Mohon tunggu...
Irma Tri Handayani
Irma Tri Handayani Mohon Tunggu... Guru - Ibunya Lalaki Langit,Miyuni Kembang, dan Satria Wicaksana

Ibunya Lalaki Langit ,Miyuni Kembang,dan Satria Wicaksana serta Seorang Penulis berdaster

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Kado Terindah] Lemari Nenek

12 Oktober 2019   12:42 Diperbarui: 12 Oktober 2019   12:55 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nenek tercinta. Dokumen pribadi

"Bawa lemari ini nanti kalau kamu punya rumah,ini kado nenek jika nanti kamu menikah!" Begitu pinta Nenek suatu hari.

"Ah,lemarinya kan sudah jelek Nek,biar aku beli saja nanti!" Tolakku padanya.

"Jelek apa? Orang masih bagus begini!bawa ya awas kalau enggak! "Ancam Nenekku kembali. Aku terbahak mendengarnya.

"Iya Nenek sayaaang!"jawabku sambil memeluknya dari belakang. Nenek tekekeh-kekeh.

Percakapan itu masih terbayang hingga detik ini. Nenek ingin aku membawa lemari kesayangannya. Lemari itu sebenarnya masih bagus sih,tapi ya sudah jadul gitu. Kalau nanti aku dan suamiku pindah ke rumah baru,aku tak yakin akan membawa lemari itu ke rumah.

Namun karena Nenek terus-terusan meminta tadinya untuk menenangkan beliau saja aku mengiyakan. Nanti seumpama jadi pindah bisa jadi aku takkan membawa lemari itu,bisa saja kuberikan pada saudara atau sanak tetangga yang butuh.

Nenekku,seperti halnya wanita tua lain,suka sekali menyimpan segala hal meskipun dia tak membutuhkan. Dari mulai barang hingga makanan.


Misal nih kalau hari raya Idul Adha. Daging pemberian sana-sini dia tampung dan tak ingin dibagi. Alasannya mau dimasaknya nanti. Padahal kadang hingga sebulan dagingnya tak juga dieksekusi. Akhirnya mubajirlah jadinya karena berakhir di tempat sampah.

Dia hapal jumlah peralatan rumah tangga yang dipunyanya semenjak jaman dahulu kala. Namun kepikunannya membuat kadang sering lupa menyimpan sendok atau garpu bahkan tikar sekalipun misalnya. 

Kalau sudah begitu kadang dia menuduh tetangga yang pernah meminjam lupa untuk mengembalikan, padahal waktu peminjaman yang tetangga lakukan sudah bertahun-tahun lalu, tapi dia yakin barangnya masih parkir di tetangga.

Kadang keinginannya untuk menanyakan pada tetangga tak tertahan. Repotlah kita sebagai cucunya untuk menahan.urusan begini kadang bikin tetangga naik pitam. Biasanya kalau sudah begitu saya sebagai cucunya meminta maaf pada mereka atas kekhilafan menek. Untunglah mereka mengerti.

Seringkali meskipun tak tahu kegunaannya apa dan tak mungkin juga digunakan, dia mengikuti arisan barang seperti panci presto di rumah bu RT. Akhirnya banyak barang yang menumpuk tak jelas di rumah . Lah, bagaimana cara memakainya saja dia tak juga bisa dan tepatnya tak ingin bisa,sepertinya niatnya hanya untuk mengoleksi saja.Aku cuma bisa geleng-geleng kepala. Karena kalau diingatkan dia marah. Akhirnya aku membiarkannya saja.


Hingga selepas pesta pernikahanku,Nenek kembali mengingatkan aku untuk membawa lemari itu segera. Aku yang belum mampu memiliki rumah sendiri tentu saja mengelak saat itu.

"Masa harus bawa lemari ke rumah mertua sih Nek?"


"Tapi jangan lupa loh ya bawa kado pernikahan dari Nenek itu, nih lemari!"

"Iya ,iya!" Aku kembali menenangkannya.
Setelah menikah,aku terpaksa meninggalkan Nenek sendirian.

Suamiku tak mau kalau tetap tinggal bersama Nenek. Alasannya tentu saja tak enak pada anak dan cucu yang lain. Masa sudah menikah masih juga menumpang. Namun sesekali suamiku mengijinkanku untuk menginap dirumah Nenek. Dia tahu ,tak mungkin aku meninggalkan wanita tua yang sudah mengurusku dari kecil itu.

Untuk mengajak Nenek bersamapun aku tak bisa karena aku masih tinggal di rumah mertua. Namun kami berdua bertekad untuk segera membeli rumah yang bisa dicicil.

Alhamdulillah di tahun ketiga pernikahan harapan untuk memiliki rumah cicilan tercapai. Selain aku,yang paling girang ternyata Nenekku. Tentu dia bangga cucu kesayangannya ini akhirnya mampu memiliki rumah.

"Buatkan Nenek kamar satu ya Nak..Nenek boleh ikut kamu kan?"tanya Nenek setelah kabar akad rumah diacc Bank diketahuinya.

