Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Kita Perlu Lebih Jaim di Urinoir?

27 Maret 2021   08:49 Diperbarui: 27 Maret 2021   08:51 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ingat ini antrian urinoir, bukan antrian sepeda motor di SPBU. Kalau sepeda motor antri di SPBU, bisa persiapan dengan membuka jok motor, melonggarkan tutup bensin. Bagaimanapun kebeletnya, jangan melakukan 'unboxing' sebelum tiba giliran kita di depan urinoir.

Jaga jarak adalah suatu hal yang bagus, meski bukan karena pandemi, dan jangan dorong-dorongan di antrian urinoir. Berikan ruang cukup yang nyaman bagi pengguna di depan kita melakukan hajatnya. Jangan lakukan kebiasaan di antrian supermarket, yaitu melongok-longok ke antrian terdepan bila merasa antrian tidak bergerak maju. Kalau di supermarket kita melongoknya ke counter, nah di urinoir mau melongok apa hayo .... Tenanglah, tidak ada barcode yang perlu dibaca, tidak ada yang perlu ditimbang, dan tidak ada yang lagi promo.

Jaim saat di urinoir juga perlu ditujukan terhadap mahluk selain manusia. Misalkan, kita malam-malam masuk ke toilet di sebuah kantor atau tempat perbelanjaan, suasana kosong, sepi, sendirian, tidak ada cleaning service atau orang lain. Ketika sedang pipis, terdengar suara ketawa perempuan dalam mode kunti ... hihihi ... Tidak perlu panik, tidak perlu tersinggung, selesaikan hajat dengan tuntas. Sebelum meninggalkan toilet, katakan dengan tegas ke arah suara ketawa tersebut, "Yang penting bukan ukurannya, tapi rasanya ....." Jadi kunti kok julid amat yak ... Belum tahu dia bagaimana dahsyatnya hasil karya Mak Erot yang mampu memberikan 'value added' secara maksimal .... haha ....

Mengapa lebih memilih urinoir ketimbang toilet tertutup? Padahal di toilet tertutup kan lebih merdeka dalam 'mengekspresikan' sesuatu. Pertama, toilet tertutup antriannya lebih lama pergerakannya, sementara kalau kebutuhan kita cuma BAK bukan BAB, lebih praktis di urinoir, apalagi kalau sudah kebelet pipis. Kedua, nah ini alasan bersifat pribadi, di lokasi yang kebersihan toiletnya kurang terpantau secara maksimal, toilet tertutup aromanya ngedab-edabi. Dan pernah juga saya masuk ke toilet tertutup dan mendapati temuan berupa 'artefak' yang masih hangat dari 'pelaku sejarah' sebelumnya. Buru-buru saya meninggalkan TKP, meski 3 hari 3 malam masih dihantui oleh 'penampakan' yang mengusik selera makan tersebut.

Saat mempergunakan urinoir di toilet umum kita mesti memahami adanya public space dan personal space, dan ada lagi "very very private space".

Baiklah para sedulur, pintu Toilet III telah dibuka, para pengguna yang sudah kebelet pipis dipersilakan segera memasuki ruangan.

WYATB GBU ASAP.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun