Rancaekek, 4 Juni 2019
Kepada: Yth. Bapak SBY di Cikeas
Assalamualaikum Wr.wb
Bapak SBY,saya tak berani menanyakan kabar anda saat ini. Karena saya bisa bayangkan anda sekarang sedang kurang baik-baik saja secara psikologis,namun saya berharap,Bapak sehat secara jasmani di ujung bulan Ramadan dan menjelang Idul fitri ini.
Bapak SBY, masih terbayang di benak saya wajah Bapak yang begitu terluka. Tatapan mata Bapak nampak sayu karena tergerus oleh air mata yang terus mengalir. Tentu berat menghadapi kenyataan bahwa kekasih tercinta tak mau lagi membuka mata dan mempersembahkan senyum manis untuk anda.
Detik ketika anda tersadar nafas itu sudah tak terasa lagi tentu saat yang anda harapkan hanya sebuah mimpi. Pun ketika dokter resmi menyatakan bahwa istri tercinta sudah menghadap Yang Kuasa, bisa jadi anda tak ingin mempercayainya.
Mungkin Bapak berteriak histeris memanggil namanya,mungkin Bapak berulang kali menciumi wajahnya dan berharap mata itu terbuka kembali,lalu bangun dan memeluk anda. Mata yang selalu penuh cinta,mata tajam yang hanya Bu Ani yang punya.
Setelah itu,waktu mungkin terasa semakin berat buat Bapak, kenyataan bahwa sahabat jiwa Bapak sudah menuju surga membuat sulit untuk Bapak bernafas. Terasa sesak,terasa ada yang kosong di relung hati.
Sesekali Bapak bisa jadi merasa bahwa Bu Ani masih ada hanya saja entah sedang dimana. Bapak tak percaya bahwa Bu Ani benar-benar tiada.
Mungkinkah Bapak menyesali waktu yang terlalu sedikit untuk dinikmati berdua? Apakah Bapak ingin meminta kesempatan sekali lagi pada Tuhan untuk memeluknya dan bercakap-cakap dengannya dari terbit fajar hingga malam menjelang?
Bapak SBY,sayapun tak sanggup menahan air mata ini saat tahu Wanita tangguh itu akhirnya menghadap Khalik. Saya mencintai sosok Bu Ani juga seperti anak bangsa yang lain.
Andai saya menjadi Bapak,belum tentu saya sekuat bapak. Ditinggalkan oleh pasangan yang begitu melengkapi kekurangan Bapak. Dia bukan hanya memiliki wajah yang cantik,namun juga hati yang baik.
Namun Allah lebih sayang beliau ya Pak. Â Pergi di Bulan suci Ramadhan semoga menjadi pertanda bahwa Bu Ani khusnul khotimah. Meskipun baju lebaran telah jauh-jauh hari beliau siapkan untuk digunakan bersama,namun beliau tak bisa lagi tampil seragam diantara kalian.
Melangkahkan kaki ke pintu langit di tanggal 1 Juni sebagai hari kesaktian Pancasila menjadi saksi bahwa beliaupun tokoh bersejarah di negeri ini.
Relakan Bu Ani pergi ya Pak. Penderitaannya kini berakhir. Meskipun tak pernah terkatakan sakit yang menggerogotinya itu tentulah berat untuk dijalaninya.
Kesedihan itu semoga tak terasa terlalu lama. Ada dua buah hati Bapak yang masih membutuhkan sosok bapak. Ada pula 4 cucu-cucu Bapak yang ingin tumbuh dan berkembang ditemani Peponya,panggilan sayang Bu Ani untuk anda sebagai kakek.
Bu Ani telah meninggalkan mereka untuk Bapak. Bapak tak boleh terpuruk,karena hidup masih akan terus berjalan tanpa Bu Ani di sisi.
Bukan hanya darah daging Bapak saja yang membutuhkan hadirnya Bapak,kami bangsa Indonesia masih mengharapkan sosok bapak sebagai Bapak bangsa.
Di tengah panasnya suhu politik selepas pemilu, kehadiran Bapak untuk menyatukan mereka yang bertikai sangat kami butuhkan.
Jika Bapak mampu memberikan kontribusi untuk persatuan Indonesia kini,maka saya yakin Bu Ani yang cantik akan tersenyum di alam sana.
Terima kasih sudah menunjukkan bukti bahwa cinta sejati yang dipisahkan maut itu nyata adanya, dan terima kasih juga sudah mengajarkan arti kesetiaan.
Wassalamualaikum wr wb
Tertanda,
Irma Tri Handayani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H