"Siap Nek!" Jawabku. Suamiku juga tak keberatan dengan permintaan Nenek.

"Jangan lupa,lemarinya bawa ya!" Kembali Nenek mengingatkan.

Dengan alasan ingin merenovasi dulu rumah cicilan tersebut untuk menambah ruangan dapur dan kamar,kembali permintaan membawa lemari kutolak.

Sayangnya di tahun kedua  setelah memiliki rumah,Nenekku menghadap yang kuasa. Tubuh rentanya tak kuat menahan sakit yang menggerogotinya.

Selepas Nenek pergi ,rumah yang ditempatinya langsung diperebutkan oleh anak dan cucunya. Suamiku mengingatkanku untuk tidak ikut campur pada hal ini, meskipun sebagai cucu yang dirawat sedari kecil,aku mengurusnya selama beliau sakit hingga di titik terakhirnya menghembuskan nafas.

Tak sampai satu bulan rumah itu sudah ada yang menawar. Anak-anak Nenekpun sepakat untuk melepasnya. Barang-barang peninggalan Nenekpun dibagi.

"Lemari itu untukmu,begitu pesan Nenek pada Uwa!" Anak tertua nenek mengingatkanku saat kami membereskan rumah untuk yang terakhir kali.

Rupanya sebelum pergi Nenek telah berpesan pada anak-anaknya untuk memintaku membawa lemari itu. Aku tersenyum dibuatnya. Ah begitu inginnya Nenek memberikan lemari ini. Ada rasa sesal tak membawanya selagi beliau hidup. Lemaripun segera kuangkut ke rumah baruku.

Rumah subsidi dengan luas tanah hanya 6o meter persegi itu belum ada isinya. Baru tempat peraduan saja. Belum ada peralatan memasak. Mungkin nanti pelan-pelan kami membeli dengan dicicil.

Lemari Nenek menghuni kamar utama. Proses pemindahan lemari begitu buru-buru karena pembeli sudah menunggu. Maka lemari dipindah tanpa sempat dikeluarkan isinya. Dalam benakku ah,paling isinya baju saja takkan beratlah. 

Termyata saat proses pengangkutan dan pemindahan para tukang yang mengangkut mengeluh berat. Mungkin karena materi lemarinya kayu jati hingga terasa lebih berat,pikirku. Ah besok saja pikirku sambil akan mencari kunci lemarinya.

Esok harinya baru kubuka lemari itu. Ternyata tak perlu mencari kunci karena kedua pintu lemari sudah tak berlubang kunci. Akhirnya aku ingat bahwa Nenekku yang pikun itu berulang kali lupa menaruh kunci. Karena bosan membuat terus kunci duplikat maka lubang kunci akhirnya dilepas.

Aku membuka pelan-pelan. Masih nampak tumpukan baju nenek. Kuambil sebuah kain sarung batik yang biasa nenek pakai. Aroma khas Nenek menyeruak. Sedih kembali terasa.  Kuturunkan semua baju Nenek. Nanti akan kubagikan pada sanak saudara. 

Sebuah kardus kusiapkan untuk menampung baju-baju nenek. Dua tingkat lemari Nenek selesai kubersihkan. Kemudian kuganti dengan baju-bajuku,suami dan anakku.

Hmm..lumayan juga ternyata lemari peninggalan Nenek ini,lemari memang belum terbeli pastinya karena hitung-hitungannya pasti mahal.

Tiba di bagian paling bawah lemari,tak nampak tumpukkan baju disana. Yang ada beberapa kardus. Kuambil satu persatu kardus itu keluar.
Mataku membelalak. Kubuka kardus pertama. Ada panci presto hasil arisandi Bu RT di sana. Mulutku menganga dibuatnya.

 Kubuka kardus kedua,nampak tumpukan piring yang mungkin jumlahnya lebih dari satu lusin. Di dalamnya juga lengkap dengan sendok dan garpu. Akupun semakin semangat membuka kardus lain. Keterkejutanku semakin tak tertahan ketika kulihat blender,mixer dan peralatan lain yang selama ini sering kuprotes proses pembeliannya. Ternyata Nenek menyiapkan semua untukku. Pantas saja menjelang pergi aku tak menemukan lagi barang-barang itu. Rupanya sudah diamankan olehnya. Seolah Nenek tahu bahwa ketika aku memiliki rumah, aku pasti akan membutuhkan ini semua.

Mataku kini memburam. Sebentar saja air mata itu berkejaran tak tertahankan. Pelukan suami disampingku tak mampu menenangkan. Aku tak kuasa menahan campuran rasa sedih dan haru atas apa yang Nenek berikan ,kado pernikahan yang tak terduga dalam lemari  dari wanita renta yang telah mengorbankan masa tuanya untuk mengurus aku,sebagai cucu yang ditinggalkan begitu saja oleh ayah -ibunya. 

Love you Nek..terima kasih sudah membekaliku dengan kado terindah dalam lemari.

Nenek tercinta. Dokumen pribadi
Nenek tercinta. Dokumen pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun