Lebaran sudah menjauh,namun saya belum memparipurnakan kunjungan silaturahmi pada sanak saudara. Jika beberapa waktu lalu saudara di kampung yang mendapat kunjungan maka kini giliran saudara di kota yang akan saya ketuk pintunya.
Sebetulnya berat pergi dari Rancaekek ke kota Bandung membawa anak-anak. Tak tega rasanya membayangkan mereka turun naik berganti angkutan. Terkadang menyesal di anak ketiga ini kok kami belum juga memiliki kendaraan roda empat. Andai saja sudah ada tentu pergi kemanapun tinggal senyum saja ,duduk manis bersama mereka dan suami yang jadi supir. Tapi sudahlah hadapi saja kenyataan.
Semula menawari mereka untuk nain mobil on line agar simpel. Namun entah mengapa mereka menggelengkan kepala dan mengatakan ingin menaiki transportasi umum saja. Ya sudahlah kami turuti keinginan mereka toh secara finansial lebih murah jadinya.
Kami memutuskan menggunakan bis saja. Perlu menunggu sedikit lama di dekat jalan tol. Kalau beruntung baru beberapa menit saja,bis sudah ada,namun jika menunggu lama artinya bis baru saja berlalu. Nah,andaikan jam lewat bis kota itu terjadwal mungkin lebih enak ,jadi kita bisa memperkirakan berapa menit kemudian bis akan datang.
Lalu yang suka bikin saya prihatin adalah,pos pemeriksaan bis ini ada yang dipinggir jalan,ada yang di dekat gerbang tol. Tapi semuanya tanpa bangunan pos. Hanya duduk-duduk saja di kursi sambil memegang kartu pemeriksaan penumpang. Kasihan banget ya mereka. Tapi ini di Bandung ya,entah kota lain.
Penantian sedikit lama toh berbuah manis. Duduk di bis kota yang tak terlalu penuh. Selain bisa menimgkatkan komunikasi antar orang tua juga ternyata nyaman menggunakan bis itu sekarang. Ac yang sejuk membuat kami tak gerah.Â
Selepas bis,kami satu kali naik angkot sebelum tiba di tujuan. Angkot adalah transportasi yang tak begitu saya sukai. Pertama, standar ongkosnya tak jelas,kalau lagi apes kita bayar pakai uang yang tak pas maka kembaliannya suka seenak udel Pak supir. Jadi tips saya kalau mau naik angkot, bawalah uang pas agar tak terjadi perdebatan kusir antara supir dan penumpang.
Sepulang dari perjalanan ke Bandung tadinya kamu akan memilih kereta api,sayangnya penumpang kereta api di sore kemarin membludak. Sepertinya banyak yang memanfaatkan transportasi murah ini untuk tiba ke Bandung.
Dan kami menyerah atas dasar tak tega pada ketiga bocah,akhirnya kami memilih menggunakan mobil daring karena sore sudah meninggi dan malam sudah hampir tiba.
Bagi kami yanh belum mampu membeli kendaraan pribadi,keberadaan transportasi umum yang nyaman sangat kami butuhkan. Bisa jadi kami malah tak memilih membeli kendaraan kalau memang kenyamanan itu sudah ada.
Di balik daster sebagai baju kebangsaan selesai juga satu tulisan ringan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H