Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bagaimana Gerangan Suasana Perayaan Tujuh Belasan di Tengah Bayang-bayang Pandemi?

21 Juli 2020   07:00 Diperbarui: 21 Juli 2020   06:59 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lomba memasukkan pensil atau paku ke botol. Masih mungkin dilakukan, dengan menjaga jarak, mengenakan masker, dan setiap peserta mesti membawa pensil, paku, dan botolnya sendiri.

Tradisi tirakatan sebagai rangkaian kegiatan peringatan tujuhbelasan, masih banyak diadakan di kampung-kampung dan dusun-dusun. Tetapi pada masa pandemi kali ini, sepertinya akan banyak yang meniadakannya. Atau mereka melakukan inovasi, di mana warga cukup menyaksikannya secara online. Tirakatan online. Tentu saja, teh dan kopinya bikin sendiri-sendiri di rumah masing-masing.

Lalu bagaimana dengan upacara bendera di istana negara nanti? Masih adakah para undangan teladan berprestasi? Masih adakah perwakilan negara sahabat? Masih adakah paduan suara? Mungkinkah paduan suara bermasker? Bagaimana paduan suara menerapkan protokol kesehatan? Menerapkan physical distancing?

Masih adakah mereka yang mengenakan pakaian adat? Yang mengenakan blangkon, mengenakan masker. Yang mengenakan mahkota, mengenakan masker. Yang mengenakan koteka, mengenakan masker.

Tapi yang pasti kita masih mungkin ditemani dengan film-film khas tujuh belasan. Dulu kami menyebutnya film-film pitulasan. Jangan salah sangka, bukan film-film tujuh belas tahun ke atas khusus dewasa, tetapi film-film yang sering menjadi "pelanggan tetap" di layar kaca setiap perayaan tujuh belasan.

Janur Kuning, Kereta Api Terakhir, Serangan Fajar, Nagabonar, Perawan di Sektor Selatan, tapi yang paling berkesan bagiku tetaplah suara teriakan melengking dari anak kecil bernama Temon, "Pakeeeeeee ..........." Mungkin karena generasiku adalah Generasi Temon...

Gapura kampung dan desa yang dicat lagi. Kadang berhias umbul-umbul. Jalan-jalan kampung dihiasi bendera-bendera kecil. Kadang juga lampu-lampu kecil. Memang dalam situasi pandemi sekalipun, hal tersebut tidak melanggar protokol kesehatan. Tetapi, saat ini kita bisa melakukan penghematan, atau mengalihkan untuk hal yang lebih penting.

Kalau acara pawai dan karnaval tujuh belasan, memang selayaknya ditiadakan dulu. Selain menghindari kerumunan, juga perlu sadar diri kita sedang dalam situasi yang kurang kondusif, yang lebih memerlukan perhatian kita.

Kita mungkin sudah lama merdeka, tetapi pandemi ini mengingatkan kita bahwa sebuah kemerdekaan perlu diikuti tanggung jawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun