Saat di SD dulu bila ada "kewajiban" untuk maju satu persatu menyanyikan lagu di depan kelas.Â
Maka lirik lagu ini akan menempati rating kedua setelah Gundul-gundul pacul. Anak-anak akan memilih lagu-lagu yang terpendek, sehingga kurang dari semenit bisa segera njrantal kembali ke bangkunya. Begini liriknya:
Bebek adus kali
Nututi sabun wangi
Bapak mundhut roti
Cah ayu diparingi
Lagu itu kalau dipikir-pikir radak diskriminatif juga yak. Kok cuma cah ayu yang diparingi? Cah ganteng gimana nasibnya? Mungkin cah ganteng ndak jadi diparingi, karena ceroboh nyemplungke sabun wangi ke kali, jadinya malah kena slenthik.
Dulu kalau bocah-bocah saling ngledekin temannya, lirik lagunya bisa diubah. Misal lagi jengkel sama si Parmin, maka liriknya menjadi:
Bapak mundhut roti
Parmin ora sah diparingi
Perbedaan perlakuan ini bisa menyebabkan perbedaan kondisi akhir sabun. Bagi mahasiswa kalau tinggal di kost-kost-an dengan kamar mandi luar, jangan sekali-kali meninggalkan sabun mandi di dalam kamar mandi. Bukan hanya karena pertimbangan ekonomi semata, pagi meninggalkan sabun baru, sore sudah setipis ATM. Jadi jangan tinggalkan sabun tanpa pengawasan.
Tetapi alasan lainnya adalah kita tak pernah tahu "kronologi" penggunaannya. Jangan-jangan sempat dipakai cebok anak kost yang lagi kreminen atau wudunen? Bagaimana kalau di antara anak kost ada yang hobi "ngetik" atau "nulis tangan"? Atau sabun secara fisik terlihat masih utuh, tapi kok ketika disentuh perasaan radak pliket-pliket bernuansa mencurigakan gimana gitu?
Wah seandainya yang ditelusuri "sejarahnya" itu sabun bekas pakai dari seleb terkenal, pasti banyak dongeng yang "untold story". Bagaimana jika itu sabun bekasnya Jennifer Lopez atau Sharon Stone? Kabarnya  J-Lo mengasuransikan pantatnya yang njedhit itu dengan nilai setara triliunan rupiah.Â