Pada hajatan All England 2019, adalah salah satu "debut" Hendra dan Ahsan di kursi pelatih Tommy. Waktu itu Tommy sempat mencapai babak perempat final.
Mereka menyempatkan diri menemani Tommy, mesti di tengah kelelahan bertanding, karena solidaritas sesama anak bangsa, tanpa honor apapun. Pelatnas maupun tidak, mereka semua masih membawa nama Indonesia. Respek.
Nasihat yang diberikan oleh para pelatih dadakan ini tak harus bersifat teknis lebih banyak bernuansa motivasi. Kadang cuma lecutan semangat seperti, "Ayo, coba lagi", "Yang sabar dan ulet", "Berani capek saja".Â
Tapi keberadaan sosok mereka saja sudah berdampak cukup besar pada kepercayaan diri pemain. Mereka punya pendamping, mereka punya pendukung, mereka tidak berjuang sendirian.
Setidaknya setiap break ada yang diajak ngobrol. Itu membantu membuka pikiran agar tidak ngeblok dan tetap kreatif. Kadang mereka sekedar tertawa bersama.
Saya yakin sebenarnya banyak pemain yang bersedia mendampingi Tommy. Hanya saja bagaimanapun faktor usia, kalau lebih muda kan pekiwuh sama Mas Tommy. Sementara Hendra (37 tahun), Ahsan (34 tahun), Nova (44 tahun), bisa lebih nyaman berinteraksi dengan Tommy (33 tahun).
Sebenarnya ada memang para pemain yang kursi pelatihnya tidak diduduki pelatih sebenarnya. Misalnya Chou Tien Chen (CTC). Kalau kita amati ada emak-emak di situ yang cukup ekspresif saat CTC memperoleh poin.Â
Wanita yang sering dipanggil oleh para BL dengan julukan "Ibu Peri" tersebut juga sangat antusias setiap kali interval. Entah saran apa yang diberikannya pada CTC. Wanita tersebut sebenarnya adalah fisioterapis dari CTC.
Saya ingat dulu Sony Dwi Kuncoro juga pernah bermain sebagai atlet non pelatnas. Yang duduk di kursi pelatih Sony adalah sang istri yang sekaligus sebagai manajemen yang membantu mengelola keikutsertaannya dalam turnamen-turnamen.
Bagaimanapun peran yang dibawakannya, Tommy, The Daddies dan Nova, sudah menunjukkan indahnya kebersamaan di dunia bulutangkis.
Salam bulutangkis. Salam olahraga.