Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mencoba Memahami Kejengkelan Penulis pada Pembajakan Buku

25 Mei 2021   15:39 Diperbarui: 26 Mei 2021   16:30 1065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capture tweet (dokpri)

Minimkan pajak buku, dan hal-hal lainnya yang membebani dunia perbukuan. Sehingga orang tidak tergila-gila membeli buku saat ada bazar buku saja.

Dalam urusan KTP pun minim "penghargaan" terhadap penulis buku. Seorang Penulis buku atau Sastrawan, mungkin akan disarankan oleh pegawai kelurahan/kecamatan untuk mengisi kolom Pekerjaan dengan Swasta, Wiraswasta, atau Freelance. 

Apa sajalah asalkan tidak diisi dengan Tidak bekerja. John Grisham kalau pindah ke Indonesia dan mencoba mengurus KTP (misal sebagai WNA yang memiliki ijin tinggal tetap), terpaksa mengisi kolom Pekerjaan dengan pensiunan (dia adalah pensiunan pengacara).

Saya juga manusia penuh dosa. Dulu pada masa kuliah sering membeli fotocopy dari buku import yang merupakan textbook kuliah. Buku aslinya mahal dan tak mudah memperolehnya. Tak mungkin juga meminjam ke perpustakaan selama satu semester, paling lama seminggu. Jadi kalaupun pinjam, ya cuma buat difotocopy.

Saya jadi teringat ada tempat fotocopy-an yang laris manis menjadi jujugan para mahasiswa saat mencari textbook kuliah. Waktu itu pada belum kenal internet. Jadi untuk mencari buku manual penggunaan suatu software misalnya, ya kita datangnya ke tempat focopy-an ini. 

Konon pernah kena gerebek juga berkali-kali, tapi tetap survive. Tapi ada satu prinsip yang dipegang oleh tempat fotocopy-an tersebut, pantang mengcopy buku berbahasa Indonesia. Mungkin takut gampang dilacak.

Saya sendiri kini, saat membeli buku di marketplace makin waspada dengan mencermati harga, penjelasan, dan review di suatu lapak. Lapak yang selain menjual buku ori juga menjual buku bajakan, saya hindari. 

Fokus ke lapak yang review ori-nya baik. Mending beli buku bekas tapi ori. Saya sendiri sudah berkali-kali membeli buku bekas tapi ori. Toh buat dibaca sendiri. Barulah, kalau membeli untuk dihadiahkan, kita beli yang baru.

Monggo Pemerintah, lakukan tugas panjenengan untuk hadir di semesta perbukuan. Tak harus bikin duta buku atau duta baca, ringankan pajak untuk penerbit dan penulis, subsidi harga kertas buku. 

Sehingga suatu saat kita punya banyak yang berkaliber seperti John Grisham, Stephen King, Dan Brown, JK Rowling, dan Paulo Coelho.

Capture tweet (dokpri)
Capture tweet (dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun