Sedikit tercengang menyaksikan breaking News Kompas dini hari ini. Sembari menceritakan apa yang terjadi, saya menyaksikan bagaimana kumpulan orang yang sedang menonton acara Surabaya Membara berjatuhan. Teriakan histeris terdengar.
Kabar terbaru 2 orang meninggal dan belasan terluka, dan belasan lain luka parah.Â
Terlepas dari rasa ikut berduka, saya menyesalkan kejadian yang menurut saya konyol ini .
Bagaimana bisa viaduct yang merupakan tempat melintasnya kereta digunakan untuk menyaksikan acara. Alasan agar terlihat lebih jelas dari atas sungguh tak bisa ditolelir.Â
Jangan menyalahkan kereta yang melintas karena itu adalah jalur aktif, ada atau tak ada kereta warga dilarang keras berada si jalur itu. Kereta itu sendiri sudah mengurangi kecepatan dari 30 Km/Jam menjadi 15 kn/jam menyadari ada kerumunan.Â
Kemungkinan besar orang-orang tersebut saling berpegangan saat kereta akan lewat. Lalu pegangan tak kuat hingga satu persatu jatuh. Klakson dari kereta bisa jadi mengagetkan mereka.Â
Entahlah dimana akal sehat mereka, kenekadan seperti ini jelas bukan untuk dicontoh. Apalagi katanya salah satu korban yang meninggal adalah anak berusia 9 Â tahun dan duduk di kelas 3 SD. Apa iya dia menonton sendiri, kemungkinan besar bersama orang yang lebih besar. Lah, gimana itu? Bukannya dijaga malah dibawa dalam tempat beresiko?Â
Memang luar biasa ya nyali orang Indonesia, jangankan mungkin hanya berdiri di viaduct yang masih ada jarak dengan rel kereta, lah penduduk sekitaran sudah terbiasa beraktifitas di rel kereta. Bahkan anak- anak merekapun sudah tertulari kebiasaan orang tuanya.Â
Mungkin warga sekitar rel memang harus terus diedukasi . Meski alasannya biasa, namun kebiasaan ini bisa membuat mereka binasa. Apa iya perlu ditongkrongi petugas khusus penjaga rel? Halah, apa kesadaran kita harus muncul karena ditakut-takuti?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H