Pagi itu saya tak sempat sarapan dulu. Mengurus anak , membuat nasi tak  sempat mengisi perut. Meski lapar namun saya segera melangkah pergi menuju tempat saya mengajar di kota Bandung.Â
Sampai Bandung perut tak bisa diajak kompromi. Lapar berat seperti tak makan dua hari. Aneh ya, padahal cadangan lemak sana-sani. Mengapa mereka tak turun untuk mendiamkan demo cacing di dalam perut ini.Â
Masih ada 15 menit sebelum mengajar di kelas. Coba keluar untuk mencari makanan ringan yang bisa dilibas. Eh, ternyata melihat penampakkan tukang gorengan panas. Ada gerombolan gehu di lautan minyak yang belum digoreng tuntas. Sayapun sabar menunggu gehu mengeras.Â
Jajanan murah. Cuma seribu rupiah. Selagi panas segera kunyah. Lebih nikmat apalagi sambil mengigit cabe rawit, sayangnya yang ada warna hijau bukan merah. Tapi pedasnya parah.Â
Disebut gehu karena makanan ini terdiri dari toge dan tahu. Beberapa inovasi pernah diterapkan pada gehu. Seperti gehu pedas yang sempat menjadi pilihan baru. Pemuja pedas pasti akan memburu.Â
Cara mengolahnya sebenarnya sederhana. Â Ambil terigu untuk membuat adonannya.Tambahkan bumbu diadonan agar lebih enak rasanya. Tumis toge sebagai isiannya. Tumisannya harus enak agar gehunya menjadi sedap saat di lidah anda ya.Â
Tapi jika malas berkutat dengan adonan, beli saja tak mengapa. Atau maksudnya membuat gehu, tapi karena tak ahli masak rasa gehunya tak tentu? yaah lebih baik membeli saja. Nyaris setiap tukang gorengan di Bandung menyediakan gehu sebagai pilihan kita.Â
Menikmati gehu ditemani minuman hangat lebih mantap lagi Tuh. Ah, lumayan satu gehu sudah mengisi perut sebagai sarapan. Â Mungkin dia bisa mengganjal perut satu atau dua jam kedepan.Â