Mohon tunggu...
Irma Tri Handayani
Irma Tri Handayani Mohon Tunggu... Guru - Ibunya Lalaki Langit,Miyuni Kembang, dan Satria Wicaksana

Ibunya Lalaki Langit ,Miyuni Kembang,dan Satria Wicaksana serta Seorang Penulis berdaster

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Kenapa Foto Paslon Presiden 01 Hanya Bayangan?

4 April 2019   22:39 Diperbarui: 6 April 2019   21:26 8342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh surat suara yang dibagikan. Dokumen pribadi

Siang itu ada ketukan di depan pintu. Saya dan Ibu -Bapak mertua sedang menonton televisi menengok ke arah pintu. Terlihat dari kaca dua sosok wanita setengah baya.  Mereka adalah Ibu pejabat lingkungan Rukun tetangga (RT) beserta wakilnya. Saya kemudian membukakan pintu untuk mereka.

Tadinya saya pikirkan mereka mau bertemu dengan ibu mertua saja, ternyata saya dan bapak mertua juga diminta duduk bersama mereka.

Mulanya mereka berbasa-basi dulu tentang konsumsi arisan dengan ibu mertua. Nah tak lama mereka mengeluarkan surat suara. Saya coba menerka, hmm, sepertinya mereka akan menyosialisasikan kertas suara. Bagus juga menurut saya, mengingat bapak mertua saya yang sudah mulai tua memang masih mengeluh kebingungan.

Contoh surat suara yang dibagikan. Dokumen pribadi
Contoh surat suara yang dibagikan. Dokumen pribadi
Hanya tiga contoh surat suara yang mereka bagikan. Mereka membuka surat suara yang pertama. Surat suara pertama bergambar capres. Nampak ada kolom 01 dan 02. Namanya juga tertera.

Nah, yang mengejutkan ada penekanan suara pada salah satu Paslon. Bukan hanya sekedar menyosialisasikan pencoblosan surat suara tapi memang ada permintaan mencoblos salah satu pasangan.

"Ya Bu ya Pak, yang ini ya? Bener ya, saya mau yakinkan nih biar saya closing!" Ujar salah satu dari mereka. Saya tambah terbelalak dibuatnya. Loh, kok closing? Kayak istilah dagang gitu. Jangan-jangan memang mereka menghitung suara yang mungkin berhasil mereka bujuk.

Kedua mertua saya hanya mengangguk-angguk sambil senyum tipis. Saya tahu arti senyum mereka.

"Nah, tuh bagus ada sosialisasi surat suara, soalnya bapak masih bingung bi, apalagi banyak begitu nama calon dan partainya, kalau pilih presiden mah gampang calonnya cuma dua!" Saya coba mengalihkan perhatian mereka sambil menunjuk-nunjuk kartu suara yang lain.

Pengalihan perhatian saya tak berhasil sepenuhnya. Karena tetap keduanya memastikan kami memilih salah satu Paslon. Saya coba bertanya kertas suara untuk DPD, alasan saya biar bapak mertua tak tertukar. Lagi-lagi surat suaranya mengagetkan. Di surat DPD itu memang ada 70 nomor caleg yang tertera, namun hanya ada satu nomor yang jelas nomor dan fotonya. Dan tentu saja mereka meminta kami memilih itu.

Untuk yang ini saya berani menampik dengan alasan ada teman saya ada yang mengajukan diri menjadi DPD. Kemudian mereka membuka lagi surat suara untuk DPRD.

Surat suara caleg DPRD. Dokumen pribadi
Surat suara caleg DPRD. Dokumen pribadi
Ternyata surat suaranya memang  bukan asli melainkan hanya untuk contoh saja. Dan surat suara ini tentu saja buatan salah satu partai karena yang hanya ada nomor dan nama-nama partai itu partai tempat kedua ibu ini bernaung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun