Anak ketiga juga kadang sama suka menguji kesabaran. Emaknya lemes pengen tiduran eh dia pengen jalan-jalan. Emaknya dah terkantuk-kantuk karena sehabis sahur tak sempat tidur eh dia malah kabur keluar kamar sambil merangkak riang.
Jikapun dia akhirnya mengantuk maka proses tidurnyapun tak simpel perlu menangis -nagis dulu. Pokoknya serba salah dikasih ASI tak mau kalau ga dikasihin minta. Direbahkan di kasur ngamuk maunya digendong. Yah,terpaksalah digendong meski tenaga sudah hampir nol.Â
Namun ketika tak lama dia tertidur dalam gendongan sayapun menjadi ternyuh melihat muka polos lucunya yang tadi rewel karena mengantuk ,kini tenang dan terlihat damai. Kalau saya membiarkan marah mungkin dia takkan masuk dunia mimpi .
Kalau bukan bulan ramadan mungkin tak jadi soal. Tapi mungkin dengan perut kosong emosi lebih mudah terpancing. Kondisi lemah letih lesu ternyata rawan menjadi sumbu amarah. Sehingga hal kecil yang dilakukan ketiga anak itu mengundang amarah.
Jadi godaan amarah terbesar saya adalah di rumah. Â Bagaimana caranya saya untuk bsia menahan amarah. Merekalah yang akan meluluskan puasa saya hingga mencapai derajat tinggi karena tidak hanya sekedar tidak mengunyah makanan atau meneguk minuman namun juga menjaga perkataan saya agar tak sampai menyakiti atau keluar sumpah serapah untuk mereka.
 Setiap mau marah saya istigfar,kalau sudah tak bisa menahan, saya meninggalkan mereka sebentar untuk mengambil air wudlu agar menyegarkan.Â
Makna terbesar puasa adalah merubah diri menjadi  lebih baik. Jika saya mampu bersabar di bulan ini,mak selepas lebaran sayapun diharapkan akan semakin bersabar di lain hari
Akhirnya dari ketiga bocah itu saya belajar memaafkan. Meskipun saya pernah marah besar ,tapi mereka tetap memeluk dan ingin berada di dekat saya. Mereka tak dendam . Tetap saja mencari ibunya meskipun setengah mati cerewet. Mereka tulus mencintai saya.Â