Mungkin bukan kebiasaan nenek saya saja yang begitu-begitu penduduk lainpun sepertinya sama akan memilih membuaaang sampah ke sungai supaya tak usah tepi mengurusnya.
Itulah sebabnya mengapa dalam rentang waktu singkat air sungai tempat saya bermain tadi sudah tercemar.
Itu dalam skala rumahan,tak lama saat saya SMP dan SMA, sungainya sudah lebih ajaib lagi karena bisa berubah-ubah warna. Kadang hijau,merah dan kadang penuh busa.
Sepertinya itu kelakuan pemilik pabrik yang tak mau merogoh kocek dalam-dalam untuk mengolah limbah sehingga aman untuk dialirkan di sungai.
Kok penduduk enggak ada yang protes ya? Ya tak mungkin proteslah,wong kelakuan mereka juga sama. Tak pernah berfikir  bahwa membuat kotor sungai adalah dosa. Yang penting rumah mereka bersih,sungai toh tak ada di dalam rumah.
Tak pernah terpikirkan oleh mereka bahwa  kelakuan tak terpuji mereka terhadap sungai mewariskan air baku yang tak layak diolah buat anak cucu mereka. Saya yakin bukan cuma di sungai kecil ini saja,di nyaris semua kali sepertinya.
Ridwan Kamil pernah melakukan pembersihan besar-besaran di sungai-sungai kota Bandung. Tapi rasanya percuma jika warga masih juga sembunyi-sembunyi membuang sampah dalam plastik ke sungai. Mending sembunyi-sembunyi lah yang terang-terangan juga banyak.
Membuang sampah dan limbah ke sungai jelas kejahatan besar . Â Entah mengapa sulit sekali menyadarkan para pembuang sampah di kali.Â
Dan entah mengapa belum ada berita pemilik pabrik dipenjara karena mengambil keuntungn dari usahanya dengan menghancurkan ekosistem sungai.
Tak mungkin mengolah air yang tercemar. Kalau sudah begitu pasokan air pasti tersendat.
Jika air bakunya sudah tercemar lalu mau minum apa  kita,  sekarang saja sudah begini apa kabar anak cucu kita kelak?