpuasan.

Saya yakin, gaji bukanlah hal yang utama dijadikan patokan para pelatih ini. Tong Sin Fu, misalnya, kembali ke China setelah pengajuannya menjadi WNI terkatung-katung tanpa kepastian. Lha para pengurus PBSI nya ngapain aja? Padahal ini adalah pelatih top yang diminati oleh banyak negara.

Para pelatih kita dihargai bagai berlian di luar negeri. Jangan sampai mereka tersia-sia di negeri sendiri.

Semoga setelah pandemi ini berakhir kita bisa segera memasuki musim semi.

Salam olahraga

Salam bulutangkis

WYATB GBU ASAP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun