Jadi sepatu selalu saya masukkan tas ransel, kemudian tas juga tak pernah dilepas saat di tempat wudlu, konon katanya malingnya berkeliaran disitu juga selain ada yang nekad juga ditempat sholat memanfaat kan suasana khusyu saat shalat jamaah.
Al - Furqon juga tempat saya menunggu jam kuliah masa awal. Â Kalau ada jeda waktu lama menunggu jam kuliah berikutnya maka saya akan duduk di koridor Al- furqon. Sebagai warga Bandung asli saya memilih pulang pergi sehinga tak bisa pulang dulu ke kamar kostan seperti teman lain. Makanya saya pilih rehat di Al-Furqon saja.
Namun hati- hati di jam shalat. Â Kalau kita bandel nongkrong.-nongkrong di situ ada petugas yang sengaja menyemprotkan air di koridor untuk mengusir halus mahasiswa mahasiswi yang masih asyik ngobrol di jam shalat.
Sepanjang koridor Al- Furqon selain sering digunakan untuk mengerjakan tugas kuliah. Selain kegiatan akademisi ada juga kegiatan religi  seperti kegiatan tahsin dan tahfiz.
Kalau sedang duduk- duduk selonjoran gitu saya lapar, maka tak perlu khawatir barisan pedagang baso tahu dan cuankie siap menyodorkan mangkok dengan harga merakyatnya.
UPI yang kala itu memang banyak memiliki mahasiswa-mahasiswa religi menjadikan Al- furqon sebagai base camp tentunya.
Sekian nostagia saya denga Al- Furqan mesjid favorit masa kuliah. Ah jadi kangen saya pada mesjid Al-Furqon jadinya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H