Bayangkan, service Pedersen bisa lebih dari sepuluh detik. Menonton Pedersen melakukan service, komentar netizen, "Tante Pedersen service ditinggal bikin kopi juga belum kelar." Pemain Denmark lainnya yang gemar delay service adalah Mathias Boe.Â
Karakter service Mathias Boe sangat berbeda dengan pasangannya di MD dulu yaitu Carsten Mogensen. Bila Boe delay service cukup lama, maka Mogensen gemar service "ala sepanyol". Entahlah, apakah hal tersebut memang merupakan strategi yang disengaja untuk merusak konsentrasi lawan.Â
Maklum para pemain ganda dari Denmark terkenal gemar bermain "drama". Pemain China yang terkenal gemar melakukan service ala "buffering" adalah Zhang Nan, pemain spesialis ganda. Tapi menilik pengalaman Zhang Nan, kayaknya dia bakal cukup cerdik untuk mensiasati umpire yang makin tegas menindak delay service.
Pada sektor ganda, faktor kritis dari service menjadi lebih dominan. Service bisa menyulitkan lawan, atau justru mempersulit diri. Service yang bagus bisa menjadi pembuka serangan. Tetapi service yang buruk bisa menjadi peluang bagi lawan untuk menggebuk. Service yang tanggung akan dengan mudah dicocor lawan.
Dulu di tahun 90-an, kita belum mengenal adanya service judge. Kini petugas pengganti shuttlecock sekaligus merangkap menjadi service judge. Setelah bulutangkis menjadi salah satu lahan perebutan medali di Olimpiade, minat banyak negara bertumbuh. Makin banyak juga atlet berpostur menjulang. Mungkin itu menjadi salah satu pertimbangan dalam merevisi peraturan.
Pada saat dulu ditetapkan pinggang sebagai batas ketinggian service, ada saja atlet yang protes dengan memasukkan kaosnya, agar pinggangnya kelihatan. Atau bahkan menunjukkan posisi wudelnya, untuk menunjukkan bahwa ia tidak service melebihi batas yang ditentukan. Terakhir, ketinggian untuk batas service ditentukan menjadi 115 centimeter.
Kembali ke soal delay service. Kenyataannya, saat ini memang belum tertulis ketentuan berapa detik batasan untuk melakukan service. Sehingga umpire mesti menentukan patokan berdasarkan perkiraannya sendiri. Jadi sangat bergantung pada pengalaman dan kebijaksanaan umpire.Â
Mungkin suatu saat akan muncul regulasi tambahan berkaitan service untuk mencegah atlet berlama-lama dalam melakukan service. Bisa saja di masa depan akan dikaji teknologi seperti halnya hawkeye dan VAR untuk pemantauan kala pemain melakukan service.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H