Hanya padaku kau berani cerita siapa saja wanita yang kau singgahi. Istrimu tak pernah tahu. Aku menyimpan rahasiamu itu hingga akhirnya semua tanpa sengaja diketahui istrimu.
Petulangan cintamu terbongkar setelah ada wanita lain datang mencarimu. Kisahmu dengan istrimu usai. Kau diusir dari rumah. Rumah besar yang kau bangun susah payah dari tenaga rentamu selepas menyelesaikan sekolah ketiga anakmu darinya. Permintaan maaf dan penyesalamu ditolak.
 Anak-anakmu darinya membencimu . Seseorang dari mereka malah meludahimu karena tak tega melihat ibunya dikhianati. Aku ikut sakit menengarnya Ayah, aku yang semestinya begitu bukan mereka. Mereka berhasil kau beri pendidikan dan kasih sayang sedari kecil hingga berkeluarga. Sementara aku kau tinggalkan begitu saja dalam pelukan tua Nenek.
Kaupun jadi sering menemuiku untuk mengadu. Semula aku bahagia kau lepas dari istrimu karena dendamku padanya atas terengutnya masa kecilku denganmu. Di mataku dia telah merebutmu dari sisi ibu. Namun melihatmu tak terurus dan luntang- lantung tak jelas,tiba-tiba aku berharap istrimu bisa memaafkanmu.
Kini aku malah jadi iba padamu ayah. Di sisa usiamu kau terlunta-lunta mencari tempat berteduh.Ajakan tinggal bersama keluarga kecilku tak kau iyakan. Mungkin kau tak enak pada suamiku.
Dan lebaran nanti adalah puncak penderitaanmu. Di sela isak tangis dalam percakapanmu di telpon tadi, Â kau mengatakan tak tahu akan kemana pulang saat takbir nanti berkumandang.
"Selamat Ulang Tahun Ayah..," hanya itu ucap lirih yang keluar dari bibirku sebelum menutup telepon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H